Boleh nggak, kalau aku... jatuh cinta sama kamu?
Malam begitu gelap saat hujan deras mulai mengguyur kota. Dengan pakaian basah, Rafi dan Kirana duduk berdua di dalam mobil yang terparkir di pinggir jalan dekat pantai. Lampu jalan memantulkan cahayanya melalui butiran air di kaca depan, menciptakan pemandangan yang magis bagi mereka yang saling memendam cinta. Hening menyelimuti mereka, hanya terdengar suara rintik hujan yang lembut bagaikan musik yang mengiringi. Mata mereka saling bertemu, memancarkan perasaan yang tak terucapkan.
Rafi dapat melihat mata Kirana yang perlahan mulai berkaca, juga bibirnya yang terus bergetar. Tanpa kata-kata, wajah mereka mulai mendekat dengan sendirinya. Semakin dekat, mata mereka mulai terpejam, hingga akhirnya, kedua bibir mereka bertemu.
Detik-detik itu seakan berhenti, membiarkan mereka tenggelam dalam kebahagiaan yang tak terhingga. Rafi merasakan kebahagiaan yang mendalam, setiap sentuhan dari Kirana menyiratkan cinta yang tulus. Hati mereka berbicara lebih lantang daripada kata-kata yang pernah terucap. Di dalam mobil yang pengap oleh kehangatan tubuh mereka, dunia luar terasa begitu jauh, seakan hanya ada mereka berdua yang terhubung oleh perasaan yang begitu dalam.
Namun, saat kebahagiaan itu mencapai puncaknya, kenyataan mulai menyusup masuk. Rafi membuka matanya, kembali ke realitas yang dingin. Ia terbangun dari mimpinya begitu alarm mulai berbunyi dengan kencang, meninggalkan kehangatan dan cinta yang tadi begitu nyata.
Sial!
Dengan enggan, Rafi bangun dari tempat tidurnya. Suasana apartemen barunya masih terasa asing di matanya, terutama udara dan cuaca yang begitu berbeda dari Indonesia. Ia menghela nafas, lalu menuju dapur dan membuat sarapan sederhana, semangkuk sereal dengan susu.
"Gak ada nasi uduk di sini! Ga enak!" keluh Rafi dalam hati, sembari menyantap sarapannya itu.
Waktu terus berjalan pagi itu. Rafi dengan cepat menyelesaikan sarapannya dan bersiap-siap untuk menyambut hari pertamanya bekerja di negara baru itu. Tepat saat ia memasukkan laptop dalam tasnya, ia dapat mendengar ketukan dari pintu apartemennya. Dengan cepat, ia membukanya.
"Yo Rafi! Udah siap?" tanya Tomi dengan senyuman lebar di wajahnya begitu mereka bertemu.
Rafi mencoba tersenyum. "Satu menit, bentar!" jawabnya sambil berlari mengambil ransel dan mengenakan jaketnya.
"Yok!" seru Rafi sembari keluar dan mengunci pintu apartemennya.
Tomi hanya mengangguk, lalu mereka berdua berjalan keluar dari apartemen Rafi untuk menuju kantor.
"Jadi, gimana sejauh ini?" tanya Tomi.
Rafi mengangkat kedua bahunya, "yah, aneh sih. Masih belum biasa."
Tomi tertawa, "ya pasti. Waktu pertama kali gue datang ke sini, sama sih rasanya semua aneh. Orang-orangnya, budayanya, apalagi cuacanya," katanya dengan semangat.
"Bahkan waktu pertama gue ke supermarket ini, gue bingung sendiri belanjanya gimana, bawang merah dimana, kencur ada apa nggak, pakai plastik atau kantong belanja, ya gitu lah!" sambung Tomi sambil menunjuk ke sebuah supermarket yang mereka lewati. Rafi tertawa kecil membayangkan cerita Tomi.
"Serius?"
"Beneran! Nanti cobain aja sendiri, gak akan gue temenin lo belanja pertama sendiri!"
Rafi hanya tertawa, "terus gimana lagi?"
Sementara Tomi terus bercerita, diam-diam, Rafi tenggelam dalam kecemasan. Ia melihat orang-orang yang berlalu-lalang di sekitarnya dengan perasaan cemas. Tatapan mereka, meskipun sebenarnya acuh, terasa seperti penghakiman baginya. Seakan traumanya kembali datang menimpanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Broken Butterfly II - Sequel of the Overthinker
Roman d'amourSetelah perpisahan yang menyakitkan, Rafi dan Kirana harus menjalani hidup masing-masing dengan membawa luka di hati mereka. Kirana, seorang penyanyi berbakat yang kini merambah dunia akting, baru saja menyelesaikan film terbarunya. Di tengah dunia...