3

202 19 1
                                    

Ke unpublish ternyata, sorry ya buat yang dah baca dapet notif ulang. Next chapter aku ketik kalo mood ya, lagi ga mood ngetik. Padahal ceritanya udah tamat di imajinasi aku:>
















Seorang wanita tergeletak di lantai menghadap sudut ruangan, pundak kecilnya yang tak tertutup apapun bergetar.
Entah apa yang membuatnya terlihat begitu tak berdaya.

Kriiieett

Tubuhnya tersentak begitu mendengar suara pintu terbuka.
"Sayangku, kekasihku. Kau masih marah padaku?" Ucap pria berbadan besar, kain dhoti dan selendang yang disampirkan di dadanya tak dapat menutupi otot-otot indahnya yang menyembul gagah.

"Kenapa kau tak menjawab? Apa kau sedang sakit?" Tangannya berusaha meraih pundak sang wanita. Tetapi, belum sempat dirinya sentuh, wanita itu langsung menjauh dan mengubah posisinya menjadi duduk.

Dia menarik napas kemudian menghela napasnya pelan, berusaha menahan amarah, kemudian tersenyum semanis mungkin untuk menunjukkan ketulusannya, kemudian kembali berusaha menyentuh wanitanya.

"Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!" Ucap si wanita dengan suara kecil yang gemetar di beberapa kata.
"Oh, ayolah. Tak bisakah kita berdamai sedikit?" Jempol dan telunjuknya dikatupkan didepan wajahnya untuk memperagakan kata 'sedikit'.

Tak kunjung mendapat jawaban, ruangan tersebut hanya dipenuhi suara sesegukan dari wanita didepannya. Rahang pria itu mengeras, ia menutup matanya sejenak kemudian membukanya "Apa masalahmu sebenarnya. Tak bisakah kau menurut saja padaku? cukup turuti aku dan hidup dengan tenang disisiku." Suara beratnya berucap dengan penuh tekanan.

Yang ditanya nampak tak setuju.
"Bahkan jika syarat untuk pergi ke nirwana adalah dengan hidup di sisimu, aku lebih memilih berada di neraka selamanya." Ucapnya sedikit membentak.

"Jangan membuat kesabaranku habis. Kemarilah, peluk aku untuk meredakan amarahku, aku akan memaafkanmu saat ini juga." Pria itu merentangkan kedua tangannya. Lama dia menunggu, merasa diabaikan, ia menyisir rambutnya ke belakang dengan tangan, lalu merematnya.

"Baiklah, kau benar-benar tak bisa diajak bicara baik-baik bukan." Dia mendekati sang Wanita.

Menggenggam rahangnya dengan paksa, terganggu dengan tangan si wanita yang terus memberontak, ia pun menggenggam kedua tangan itu menggunakan satu tangannya yang tersisa. Kini berganti menjadi kaki si wanita yang memberontak. Kesabarannya habis. Ia menarik paksa rambut panjang itu, sang wanita mendongak memegang kepalanya dengan tangisan yang semakin kencang, ia diseret kearah ranjang dan dibanting ke atas kasur.

Pria itu mengukung sang wanita dibawahnya, tak lupa mengunci pergerakan orang didalam kungkungannya itu agar tak bisa kabur. Ia mencium bibir ranum yang menggoda itu dengan paksa.

Kemudian menyetubuhinya dengan kasar dan tanpa belas kasih sedikitpun, sesekali pipinya ditampar karena terus saja memberontak.

ִֶָ . ࣪ ˖• • • • • ˖ ࣪ . ִֶָ

Dayita terbangun dengan napas tersenggal-senggal. Ia memegang wajahnya. Kemudian merasa heran karena tangannya basah saat memegang wajahnya. Ia kembali memegang wajah juga area matanya, saat itulah Dayita sadar, wajahnya dibanjiri air mata. Pelipisnya juga dibanjiri keringat.

Di sisi lain Dayita juga merasa gelisah. Baru saja ia memimpikan sesuatu, saat bermimpi dia tau betul alam bawah sadarnya mengenali sosok dalam mimpinya. Tapi saat terbangun ia hanya mengingat sebagian dari mimpinya. Ia tak ingat siapa sosok dalam mimpinya itu, Dayita berusaha keras mengingat apa saja yang ada di mimpinya barusan, tetapi gagal. Yang ia tahu, itu adalah mimpi yang mengerikan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Repeat! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang