CHAPTER 2

62 33 0
                                    

💋💋


Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, mereka tiba di rumah Noland. Mata Elmeera langsung bersinar, terpukau oleh kemegahan bangunan di depannya. Rumahnya sendiri memang besar, tapi rumah Noland? Ini lebih dari sekadar besar—ini seperti istana. Setiap detailnya berbicara tentang kekuasaan dan kemewahan yang tak tersentuh.

Mobil berhenti perlahan di depan pintu masuk megah. Dua pria berseragam, anak buah Noland, membungkuk hormat saat majikannya turun dari mobil. Saat pintu besar terbuka, atmosfer rumah itu terasa berat. Cahaya lampu remang-remang menyelimuti interiornya, memberi nuansa misterius yang seolah menyembunyikan rahasia-rahasia di balik setiap sudut.

Welcome to my home,” ucap Noland sambil melepas jas hitam yang melekat di tubuhnya sejak tadi, dengan gerakan santai yang penuh kendali.

“Jika lapar, dapur ada di sebelah kiri, koki sudah menyiapkan makanan. Jika ingin olahraga, ada di lantai kedua. Atau jika kamu—”

“Gue ngantuk. Di mana tempat tidurnya?” Elmeera memotong ucapannya tanpa ragu.

Anak buah Noland, yang berdiri di belakang mereka, tampak terkejut. Tidak ada yang pernah berani memotong Noland saat bicara—kecuali gadis ini. Noland hanya menatap Elmeera, bibirnya menyunggingkan senyum tipis, tanda ia tak tersinggung.

“Lantai tiga,” jawab Noland singkat, menyerahkan kartu akses kepadanya. “Ini kunci kamarmu. Hanya kamu yang bisa masuk.”

Elmeera mengangguk, mengambil kartu itu tanpa berkata apa-apa, lalu melangkah pergi. Noland memperhatikannya dalam diam, matanya tak lepas dari punggung Elmeera hingga gadis itu menghilang ke dalam lift. Untuk sesaat, hanya kesunyian yang tersisa.

“Bos, dia siapa?” bisik Wilson, salah satu anak buahnya, dengan penuh kehati-hatian.

Noland melirik sekilas, lalu menjawab enteng, “Dia gadis dengan nasib malang,” sebelum berjalan pergi, meninggalkan Wilson yang masih bingung. Langkahnya tegap menuju ruang pribadi, tempat ia biasa menyendiri.

Namun, setiba di sana, sebuah pemandangan tak terduga menantinya. Di kursi kulit favoritnya, seorang wanita duduk dengan anggun, tubuhnya sempurna seperti lekukan gitar Spanyol, mengenakan gaun yang memeluk tubuhnya dengan provokatif. Noland menghela napas panjang, tidak terkejut, tapi sedikit terganggu.

“Sampai kapan lalat ini akan terus menggerubungi saya,” gumam Noland dalam hati, suaranya nyaris tak terdengar, namun dipenuhi kejengkelan yang terselubung.

"Noland, dari mana saja kamu? Aku sudah menunggumu sejak tadi," suara Zella terdengar lembut, namun dengan nada licik yang tersembunyi. Ia mendekat dengan langkah gemulai, matanya mengunci Noland yang masih mematung di ambang pintu.

Dengan gerakan yang begitu lihai, Zella melingkarkan kedua tangannya di leher Noland, menarik dirinya mendekat, hingga aroma khas lelaki itu tercium jelas. Wajahnya nyaris menyentuh, menghirup kedekatan yang membuatnya terobsesi.

Namun, Noland tidak tertarik. Ia melepaskan cengkeraman tangan Zella dengan gerakan cepat dan tegas, lalu berjalan mendekati kursinya, duduk tanpa menoleh ke belakang. Kegelisahan dalam dirinya berubah menjadi dingin.

Zella, dengan tatapan penuh hasrat, tak menyerah begitu saja. Ia mengikuti langkah Noland, lalu dengan sengaja duduk di atas paha kanan pria itu, mencoba meraih atensi yang sudah hilang dari genggamannya.

BOUND AFFECTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang