💋💋
Noland terbangun dengan kepala sedikit berdenyut. Ketika membuka mata, pandangannya jatuh pada Elmeera yang tertidur di sofa. Wajahnya terlihat begitu tenang, tertidur cantik meskipun suasana di sekitar terasa hening dan berat.
"Sepertinya, aku mabuk semalam," gumam Noland dengan getir. Ia merasa gelisah, tak sepenuhnya yakin apa yang telah ia lakukan saat kesadarannya memudar. Dengan langkah terburu-buru, ia menuju ruang CCTV, dorongan rasa penasaran mendorongnya untuk mencari tahu apa yang terjadi.
Saat layar monitor menampilkan rekaman semalam, mata Noland melebar. Di sana, terlihat jelas—dirinya mencium Elmeera, ciuman yang berlangsung lama dan tidak terduga. Pikirannya berkecamuk. Bagaimana dia akan menjelaskan ini kepada Elmeera? Pasti suasana akan sangat canggung.
Saat Noland hendak kembali ke kamar untuk menghadapi kenyataan, ia mendapati Elmeera sudah keluar dari kamar dengan tas selempang di pundaknya, seolah siap untuk pergi.
“Mera,” panggilnya spontan, mencoba menghentikannya.
Elmeera menghentikan langkah, lalu berbalik dengan tatapan jengkel. “Mera? Nama gue jadi Mera? Jelek banget. El-mee-ra, eja yang benar,” ia memperbaiki dengan nada tegas, tapi ada sedikit kelucuan dalam suaranya yang tak bisa diabaikan.
Noland tersenyum tipis. “Mau ke mana kamu?”
“Kerja,” jawab Elmeera datar sambil mengecek jam tangannya.
“Kerja apa?” tanya Noland, bingung. Pandangannya menelusuri sosok Elmeera, namun tak menemukan tanda apapun yang menjelaskan pekerjaannya.
Elmeera mengangkat bahu, menunjukkan tanda pengenal yang menggantung di dekat kantongnya. “Lo nggak lihat tanda pengenal gue?”
Noland berjalan perlahan, kedua tangannya menyelip di dalam saku. Dengan tubuh yang jauh lebih tinggi, ia harus sedikit menunduk untuk melihat jelas tanda pengenal yang tergantung di leher Elmeera. Seketika, matanya terbelalak.
“Kamu... jaksa?” ucapnya, hampir tak percaya.
Elmeera tersenyum tipis. “Iya, jadi jangan macam-macam sama gue,” candanya, meskipun ia tidak sepenuhnya sadar siapa sebenarnya Noland.
Waktu seakan berlalu dengan cepat. Elmeera memeriksa jam di pergelangan tangannya lagi dan terkejut. “Gue udah telat! Gara-gara lo,” katanya kesal, mempercepat langkahnya untuk pergi.
Namun Noland, tak ingin melepasnya begitu saja, berteriak dengan nada yang memancing perhatian. “Kamu masih utang budi sama saya yang kemarin. Belum lunas!” suaranya terdengar jelas meskipun Elmeera sudah mulai menjauh.
Elmeera hanya melambaikan tangan dengan sikap acuh. Di bawah naungan pagi, sosoknya perlahan menghilang dari pandangan, meninggalkan Noland yang termenung di tempat.
Noland menatap punggung Elmeera yang semakin mengecil di kejauhan. “Elmeera Camille Lenora, seorang jaksa muda,” gumamnya perlahan, senyum tipis terbentuk di bibirnya. “Kebetulan sekali. Mungkin saya bisa memanfaatkannya untuk menjaga agar bisnis tetap aman, tanpa terendus,” lanjutnya, nadanya penuh perhitungan.
Salah satu anak buahnya yang berdiri di dekat pintu bertanya dengan cemas. “Apakah aman, bos?”
Namun Noland hanya tersenyum miring, pandangan matanya penuh arti, tapi ia tak memberi jawaban. Pikirannya sudah tenggelam dalam rencana berikutnya, yang mungkin akan melibatkan Elmeera lebih dalam dari yang ia sadari.
💋
Hari itu, suasana di ruang sidang tampak tegang. Elmeera Camille Lenora duduk di kursi jaksa dengan postur tegap, tatapan tajamnya memindai setiap wajah di ruangan. Kasus yang sedang ia tangani bukanlah perkara ringan—perdagangan narkotika dalam skala besar yang melibatkan jaringan internasional. Di depannya, terdakwa adalah sosok yang licin, selalu berhasil lolos dari jeratan hukum sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BOUND AFFECTION
Novela Juvenil"Jangan mengusik, jika tak ingin terusik." Kalimat itu bukan sekadar ancaman-itu adalah janji. Noland Winston Vaper, pria berusia dua puluh delapan tahun, pemimpin mafia ilegal terbesar di London. Setiap kata yang keluar dari mulutnya harus terpenuh...