Mobil hitam milik Jakie membelah jalanan kota yang tengah ramai-ramainya. Banyak orang yang memulai aktifitas paginya, seperti berangkat bekerja atau pun sekolah, ada juga yang hanya lari-lari pagi di alun-alun kota.
"Ekhem" Jakie berdehem pelan ketika suasana mobil menjadi sedikit canggung. Yura yang mulutnya seperti kereta api tiba-tiba diam.
"Kenapa?" tanya Jakie menatap Yura dari spion mobil.
"Gapapa"
"Jujur, lo ilfeel sama gue?" tanya Jakie terus terang, kejadian tadi pagi masih terus terulang di pikirannya.
Bodoh. Dia tidak bisa menahan rasa traumanya di depan Yura.
"Lo ngomong apasih?" Yura bertanya tidak terima, pertanyaan dari Jakie membuat-nya tidak terima.
"Ya elo, tiba-tiba diem. Kenapa? Lo gamau pacaran sama anak yang punya trauma?" Jakie terbawa emosi, sekarang mood nya sedang buruk.
"Lo kalo ngomong jangan ngelantur, jangan simpulin semua sendiri" Yura berkata sewot, dirinya kini tengah difitnah.
Sebenernya kalo dibilang kaget ya iya, soalnya dia baru tau kalau Jakie punya trauma terhadap api. Tapi Jakie tidak mau memberikan alasan kenapa dia trauma terhadap api.
Mobil Jakie menepi, tapi mereka tidak berhenti di depan sekolah. Yura menatap Jakie dengan alis mengkerut.
"Kenapa berhenti?" tanya Yura.
"Jawab, lo ga sayang kan sama gue?" tanya Jakie
Jakie ini sebenarnya kenapa, selama satu tahun mereka berpacaran ini pertama kalinya dia menanyakan perasaan Yura.
"Lo kenapa?"
"Jawab Ahnaya Yura" sorot mata tajam Jakie berubah menjadi teduh dan putus asa.
"Jakie.. lo kenapa?" Yura merubah nada bicaranya menjadi pelan.
Jakie hanya menggeleng pelan, perlahan mendekatkan keningnya ke kening Yura.
"J-Jakie.." panggil Yura lirih.
"Janji lo selalu sama gue ya?" pernyataan Jakie berhasil membuat mata Yura membola kaget.
Degup jantungnya berpacu dua kali lebih cepat.
"Yura, janji sama gue" ucap Jakie melirih
"Iya Jakie, gue selalu disini sama lo"
Jakie memeluk Yura erat seperti tak ingin kehilangaan. Sehancur ini seorang Steven Jakie.
......Yura mengayunkan kakinya pelan, menuju kamar mandi dengan tatapan kosong.
Pertama kali melihat seorang Jakie yang kasar dan tak berperasaan menangis tersendu-sendu didepannya. Sampai-sampai tak mau menunjukkan batang hidungnya diisekolah.
Dia hanya ke sekolah mengantarkan Yura lalu pergi entah kemana.
Bruk
"Engh" erang Yura saat pantatnyaa mencium lantai sekolah.
"Eh... sorry, kamu gapapa?" tanya Helmy khawatir
"Eh iya kak, maaf tadi aku ga fokus jalan" ucapnya sembari mukai berdiri dari duduknya
"Aku permisi kak" pamit Yura
Namun saat Yura hendak meninggalkan Helmy lengannya segera ditarik sehingga ia berhenti didepan Helmy.
"Loh kenapa kak?"
"Kamu lagi ada masalah?" tanya Helmy
"Engga kok" Yura menjawab dan menggeleng pelan
"Kalau ada masalah bilang ajaa ke aku"
"I-iya kak, aku permisi" Yura menjawab ragu-ragu lalu segera pergi dari jangkauan Helmy.
Tanpa sepengatahuan mereka berdua ada yang diam-diam memfoto interaksi tak disengaja keduanya.
.....
Langit hari ini terlihat sangat cerah, burung-burung terbang bebas di udara menikamti indahnya lukisan tuhan.
Tapi tidak dengan Laki-laki yang berbalut seragam sekolah itu. Laki-laki yang tengah dirundung awan hitam dengan petir yang menyambar menatap getir ke arah langit yang terbentang luas.
"Bunda"
"Kangen Jakie ga bun?"
Jakie tertawa getir ketika dia menanyakan hal bodoh kepada angin.
"Pasti bunda benci sama Jakie, kaya kakek yang benci Jakie"
"Bunda, seandainya waktu itu Jakie ga ngeyel dan lanjut tidur pasti sekarang bunda udah buat toko roti kayak keinginan bunda waktu itu"
"Jakie jahat ya? ngerebut impian bunda, merebut kesayangan ayah dan kakek"
"Bunda..."
"Jakie kangen bun"
"Jakie gamau dipukul"
"J-jakie ga ma-mau buat ayah selalu pulang m-mabuk bunda..."
Matanya berembun, bulir-bulir bening berdesakan ingin keluar dari kedua pelupuk matanya.
Dia sekarang tidak dalam keadaan yang baik-baik saja. Tidak memiliki tujuan yang pasti.
Menghebuskan nafasnya pelan saat pandangannya mulai menghitam. Tak sanggup menopang tubuhnya sendiri. Dia ambruk dan hilang kesadarannya.
Disisi lain seorang pria dengan rahang tegas tengah memandanginya dari jauh. Menatap pedih.
Sakit ketika melihat anaknya hancur berkeping-keping.
'Berapa banyak luka yang tertancap dihati putraku?'
Menyesali perbuatannya yang selalu menghujani perkataan kasar kepada putra semata wayangnya.
Perlahan kaki jenjang itu melangkah mendekati Jakie yang tergeletak lemas.
Mengusap pipi yang dulunya gembul, namun sekarang mulai menjadi rahang tegas seperti miliknya.
'Sekarang kamu sudah besar Jakie' Batinnya sambil mengelus rambut lebat Jakie
'Kamu bukan anak manja yang selalu meraung-raung ketika marah'
'Maaf, ayah tidak mengamati pertumbuhanmu dengan baik'
'Sayang, maaf kan aku yang lalai menjaga putra kita'
_____
"Maaf karena aku merampas kebahagiaan kalian"
.
.
.
.hai haiii
apa kabar semua??
semoga tetap sehat dan bahagia yaaa
vote dan komen yaa, sayangkuusee u chapter berikutnya
mwah💋☆☆☆