2

113 33 2
                                    

Dilempar kasar ke kursi besar dan panjang itu, Lamia merasa pantatnya nyeri. Dia menatap kesal ke arah Constantine yang menjadi pelakunya. Tapi saat pria itu memberikan pandangan balasan dengan alis terangkat sebelah, wajah Lamia langsung memudar warnanya dan segera sosok itu menunduk dalam. Lamia mengomel dalam hati.

Dia dipasangkan mahkota yang sangat besar sampai lehernya terasa sakit. Lamia bahkan harus menahan mahkota itu agar tidak membuatnya oleng. Itu membuat dia menjadi lebih berkerut dalam tubuh kecil dan sekarang mahkotanya juga besar.

Setelah mahota itu terpasang, semua orang yang masih hidup segera berdiri di depannya. Mayat-mayat sudah disingkirkan dan Lamia membutuhkan waktu untuk tidak mual melihat mayat-mayat itu. Rasanya perutnya dingin.

Semua orang berlutut di hadapannya, memberikan kata sambutan untuknya yang sudah menjadi kaisar baru. Tapi suara-suara yang didengar Lamia lebih banyak cemooh dan juga nada yang tidak sesuai dengan perkataannya.

Yang masih mendukung ayahnya tapi berada dalam kegelapan jelas tercoreng namanya karena Lamia. Yang mendukung penuh perdana menteri hanya bisa mengelus dada melihat kaisar baru yang lemah dan jelas berotak udang. Tidak ada yang puas dengan Lamia menjadi kaisar. Lamia tahu itu, dia menyadarinya. Lantas mereka mau apa, bukan dia atau mereka yang memutuskan ini. Melainkan pria yang berdiri di sudut menatap Lamia dengan penuh penasaran. Pria itu tidak melepaskan pandangan dari Lamia, seolah jika dia berkedip saja, maka Lamia akan hilang dari pandangannya.

Lamia berdeham, mengalihkan pandangan. Lebih baik memandang wajah tidak puas orang-orang itu dari pada memandang wajah Constantine yang seperti ingin menelannya hidup-hidup.

"Yang Mulia, saya melaporkan bahwa banyak kerugian yang terjadi setelah perang selesai. Semua orang membutuhkan bantuan, bagaimana menurut anda? Apa yang harus kita lakukan?" tanya salah satu menteri.

Lamia yang mendengarnya tercekat sendiri. Dia bodoh, haruskah dia katakan itu? Kenapa mereka malah menanyakan padanya soal sesuatu yang tidak pernah dia pelajari. "Kalau begitu, sepertinya harus ...." Mata Lamia memberikan pandangan ke arah Constantine. Dia membutuhkan bantuan dan hanya pria itu yang dapat memberikannya.

Constantine menaikkan miring sudut bibirnya. "Lakukan bantuan dengan pelan-pelan. Bantu yang lebih membutuhkan terlebih dahulu, terutama wanita dan anak-anak. Siapkan segalanya dari kas istana. Semua yang tinggal di istana harus berhemat."

"Ya, itu benar." Lamia menepuk tangannya dengan kuat.

Constantine memberikan pandangan tajam membuat Lamia segera berdeham dan menggaruk bagian belakang kepalanya dengan salah tingkah sendiri. Dia hanya mau mengapresiasi tapi malah berakhir mendapatkan pandangan mematikan.

Dan beberapa laporan yang masuk hanya perdana menteri yang menjawabnya. Membuat semua orang hanya menghela napas apalagi saat kaisar sendiri menguap beberapa kali seolah semalaman dia kekurangan tidur.

Semua orang sudah dapat melihat masa depan negeri yang akan hancur. Harusnya kalau memang mau memperbaiki negeri, kenapa harus mengangkat kaisar boneka. Lebih banyak pendukung yang memberikan dukungannya pada Constantine, dia harusnya yang naik tahta. Bukannya menjadikan kaisar tidak berguna duduk di sana memberikan mereka pengolokan.

"Yang Mulia, saya memohon anda mencabut jabatan perdana menteri Constantine Tartarus." Suara satu guru yang berada di ruang pertemuan itu. Sosok yang sejak tadi diam akhirnya mengangkat suaranya. Pandangannya jatuh dengan tekad bulat, sepertinya siap dengan kematiannya sendiri.

Wajah dingin Constantine semakin menyeramkan telihat.

Bibir Lamia bergetar, dia menatap guru itu dengan tidak percaya. Lamia mengenalnya, dulu sering bicara dengan ayahnya. Sekarang apa yang dia lakukan? Menyerahkan nyawa? "Aku ... Yang Mulia ini masih membutuhkan banyak pelajaran dari perdana menteri."

"Omong kosong!" teriak sosok bertubuh besar itu. "Constantine! Kau sudah menyandera kaisar dan membuatnya terlihat begitu menggelikan sekarang. Apa kau puas?"

Constantine tidak berkedip menatap padanya.

"Aku setia pada kaisar terdahulu, aku malu melihat keturunannya sekarang mengemis di kakimu. Sungguh memalukan menjadikan dia kaisar. Bahkan tujuh keturunan aku tidak dapat memaafkan diriku sendiri. Lebih baik mati dengan penuh harga diri dari pada kehilangannya." Pria itu kemudian meraih pedang salah satu prajurit yang berdiri di dekatnya dan segera menggorok diri dengan sangat keras sampai sepertinya dia ingin memutuskan lehernya sendiri.

"Tidak!" seru Lamia dengan wajah sepenuhnya pucat. Dia sudah berdiri dengan agak sempoyongan dan akhirnnya malah mahkotanya yang berat membuat dia hampir mencium lantai.

Constantine dengan sigap segera meraih tubuhnya, menggendong kaisar dengan kedua lengan kokohnya. Kemudian pria itu berdiri di sana dengan wajah dingin dan napas tenang yang mematikan. "Siapa pun yang merusak nama baik kaisar ke depannya, bunuh!"

Setelah mengatakannya Constantine yang memakai jubah hitam itu melangkah dengan menggendong kaisar. Dia membawa langkahnya pergi meninggalkan aula pertemuan dengan Lamia yang bahkan tidak dapat meminta Constantine menurunkannya. Dia terlalu takut untuk meminta dan tubuhnya juga menggigil dengan perut mual mengingat bagaimana pria tua itu mati mengenaskan. Yang lebih buruk, tangan pria tua itu sendiri yang mengakhiri kehidupannya. Bukankah mereka terlalu mengerikan pada diri mereka sendiri.

Constantine segera membawa Lamia ke bagian halaman utama istana. Di mana di sana kaisar harus tinggal. Dia mendudukkan Lamia di kursi dan segera menatap wajah pucat sosok tersebut.

"Bukankah terlalu akhir untuk bersikap ketakutan? Kau harusnya sudah melihat semuanya." Wajah dingin Constantine menunduk menatap wajah Lamia yang pucat pasi. Sosok itu bahkan memeluk lututnya sendiri setelah menaikkan kakinya ke kursi.

"Aku tidak melihat apa pun."

Wajah Constantine berkerut tidak yakin. "Kau tidak melihatnya?"

"Pelayan pribadiku membuatkan minuman untukku yang menghilangkan kesadaran. Kemudian saat aku membuka mata, hanya ada keheningan dan kain yang menutup mata. Jadi aku tidak benar-benar melihatnya." Lamia berkaca-kaca. "Dia sungguh mati?" tanyanya dengan bodoh.

Constantine mendengus. "Jika ada kejaiban leher terpotong dan bisa hidup, maka mungkin dia tidak mati."

Lamia menggigit jarinya dengan tidak percaya. Dia masih mengingat detail bagaimana pria itu mengakhiri nyawanya sendiri. Itu menjadi bayangan yang paling mengerikan sepanjang sejarah kehidupanya. Dia bahkan tidak berani memejamkan mata karena bayangan itu muncul lebih jelas saat dia menutup matanya.

Constantine tidak pernah merasakan ini sebelumnya. Merasa bersimpati dan tergugah pada ketakutan orang lain. Karena baginya, ketakutan hanya borok mengerikan yang harusnya tidak dimiliki manusia. Tapi tubuh menggigil Lamia dan bagaimana Lamia sekarang dipenuhi dengan ketakutannya, Constantine tidak bisa mengabaikannya. Dia menepuk-nepuk kepala Lamia dengan pelan. Dan tidak berapa lama, Lamia malah menjatuhkan kepala di atas perutnya.

Saat Constantine menengoknya, dia menemukan Lamia sudah jatuh tertidur. Itu membuat dia menggeleng dengan desahan.

Lady Emperor (RAB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang