Chapter 2

334 70 50
                                    

°°°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°°°

Hari ini Gael berjanji pada Tsanna untuk menjemput gadis itu di nail bar, pukul tiga sore.

Tetapi...

Dentingan dari ponselnya memecah fokus Gael yang saat itu baru saja hendak bersiap pergi. Dahinya mengerut membaca pesan dari Juna. Tawaran menggiurkan tentang sebuah project besar bersama artis papan atas, membuat Gael mau tidak mau memprioritaskan pekerjaannya dibanding Tsanna.

Gael berharap bahwa ia akan secepatnya menyelesaikan pertemuannya hari ini dengan klien barunya.

Sayangnya, seperti kebiasaannya. Lagi dan lagi Gael lupa mengabari Tsanna. Ketika pertemuan berlangsung, ia begitu asyik berbicara dengan Serena, seorang musisi ternama yang ingin menggunakan jasa Gael sebagai produser yang akan menangani album baru yang akan ia buat.

Berbicara tentang musik dengan Serena, membuat Gael seperti mendapat teman bicara yang cukup membuatnya nyaman, dan bisa mengimbanginya.

Tentu saja, satu hal yang bisa membuat Gael banyak berbicara, adalah semua hal tentang musik. Maka dari itu, meskipun Tsanna tidak terlalu memahami, ia selalu mendengarkan Gael, hanya untuk melihat beragam ekspresi dari lelaki yang biasanya datar itu, ketika menceritakan tentang mimpi-mimpinya di bidang musik.

Belum lagi, ia merasa begitu beruntung, karena nominal keuntungan dari kerjasama yang ditawarkan oleh Serena begitu besar. Lima miliar untuk project besar pertamanya, membuat Gael merasa senang bukan main. Selain memperluas koneksinya, ia juga bisa memenuhi impiannya satu persatu, termasuk—menikahi Tsanna.

Sementara Tsanna yang menunggu di nail bar miliknya, masih memandangi room chatnya bersama Gael yang masih bercentang satu.

Tsanna terkekeh miris, 'berharap apa sih gue sama lo? Paling-paling abis ini lo bakal alesan dapet klien yang ga bisa ditinggalin kan?' monolog Tsanna sendirian. Ia menghela nafasnya berat, 'gue nggak mau kekanakan, tapi gue, bener-bener cape...'

Kembali kepada Gael, lelaki itu tampaknya baru menyadari bahwa ia terlalu asyik berbincang dengan Serena, hingga melupakan bahwa jam kini sudah menunjukkan pukul enam sore. Bahkan, ia lupa mengabari Tsanna untuk menunggu sedikit lebih lama. 'Gaga tolol. Kebiasaan banget lupa ngabarin,' ucap Gael pelan.

Gael merogoh sakunya, dan membuka roomchatnya bersama Tsanna, dan menemukan sebaris pesan yang membuat lagi dan lagi ia mendengus kasar.

Sayang

| putus aja nggak sih? wkkwk

"Kamu kenapa Ga?" Tanya Serena.

Gael yang sedang membalas pesan dari Tsanna, menoleh sebentar pada Serena, dan tersenyum kecil, "nggak apa-apa." Jawab Gael singkat, ia mengambil napas dalam-dalam, dan menghembuskannya.

'Nggak apa-apa, nanti sampe apart gue peluk dia sampe bengep,' monolog Gael dalam hati.

°°°°°

Gael memasuki apartement mereka, dan mendapati suasana sudah begitu sepi dan hening. Tidak banyak berpikir, langkahnya dengan cepat ia bawa menuju kamar, berharap Tsanna masih menunggunya di dalam sana. Gael menghela napas lega, sebab seperti perkiraannya, Tsanna sudah ada di kamar mereka. Namun bedanya, Tidak lagi ada sambutan dari Tsanna seperti biasanya—kali ini tidak biasa, Tsanna sudah terlelap dibalik selimut.

Gael berjalan pelan mendekati ranjang, sedikit merunduk, kemudian mengusap helaian surai Tsanna yang berjatuhan di wajah cantiknya. "Sayang," panggil Gael lembut.

Tidak butuh waktu lama, Tsanna mengerjapkan matanya pelan, kemudian duduk dan menyambut Gael dengan senyum tipis di wajahnya. "Baru pulang?" Tanya Tsanna, dengan suaranya yang serak.

Tidak ada nada sarkas didalamnya, hanya sekedar bertanya, bukan bertengkar sama seperti ketika Gael mengingkari janji mereka.

"Sayang, soal tadi, gue—"

"It's okay," potong Tsanna. "Lo udah makan? Mau gue masakin mie instan? Gue nggak masak hari ini." Tsanna terlihat mengalihkan pembicaraan, dan hal seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya, selama mereka berpacaran.

"Sa, soal WA lo tadi—"

"—WA apa?"

Gael merogoh ponselnya untuk melihat roomchatnya bersama Tsanna. Tetapi bubble pesan menyakitkan itu sudah tidak ada lagi di dalam sana.

"Kenapa dihapus, hm?" Tanya Gael seraya mengusap surai Tsanna dengan lembut.

Tsanna tertawa kecil, "nggak apa-apa. Gue cuma salah ketik aja tadi. Pas gue baca lagi, emang bener gue tuh impulsif ya, Ga? Terlalu besar-besarin masalah sepele. Cuma perihal waktu doang, sepele banget," ucap Tsanna tertawa miris.

"Sorry, kalo terkadang gue terlalu kekanakan. Gue coba—berubah. Pelan-pelan." Ucap Tsanna begitu pelan.

"Babe..."

"I'm okay, really. Makan ya? Atau mau delivery aja? Gue nggak masak hari ini." Ucap Tsanna.

Sayangnya Gael memang sulit untuk mencerna keadaan Tsanna saat ini. Pandangannya terlalu lurus, tidak berpikir jika apa yang ia perbuat justru membuat Tsanna, terluka. Dan kini, ia malah menambah luka itu, lagi.

"Gue udah makan di studio. Tadi, gue dapet klien gede. Makanya gue super excited banget pas meeting. Serena, lo tau kan? Penyanyi terkenal itu minta gue yang handle project album baru dia. Feenya lumayan buat modal nikah kita, dan setidaknya bisa beli apart kecil, meski nggak segede disini. Exposure dari dia juga bisa besarin The Gloss."

Membicarakan soal pekerjaan, apalagi musik membuat Gael melupakan bahwa ada hati yang masih belum sembuh dari rasa kecewanya. Gael terus bercerita tentang apa yang ingin ia lakukan, dan rencana-rencananya di masa depan. Dan Tsanna hanya sebagian kecil dari rencananya. Ingin menikah? Semua orang pasti senang jika sang kekasih mengatakan hal tersebut. Tetapi Tsanna?

"Congrats, then. Gue juga lagi nabung mau luasin studio. Mungkin buat nambah meja, atau bikin spot untuk pedicure juga keren kayanya ya, Ga?" Tanya Tsanna, sengaja memancing apakah Gael bangga atas pencapaian Tsanna—seperti Tsanna yang selalu bangga atas segala pencapaian Gael, baik itu hal kecil sekalipun.

Tetapi seperti biasanya, Gael tidak terlalu mengindahkannya. Seperti angin lalu, benar sekali. Seolah apapun yang dilakukan Tsanna, tidak berharga sama sekali.

"Keren. Terus tadi lo tau nggak? Gue kira Serena tuh cewe yang sombong. Awal ngeliat mukanya itu gue kira anaknya judes banget, tapi pas ngobrol, gue ngerasa nyambung. Dia dengerin gue sampe kelar bicara. Smart. Soal musik? Kita klop banget. Makanya gue sampe lupa, tiba-tiba udah jam enam aja," ucap Gael tergelak.

Tsanna terkekeh hambar. "Wow, keren banget. Cantik?"

Gael mengangguk, "mana laku kalo ngga cantik di entertain Sa," Gael membawa Tsanna dalam dekapannya, kemudian berbaring dengan kepala Tsanna yang ia letakkan di atas dada bidangnya.

Gael masih terus bercerita, sementara seperti biasanya Tsanna akan menjadi pendengar yang baik.

Lalu, sampai kapan akan seperti ini? Apakah semuanya akan terus berjalan baik jika semuanya hanya sepihak saja?

After We Broke Up [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang