Chapter 5

285 58 45
                                    

Tsanna menangis dan meringis ngilu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tsanna menangis dan meringis ngilu. Malam itu Gael benar-benar menciptakan neraka yang untuk pertama kalinya ia rasakan dari seorang kekasih yang ia kira tidak akan pernah berlaku demikian. Berkali-kali Gael menekan rahang Tsanna agar gadis itu berhenti menangis.

Tsanna benar-benar kesakitan, sebab Gael menggagahinya tanpa perasaan. "Kurang apa Sa? huh? Semuanya... gue lakuin... demi... Tsanna..."Gael melemaskan menggeram, tak lama ia melemaskan cengkeraman jemarinya pada leher Tsanna, kemudian menarik sang kekasih dalam dekapannya seraya menyelesaikan dengan cepat pelepasannya yang sudah hampir tiba—kali ini terasa lebih lembut daripada detik sebelumnya.

Sementara Tsanna... tidak merasakan kenikmatan apapun selain perasaan—sakit. Hati dan juga fisik.

Sedikit perubahan ekspresi gadis itu, berjengit ketika Gael mengulang sekali lagi. Tidak sekasar pertama kali, perlahan, lalu menguat, kembali pelan, berulang-ulang. Namun ekspresi Tsanna tetap sama. Kosong. Sebab saat ini, ia merasa begitu... kecewa.

°°°°°

Tsanna telah bersih, pakaiannya sudah berganti dengan piyama satin berwarna putih susu kesukaannya. Gadis itu sudah terlelap setelah Gael membersihkan dia yang sangat lemas dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Sementara Gael saat ini, sudah menghabiskan hampir satu bungkus rokok di balkon kamar mereka. Dua jam merenung sendirian, kini lelaki itu memilih masuk, dan mendapati sang kekasih yang tertidur dengan posisi meringkuk, wajah sembab dan sedikit gemetar. Sayangnya Gael masih diliputi emosinya. Jiwa superior dalam dirinya amat menentang apa yang dilakukan Tsanna hari ini.

'Gue marah. Tapi gue nggak mau kehilangan lo. Mungkin ini pertama kalinya lo liat gue kaya monster. Tapi gue ngelakuin itu semua, biar lo jera, Sa. Nggak ada yang boleh milikin lo selain gue, Sa. Even cowo tadi sekalipun.' Ucap Gael bermonolog.

Ia berpindah ke sisi ranjang yang lain, ikut berbaring menghadap Tsanna, kemudian mengusap pipi kekasihnya dengan lembut. 'Gue kurang apa Sa? Gue udah ngelakuin semuanya... buat lo. Kenapa harus selingkuh? Hal yang harusnya nggak bisa gue tolerir, tapi mau nggak mau harus gue maafin, karna gue sama sekali nggak mau kita berakhir. Gue sayang banget sama lo. Sayang banget, Sa.'

Gael menarik Tsanna dalam dekapannya. Hal yang selalu ia lakukan selama mereka tinggal bersama, tidur dengan Tsanna yang terlelap dalam pelukannya, menghidu harumnya Tsanna yang begitu menenangkan, hingga ia ikut jatuh terlelap mengarungi mimpi. Setiap hari, Gael melakukan itu setiap hari. Terutama ketika ia sedang merasa lelah-lelahnya.

°°°°°

Esok harinya...

Tsanna bangun lebih siang hari itu. Biasanya ia akan bangun lebih dulu, dan menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Sudah pukul sepuluh, Tsanna menggeliat pelan, meringis saat merasakan tubuhnya seakan remuk dan begitu sakit. Ia mengusap wajahnya kasar setelah berhasil membawa tubuhnya untuk duduk, dan melihat tidak ada presensi Gael di sebelahnya, ataupun di sekitar kamar.

Tangannya bergerak menggelung surainya yang berantakan, kemudian dengan langkah ia malas turun dari ranjang, untuk mencuci muka dan menggosok gigi.

Setelahnya Tsanna memilih untuk keluar dari kamar, dan terkejut mendapati sebuah bouquet bunga mawar besar dengan paper craft hitam sebagai penghiasnya, berada di sofa ruang tamu apartemen kecil mereka.

Dahi Tsanna mengerut, sebab selama tiga tahun berpacaran, Gael tidak pernah bersikap se romantis ini.

'Mau minta maaf? Tumben pake bunga?' monolog Tsanna.

Kakinya hendak melangkah, hampir sampai pada sofa, namun sontak terhenti ketika mendengar sebuah suara yang menginterupsinya. Siapa lagi? Itu jelas Gael.

"Udah bangun?" Belum sempat Tsanna menyentuh bouquet mawar itu, ia menoleh pada Gael yang terlihat sudah rapi, seperti bersiap-siap untuk pergi. "Gue harap lo jera, dan nggak bakalan berani ngulangin kesalahan lo lagi, Sa."

Tsanna mengernyit bingung, sungguh ia benar tidak bisa mengartikan bagaimana sikap Gael, terlihat marah, namun ia membelikan—bunga? Gael sedikit menggeser Tsanna untuk mengambil buket bunga itu, kemudian menoleh pada Tsanna.

"Gue pergi duluan, hari ini Serena peresmian salonnya yang baru buka cabang ke 10 di Vettile.

'Ah, ternyata buat Serena?' Tsanna tertawa miris dalam hati.

"Oke." Jawab Tsanna datar.

Hendak berbalik memasuki kamar, langkah Tsanna terhenti lagi ketika Gael berbicara. "Lo tau kan? Gue kerja keras buat lo, buat masa depan kita. Target gue, tahun depan kita nikah, Sa."

Tsanna tertawa pelan, akan tetapi ia tidak berbalik untuk melihat Gael. "Kita?" Tanyanya pada Gael.

"Tsanna..."

Kali ini Tsanna berbalik untuk melihat Gael. "Pikirin dulu Ga, mau nikahnya sama Tsanna, atau Serena?"

Gael mengernyitkan dahinya bingung, "maksud lo apa? Lo cemburu sama Serena?" Tanya Gael terkekeh sinis. Dahinya mengerut tak menyangka dengan apa yang dispekulasikan oleh Tsanna. "Lo ngga tau kerja sama bareng dia itu adalah project gede pertama gue, Sa. Semuanya, bisa menuhin impian gue, besarin studio, bisa buat gue nikahin lo. Kenapa lo harus cemburu sama orang yang sama sekali nggak pantes lo cemburuin?!"

"Yang lain aja Ga, jangan gue. Siapapun yang menurut lo pantes buat lo, ngimbangin lo, bisa buat lo nyaman, dan bisa bikin lo punya waktu karna lo nyambung bicara sama dia. Entah itu Serena, atau siapapun. Asal, bukan gue." Ucap Tsanna.

"Sasa—"

"Gue udah nggak kuat Ga, gue... mau putus." Ucap Tsanna, berusaha tidak mengeluarkan isak ataupun airmata, kendati suaranya terdengar gemetar.

Gael menggeleng kuat, buket mawar ditangannya terjatuh ke atas lantai. "Lo ngomong gini karna dia kan? Cowo yang nganterin lo semalem?" ucap Gael sinis. Lelaki itu menyeringai, "Berapa lama lo kenal dia? Sampe lo bisa berubah total dan ngelupain tiga tahun kita, Sa?!"

"Nggak ada hubungannya sama dia."

"ADA!" Bentak Gael. "Lo nggak mungkin tiba-tiba mutusin gue, kita baik-baik aja?? Selain masalah lo tadi malem, kita baik-baik aja, Sa? Gue nggak mau!"

Namun Tsanna tetap kekeuh pada pendiriannya, "please..." mohon Tsanna, kali ini, sebulir air mata jatuh di pipi putihnya. "Gue... nyerah..."

After We Broke Up [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang