Chapter 1

438 75 40
                                    


°°°°°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°°°°°

Dua tahun belakangan, Tsanna dan Gael tinggal bersama di apartemen yang sama. Hari ini mereka mengulang untuk ketiga kalinya, perayaan anniversary mereka. Namun sama dengan tahun-tahun sebelumnya, apa yang di tunggu Tsanna sejak detik pertama jarum panjang itu melewati angka dua belas di tengah malam, hingga saat ini, sudah lewat dua puluh satu jam berikutnya, tidak ia dapati sama sekali apa yang ia harapkan.

Lelaki itu, Gael, masih sibuk di mengerjakan dengan serius pekerjaannya di studio yang ia letakkan di dalam salah satu kamar, di apartemen yang mereka sewa.

Sudah tiga jam Tsanna duduk menunggu di sofa studio, menunggu apakah ada sebaris ucapan dari kekasihnya? Tidak lagi ia berharap akan ada sepotong kue, apalagi sebuah candle light dinner. Matanya nanar menatap lelah punggung lelakinya yang tampak membungkuk, memperhatikan barisan not yang ia pindahkan ke layar monitor, menekan barisan tuts yang membentuk alunan melodi baru, yang akan ia satukan menjadi sebuah instrumen. Satu sudut bibir Tsanna tertarik, dengan netra yang mulai berkaca-kaca.

Perempuan itu tertawa miris, ia benar-benar ... kelelahan.

'Lo lupa lagi ya Ga? untuk ketiga kalinya, lo lupa lagi.' Batin Tsanna, dengan wajah yang tersenyum miris. Semuanya selalu tentang musik, apa gue nggak sepenting itu? Atau jangan-jangan... selama ini gue cuma jatuh cinta sendirian?

Amat manusiawi. Apa yang dirasakan Tsanna adalah suatu hal yang normal dirasakan oleh rata-rata perempuan yang ada di muka bumi. Tidak banyak yang ia inginkan, hanya sekedar ucapan saja. Namun mengingat pribadi Gael yang begitu datar—rasanya mustahil sekali kalimat selamat itu keluar dari bibir lelaki itu. Jangankan ucapan, bahkan pernyataan cinta yang Tsanna ucap setiap hari, hanya berbalas dehaman singkat sebelum lelaki itu melanjutkan kegiatannya, lagi.

Lelah, Tsanna menghembuskan nafasnya berat. Apakah ini akan berakhir sama seperti tahun-tahun sebelumnya? Dimana mereka akan bertengkar lagi... dan berakhir di tempat tidur?

Gael yang mendengar suara pintu terbuka dan tertutup kembali, mendengus kasar melihat Tsanna yang keluar tanpa memberikan kecupan dan pelukan selamat malam seperti biasanya.

Lelaki itu mengusap wajahnya kasar, "kenapa lagi hadeh... dari tadi diem, dan sekarang masuk kamar tanpa pamit. udah udah pasti malem ini ribut lagi," monolog Gael sambil terkekeh miris.

Lelaki berkulit pucat itu membuka headphone nya, lalu mematikan peralatan kerjanya untuk menyusul sang kekasih ke dalam kamar. Sesampainya di kamar, Gael melihat Tsanna yang sudah berbaring memunggunginya, dengan mata yang terpejam.

"Gue tau lo belum tidur," ucap Gael datar. Namun tak ada jawaban dari Tsanna. "Sa..." panggilnya sekali lagi. Gael terkekeh miris, sebab ia mendengar sebuah isakan dari Tsanna, "bisa nggak jangan kaya bocah? umur lo udah 22, please jangan buat suatu hal yang sepele jadi rumit." ucap Gael malas.

Mendengar hal itu, Tsanna bangkit dan menoleh kepada Gael dengan mata yang menyipit tajam. "Masalah mana yang lo anggep sepele?" Tanya Tsanna sinis, "masalah mana gue tanya?" Tanya Tsanna, seraya mengusap kasar air matanya.

Mendengar pertanyaan Tsanna, Gael hanya bisa diam tak bisa menjawab apa-apa. Sebab, ia bukanlah sosok lelaki yang peka dan perasa. Ia terlalu realistis sehingga tak mengerti apa yang tengah dirasakan oleh Tsanna.

Gael menghela nafasnya, kemudian berjalan menghampiri Tsanna yang masih saja meneteskan air mata di pipi putihnya. Ia menarik gadis itu dalam dekapannya. Pelukannya, seolah menjadi penyembuh paling ampuh, yang membuat Tsanna selalu kalah dan melupakan segala hal yang membuat ia merasa kesal dengan Gael. Kendati, ia tetap meluapkan amarahnya dengan menangis dalam dekapan sang kekasih.

"Lo kapan sih bisa inget tentang kita? Kapan lo bisa lebih prioritasin gue daripada musik-musik lo yang nggak pernah ada habisnya? Lo kebanyakan ngabisin waktu di studio, sampe lo lupa kalo lo punya gue—"

"Kapan gue lupa sama lo? Kita tiap hari bareng, meski gue di studio, tapi kita tetep ketemu." Tanya Gael. Ia menangkup wajah Tsanna yang sudah berantakan oleh air mata, "bilang sama gue, gue harus gimana lagi, Sa?"

Nafas Tsanna terdengar tersendat-sendat, ia mengusap hidungnya yang telah memerah, "lo lupa... ini hari anniversary kita yang ketiga. Dan lo, lupa untuk ketiga kalinya, Gaga..." ucap Tsanna terisak, dan tersendat-sendat.

Gael mengeratkan mata sabitnya, dahinya berkerut merutuki kebodohannya. Lagi dan lagi, mengapa ia harus melupakan hal tersebut? Bukannya ini sudah menjadi kebiasaan mereka, bertengkar di setiap hari anniversary, hanya karena Gael melupakan hari yang menurut Tsanna penting?

"Maaf." bisik Gael begitu pelan di telinga Tsanna.

Lagi dan lagi satu kata itu selalu diterima oleh Tsanna. Meskipun tetap saja, kecewa tetap dirasakan oleh gadis itu. Tetapi berbeda dengan Tsanna tahun-tahun sebelumnya, dimana setiap kata maaf dari Gael sudah cukup membungkus rasa kecewa, terlupa di keesokan harinya, membuat  Tsanna melupakan segalanya, dan terulang lagi di tahun depan, kali ini maaf Tsanna adalah berbentuk sebuah... kesempatan.

"Lo sayang nggak sih sama gue, Ga?" Tanya Tsanna sesak sekali.

"Kalo nggak sayang, nggak mungkin kita sampe tiga tahun, Sa. Lo tau sendiri kan, gue lagi berjuang buat besarin studio gue. Ini semua juga buat kita. Maaf, kalo gue nggak bisa elaborate perasaan gue dengan benar. Gue udah berusaha semaksimal yang gue bisa, Sa."

"Dalam setahun, gue cuma minta satu hari dari lo. Bukan sepotong kue, bunga, atau candle light dinner, tapi cuma buat ngucapin aja lo berat banget. Apa gue nggak sepenting itu?"

Gael menghembuskan napasnya kasar, "okay, one day in a week? How?" Tawar Gael pada sang kekasih, seraya mengusap lembut punggung Tsanna.

Tsanna menatap serius kepada Gael, lalu menggeleng. "Tahun lalu bahkan lo janjiin gue sebulan sekali, dan nggak terealisasi. Sekarang seminggu? Lo becanda?" Kekeh Tsanna miris. "Jangan janjiin sesuatu yang belum tentu bisa lo tepati, ntar kalo gue kecewa—gue salah lagi," lanjut Tsanna.

Gael menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "weekend ini, kita ke pantai. Gimana?"

"gue nggak mau di boo—"

"I swear, gue nggak bakalan boong. Percaya sama gue ya, Sa? Seenggaknya kali ini, please?" ucap Gael lembut.

Tsanna mengangguk pelan, ia menarik garis senyum di bibirnya, dan menatap sang kekasih dengan lembut. Gael membalas senyum Tsanna, mengusap pipi putih sang kekasih, sebelum mereka berdua larut dalam sebuah ciuman yang teramat dalam.

Lagi, bercumbu setelah bertengkar selalu berakhir dengan sebuah pergulatan panas yang membuat keduanya sama-sama tersengal.

"Please... Gaga..." Tsanna terisak dengan jemari yang mencengkeram lengan Gael, memohon lelaki itu agar berhenti. Namun lelaki itu menggeleng kuat.

"Sekali lagi." Ucap Gael. Dan itu adalah—sebuah perintah.

Lagi... terulang kembali seperti tahun-tahun sebelumnya, bertengkar dan berakhir di tempat tidur. Namun, apakah esok hari semua akan terlupa, seolah tidak ada yang terjadi malam ini?

Tsanna memeluk Gael dengan erat, 'lo bisa ninggalin gue berhari-hari di studio, dan dateng kalo lagi pengen doang. Tapi... gue coba percaya sekali lagi... meskipun ini udah kesekian kalinya. Gue coba sekali lagi Ga...' batin Tsanna, kemudian mengecup pucuk kepala lelaki yang ia sayangi, yang sudah terlelap dalam dekapannya.

After We Broke Up [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang