Malam Tak Berkesudahan

1.1K 13 0
                                    

Namun sebelum ia bisa bergerak lebih jauh, Budi tiba-tiba mencengkram kerah polo putihnya dan menariknya mendekat.

Bibir mereka bertemu dalam ciuman yang intens. William terkejut sesaat, namun segera membalas. Lidah mereka bertautan, bertukar kehangatan dan kelembaban. Tangan Budi mendorong pintu hingga tertutup, memenjarakan mereka berdua dalam ruangan yang dipenuhi gairah.

William mendorong Budi ke dinding, tangannya menelusuri tubuh pria itu di balik kemeja flanel biru tuanya. Jemarinya menemukan celah di antara kancing, menyentuh kulit Budi yang panas dan berkeringat.

 Jemarinya menemukan celah di antara kancing, menyentuh kulit Budi yang panas dan berkeringat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Budi mengerang pelan, tangannya meremas rambut William. Ia bisa merasakan detak jantung William yang sama cepatnya dengan miliknya. Perlahan, tangannya turun, menyusuri punggung William hingga ke pinggangnya.

Ciuman mereka semakin dalam dan menuntut. William menarik tubuh Budi lebih dekat, menghapus jarak di antara mereka. Ia bisa merasakan kehangatan tubuh Budi melalui kaos polonya yang tipis.

Tangan Budi kini bermain-main dengan ujung kaos William, perlahan menyusupkan jemarinya ke balik kain. Kulit William terasa panas di bawah sentuhannya, membuat Budi semakin berani mengeksplorasi.

William melepaskan ciuman mereka, napasnya terengah-engah. Matanya bertemu dengan mata Budi, dipenuhi hasrat dan keragu-raguan. "Bud, apa kamu yakin?"

Budi mengangguk, tangannya masih berada di balik kaos William. "Ya, Will. Aku yakin."

Dengan itu, William kembali mencium Budi, kali ini lebih lembut namun tak kalah menggairahkan.

Ciuman mereka semakin intens, lidah bertautan dalam tarian panas. Tangan Budi menelusuri punggung William, merasakan otot-otot yang menegang di bawah sentuhannya. William mengerang pelan, suaranya teredam oleh ciuman mereka.

Dengan gerakan cepat, Budi melepaskan kaos polo William, memperlihatkan dada bidang dan perut rata yang sedikit berbulu. Kulit William yang putih kontras dengan nipple kecoklatannya yang mengeras. William pun tak mau kalah, jemarinya dengan cekatan membuka kancing kemeja flanel Budi, mengekspos tubuh atletis berwarna sawo matang yang mengkilap oleh keringat.

"Mmh... Bud," desah William saat Budi menciumi lehernya.

Tangan mereka bergerak turun, saling membuka ikat pinggang dan resleting celana. Celana jeans Budi dan celana chino William jatuh ke lantai, menyisakan celana dalam yang sudah menggembung menahan gairah.

William menatap Budi dengan mata sayu, napasnya terengah. "Bud... aku... sudah lama nggak..."

Budi mengangguk, memahami. "Aku juga, Will. Kita pelan-pelan saja."

Dengan lembut namun penuh gairah, Budi mendorong William hingga terbaring telentang di atas kasur. Dada bidang William kini terpampang jelas di hadapan Budi, naik turun dengan cepat seiring nafasnya yang memburu. Tanpa ragu, Budi menunduk dan mengulum salah satu puting William, lidahnya bermain-main di sekitar areola yang mengeras.

Train, I'm in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang