Sudah satu bulan semenjak kejadian dimana Kathrina meninggal kan Gita di parkiran sekolah milik nya, gadis itu sama sekali tidak menghubungi nya. Bahkan untuk sekedar spam telepon atau hal yang lain nya.
Kathrina merasa senang, sebab selama satu bulan dirinya bisa bebas untuk kemana saja tanpa adanya larangan dari siapapun, terutama Gita.
Mau pergi bersama siapa dan dimana pun kini tidak menjadi beban pikiran untuk nya. Inti nya selama satu bulan ini dirinya merasakan kebebasan setelah satu tahun harus berurusan dengan perempuan berwatak dingin itu.
"Makasi ya Hen!" Seru Kathrina yang di balas acungan jempol oleh orang yang ia seru kan.
Mahen, laki-laki yang seminggu ini di kabarkan dekat dengan Kathrina kini mengantarkan Kathrina pulang. "Sama-sama cantik." Balas Mahen dan menjalankan motor nya lalu melenggang pergi dari kediaman Baskara.
Kathrina tersenyum senang, "Bahagia banget gue anjir! Eh tapi ka Gita kemana ya?" Monolog nya.
"Bodo, peduli apa gue? Yang penting gue bebas!" Seru nya dan masuk kedalam rumah megah nya itu.
BRUK!
"ARGH...."
•••
Di sebuah kamar gelap yang hanya diterangi oleh cahaya bulan yang menembus tirai yang sedikit robek, seorang gadis terbaring di atas kasur tua yang usang. Suasana di sekitar dipenuhi dengan aroma keringat dan kecemasan. Tangan dan kakinya terikat dengan tali, sementara mulutnya terbungkam oleh kain yang diikat erat.
Gadis itu ialah Kathrina. Dengan mata penuh ketakutan, terus-menerus menatap ke arah pintu yang tertutup rapat. Setiap kali Kathrina mendengar langkah kaki di luar, rasa takutnya semakin membuncah. Dia tahu bahwa perempuan yang mengurungnya—perempuan dengan obsesi yang mendalam akan segera kembali. Obsesinya terlihat dalam setiap benda di kamar: foto-foto gadis itu yang terpajang di dinding, surat-surat cinta yang terlipat rapi, dan barang-barang pribadi yang telah diambil tanpa izin.
Dalam keheningan kamar, hanya terdengar desahan lembut dari gadis itu dan suara-suara langkah kaki Gita yang terus berputar di memori otak nya, membuat setiap detik terasa seperti siksaan. Kathrina berdoa dalam hati agar ada jalan keluar dari situasi mencekam ini, dan berharap bahwa suatu hari, dia akan bisa meninggalkan kekangan yang mengikatnya dan melarikan diri dari belenggu obsesi yang membelenggunya.
Ketika Gita, seseorang yang mengurungnya kembali memasuki ruangan, suasana segera berubah. Dengan langkah tenang dan penuh percaya diri, Gita mendekati Kathrin yang terikat dan tak berdaya, senyum misterius terukir di wajahnya. Gita mulai membelai rambut gadis itu dengan lembut, seolah-olah menenangkan anaknya sendiri. Gadis itu merasakan tangan lembut tersebut, namun sentuhan itu tidak mampu menghilangkan rasa takutnya.
"Bagaimana hari ini, sayang?" tanya Gita dengan nada penuh ejekan yang tampaknya memiliki sedikit rasa puas yang Gita rasakan. Dia menurunkan kain yang menutupi mulut Kathrina, membiarkannya bisa berbicara. Gita mengangkat dagu Kathrina agar bisa melihat wajah gadis itu, mata yang penuh kecemasan mencoba mencari harapan dari wajah Kathrina.
"Kenapa kamu gini? Apa yang kamu mau dari aku, Git?" Suara Kathrina bergetar, penuh dengan rasa takut dan kebingungan.
Gita terkekeh pelan, seolah-olah pertanyaan itu sangat lucu baginya. "Aku cuma mau kamu nurut sama aku, Kathrina. Aku hanya ingin kamu mencintaiku seperti aku mencintai kamu," Jawabnya dengan nada penuh pengertian yang salah kaprah.
Gadis itu menatap perempuan itu dengan mata penuh air mata. "Aku udah ga cinta sama kamu, Gita! dan aku ga mau terus sama kamu di sini," katanya dengan penuh keteguhan, meskipun suaranya hampir tak terdengar.
Dengan emosi yang tersisa, Gita mendekat lagi, wajahnya kini sangat dekat dengan wajah Kathrina. "Kita bisa memulai semuanya dari awal," katanya dingin. "Aku sudah menyiapkan segala sesuatunya. Hanya kita berdua di sini, dan tidak ada yang bisa mengganggu kita."
Mendengar kata-kata itu, Kathrina merasa hatinya semakin berat. Dia berusaha mencari cara untuk melepaskan diri dari belenggu yang mengikatnya, tetapi semua usaha itu tampaknya sia-sia. Rasa putus asa semakin menyelimuti pikiran Kathrina.
Gita menyentuh pipi Kathrina dengan lembut dan, dengan senyum penuh harapan, berjanji bahwa semuanya akan menjadi lebih baik. Namun, Kathrina tahu bahwa janji-janji itu hanyalah ilusi. Selama Gita terus menyimpan obsesi dan kontrolnya, harapan untuk kebebasan terasa semakin jauh. Gadis itu hanya bisa menunggu, berdoa, dan berharap bahwa suatu hari dia akan menemukan jalan keluar dari situasi mencekam ini.
Entah apa yang ada di pikiran Gita, namun satu hal yang pasti. Kathrina tidak menyangka Gita akan senekat ini, sungguh semua ini sangat jauh dari perkiraan nya.
Gita tertawa pelan, "Sudah cukup satu bulan aku nahan cemburu, Kath. Sekarang waktu nya kamu nerima konsekuensi nya." Ucap Gita dengan senyum miring yang menghiasi wajah nya itu.
Kathrina menggeleng cepat, "Kamu mau ngapain? Jangan macem-macem Git!" Panik Kathrina.
Gita tertawa kencang, suara tawa nya itu menggema di ruangan yang sempit ini. "Macem-macem? Bukan nya dari dulu aku udah gini ya, Kathrina?" Jawab Gita yang terdengar seram di telinga Kathrina.
"Aku ga mau dengerin alasan apapun, Kathrina. Intinya kamu milik aku malam ini." Ucap Gita yang membuat Kathrina lagi lagi panik.
•••
up? komennn boskuuu