[25]

4 0 0
                                    


Kak," kata Kana memohon. "Sudahlah. Kakak bilang tadi itu salahmu."

Lisa yang terlihat sangat marah sedang menuangkan anggur baru ke gelas, lalu menuangkan sedikit obat pencahar dan mengaduknya dengan cukup emosi.

Kana melirik sekitar ruang persiapan yang sedang sepi karena pesta hendak selesai dan banyak pelayan sedang mengantar dessert terakhir.

"Kau akan terkena masalah yang lebih besar dari ini," lirih adiknya.

"Yang kena masalah adalah pria itu, Kana. Pelanggan brengsek dari Klub-ku saja tidak ada yang sampai menamparku begitu! Kau harus dengar bagaimana dia mengancamku tadi. Erg! Dia benar-benar brengsek!"

Lisa segera menaruh gelas wine itu ke nampan praktis bersama bolu gulung cokelat dan berniat menghampiri pria yang tadi.

Tak butuh waktu untuk menemukannya, behubung pria itu dan pasangannya sedang berbincang bersama Duchess Layla.

Wanita itu menghampiri, memberi salam hormat yang sedikit lebih lama dari biasanya. Pria itu menunjukkan wajah tak suka, ditambah pasangannya yang menatap malas ke arah lain, memilih tuk tidak melihat Lisa.

"Tuan, sebagai permintaan maaf saya—"

"Tak usah. Apa pun yang kau lakukan tidak akan bisa membatalkan apa yang terjadi. Gara-gara kau mengotori wajahku ...."

"Apa yang terjadi, Tuan Cass?" tanya Layla.

Pria yang bernama Cassian itu menggeleng pelan, mencoba mengontrol diri di depan Layla meski dia sudah menunjukkan sisi agresifnya tadi. "Tidak. Bukan hal besar. Pergilah. Aku tidak butuh minuman lagi."

Lisa tidak berkutik. Dia mengulurkan nampan sedikit lebih dekat ke Cassian, lalu menundukkan kepala.

"Sepertinya pelayan ini tidak akan pergi sebelum kau mengambil anggur dan kue itu," kata Layla.

Cass menahan muaknya sembari meraih segelas anggur. Pasangannya langsung mengambil gelas itu darinya. "Kau sudah minum banyak. Biar aku saja."

Wanita itu meneguk anggur, Lisa memperhatikan sejenak. 'Biarlah. Mereka berdua sama-sama mengesalkan'. Setelah itu dia permisi pergi.

Gelas sudah tandas, Lisa kembali ke ruang persiapan yang saat ini hanya ada dirinya. Senyumnya merekah membayangkan wanita tadi akan mengalami sakit perut. Dosis yang dia taruh tak sebanyak untuk membuatnya buang air besar terus-menerus atau mual.

Mendadak dia lihat kalungnya bersinar dari balik baju.

"Sial—" Lisa segera menaruh nampan, mencari tempat untuk bersembunyi dan akhirnya masuk ke lemari berisi sapu, alat pel, dan alat kebersihan lain di dalamnya.

Dia mengeluarkan kalung, menatapnya horor. "Jangan, jangan, jangan! Jangan bertingkah, sekarang bukan waktunya—"

Lisa melihat lewat sihir kristal kalung, seorang wanita tua yang memakai kalung kristal hijau sedang duduk meringkuk di tembok dekat tangga beton di area jemuran. Wanita itu membelalak takut sembari menggenggam kristal kalung yang bersinar. Di area belakang kastel, tak jauh dari tempat menjemur itu, Let. Jen. Edgar melangkah ke ujung belakang, melihat tiang-tiang jemuran yang kosong, lalu terdiam di sana seolah sedang memastikan sesuatu.

Kristal berhenti bersinar. Lisa menutup mulutnya, tenggelam dalam kebingungan. Dia membuka lemari alat kebersihan, mengageti tiga pelayan yang membereskan nampan.

"A-alice?"

"Ya ampun, kenapa kau ada di dalam sana?"

Lisa tak menjawab, dia segera pergi ke ruang dansa, mencari kedua adiknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Bright Life of Isla [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang