2

122 9 0
                                    

Kerajaan Altare selalu bersinar terang, namun sinar paling cemerlang berasal dari dalam istana, di mana Kaisar Aether dan Permaisuri Isolde memusatkan seluruh perhatian mereka pada Renjun, putra pertama mereka yang lahir setelah penantian panjang selama 13 tahun pernikahan. Bagi mereka, Renjun adalah permata paling berharga, anak yang membawa harapan dan kebahagiaan tiada tara.

Setiap pagi, sebelum mentari sepenuhnya meninggi, Kaisar Aether sudah duduk di meja makan besar di ruang makan utama. Makanan lezat dari seluruh penjuru kerajaan disajikan di atas meja, namun perhatian Kaisar hanya tertuju pada Renjun yang duduk di depannya. Renjun, yang masih mengantuk, mencoba menahan kantuknya dengan menyeruput teh hangat yang disediakan oleh pelayan-pelayan istana.

“Bagaimana tidurmu tadi malam, Renjun?” tanya Kaisar Aether dengan nada lembut namun penuh wibawa.

“Baik, Ayah. Tapi aku bermimpi aneh,” jawab Renjun pelan, matanya masih setengah terpejam.

Permaisuri Isolde yang duduk di samping Renjun, segera meraih tangan putranya. “Mimpi apa, sayang? Apa kau takut?”

Renjun menggeleng. “Tidak, Bu. Hanya mimpi tentang taman bunga yang sangat besar, lebih besar dari taman kita. Aku tersesat di dalamnya, tapi Jeno datang dan menemukanku.”

Kaisar tersenyum, meskipun hatinya merasa sedikit khawatir. “Jeno memang selalu ada untukmu, Renjun. Kau harus bersyukur memiliki pelindung sepertinya.”

Setelah sarapan, Renjun sering menghabiskan waktu bersama ibunya di taman istana. Taman itu luas dan indah, dipenuhi dengan bunga-bunga eksotis dan pohon-pohon besar yang rindang. Di bawah bayangan pohon, ada sebuah tempat duduk marmer yang sering menjadi tempat favorit Renjun untuk bersantai. Permaisuri Isolde sering duduk di sampingnya, sambil merajut atau membaca buku, sementara Renjun bermain dengan kupu-kupu atau hewan-hewan kecil yang biasa menghuni taman.

“Renjun, kamu tahu, waktu kecil, aku sering bermain di taman seperti ini juga,” cerita Permaisuri suatu hari sambil tersenyum mengenang masa kecilnya.

“Benarkah, Ibu? Apakah taman itu lebih indah dari taman ini?” tanya Renjun dengan mata berbinar.

“Taman ini jauh lebih indah, sayang. Karena taman ini ada untukmu,” jawab Permaisuri, membuat Renjun tertawa kecil.

Namun, meskipun Renjun dikelilingi oleh keindahan dan kasih sayang, dia tetap merasa ada sesuatu yang hilang. Terkadang, ketika ia duduk sendirian di taman, ia memandang ke langit biru, bertanya-tanya apa yang ada di luar sana, di luar tembok istana yang selalu melindunginya. Ia ingin melihat dunia, merasakan petualangan seperti yang sering diceritakan dalam buku-buku yang ia baca.

Setiap kali Renjun menunjukkan tanda-tanda keinginan untuk mengeksplorasi lebih jauh, baik Kaisar maupun Permaisuri selalu merespon dengan kekhawatiran yang tak tertutupi. "Belum waktunya, Renjun. Dunia di luar sana terlalu berbahaya," kata Kaisar Aether dengan nada tegas namun penuh kasih sayang.

Renjun mengangguk, memahami kekhawatiran ayahnya, namun dalam hatinya, keinginan itu tetap menyala.

Di istana, Renjun tidak hanya memiliki keluarganya dan Jeno, tapi juga para pelayan yang selalu siap melayani dan menjaga kenyamanannya. Mereka telah menjadi bagian dari hidupnya sejak ia kecil, dan Renjun memperlakukan mereka dengan hormat dan kasih sayang, seperti anggota keluarganya sendiri.

Ada Bibi Mei, seorang pelayan tua yang sudah bekerja di istana sejak Kaisar Aether masih muda. Setiap kali Renjun merasa sedih atau kesepian, Bibi Mei selalu tahu cara membuatnya tersenyum. Dengan sabar, Bibi Mei selalu menyediakan camilan kesukaan Renjun, buah persik segar, dan duduk bersamanya di taman.

“Bibi Mei, kenapa buah persik di sini selalu lebih manis daripada di tempat lain?” tanya Renjun suatu hari sambil menikmati buah persik yang disodorkan oleh Bibi Mei.

Bibi Mei tersenyum hangat. “Mungkin karena buah ini tumbuh dengan cinta, Pangeran Renjun. Istana ini penuh dengan cinta untukmu.”

Renjun tersenyum, merasa hangat oleh kata-kata itu. Bibi Mei selalu tahu bagaimana membuatnya merasa istimewa.

Tidak hanya Bibi Mei, ada juga pelayan-pelayan muda yang selalu siap memenuhi setiap kebutuhan Renjun. Salah satunya adalah Eun, seorang pelayan muda yang bertugas membersihkan ruangan Renjun setiap pagi. Meskipun Eun lebih muda dari Renjun, ia selalu menunjukkan rasa hormat yang tinggi.

“Pangeran Renjun, apa Anda ingin saya menyiapkan pakaian khusus untuk malam ini?” tanya Eun suatu pagi sambil merapikan tempat tidur Renjun.

Renjun, yang sedang sibuk membaca di sudut kamar, menoleh dan tersenyum. “Tidak perlu, Eun. Pakaian biasa saja. Malam ini aku hanya ingin duduk di taman dengan Jeno.”

Eun tersenyum sambil mengangguk. “Baik, Pangeran. Saya akan menyiapkan yang terbaik untuk Anda.”

Meskipun Renjun adalah seorang pangeran, ia selalu bersikap ramah kepada para pelayan. Baginya, mereka adalah orang-orang yang penting, yang membuat hidupnya di istana menjadi nyaman dan bahagia. Ia sering kali berbicara dengan mereka, mendengarkan cerita-cerita mereka tentang kehidupan di luar istana, meskipun ia sendiri jarang bisa melihatnya langsung.

Hari-hari Renjun selalu penuh dengan perhatian dan cinta, baik dari keluarganya, Jeno, maupun para pelayan di istana. Namun, di balik semua itu, ada keinginan yang tak terkatakan dalam hati Renjun—keinginan untuk melihat dunia yang lebih luas, untuk merasakan petualangan dan kebebasan yang hanya bisa ia baca dalam buku-buku.

Tapi untuk saat ini, Renjun tahu bahwa ia masih harus menunggu. Dunia mungkin tampak berbahaya, tapi dengan cinta dan perhatian dari semua orang di sekitarnya, Renjun yakin bahwa suatu hari nanti, ia akan siap untuk menjelajahinya, dengan Jeno di sisinya sebagai pelindung yang setia.

Langkah Kecil RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang