3

94 9 3
                                    

Suatu hari, ketika Renjun berusia sekitar delapan tahun, istana Kerajaan Altare menjadi tuan rumah untuk pertemuan besar antar kerajaan. Kaisar Aether dan Permaisuri Isolde mengundang para penguasa dari berbagai benua untuk membahas persekutuan dan kerja sama di masa depan. Istana Altare menjadi pusat perhatian dunia, dengan berbagai delegasi dari kerajaan-kerajaan lain datang membawa hadiah dan harapan baik.

Di antara tamu-tamu penting itu, datang seorang kaisar dari kerajaan tetangga, Kaisar Adriel, bersama putranya yang bernama Haechan. Haechan hanya beberapa bulan lebih tua dari Renjun, tapi dia tampak lebih berani dan percaya diri. Pertemuan ini akan menjadi awal dari persahabatan yang tak terduga antara dua pangeran dari dua kerajaan yang berbeda.

Renjun, yang biasanya lebih nyaman berada di sekitar orang-orang yang sudah ia kenal, merasa sedikit gugup ketika mengetahui bahwa ia harus menghabiskan waktu dengan putra kaisar dari kerajaan lain. Namun, Jeno yang selalu berada di sisinya, meyakinkannya bahwa segalanya akan baik-baik saja.

“Pangeran Renjun, ini kesempatanmu untuk berteman dengan orang baru. Mungkin kau akan menyukainya,” kata Jeno dengan senyum lembut.

Hari itu, Renjun dan Haechan diperkenalkan di taman istana yang luas. Renjun, yang biasanya pemalu di hadapan orang asing, merasa sedikit canggung saat pertama kali bertemu Haechan. Namun, Haechan yang lebih terbuka dan ceria, segera mengambil inisiatif.

“Halo, namaku Haechan. Ayahku bilang kau pangeran yang sangat pintar dan baik hati,” kata Haechan dengan senyum lebar, matanya bersinar penuh semangat.

Renjun mengangguk pelan, mencoba tersenyum. “Aku Renjun. Senang bertemu denganmu, Haechan.”

Haechan, yang terbiasa dengan kehidupan yang lebih bebas di kerajaannya, segera mengajak Renjun bermain di taman. Mereka berlarian di antara pohon-pohon besar, bermain petak umpet, dan tertawa bersama. Perlahan-lahan, kecanggungan Renjun mulai mencair, dan ia mulai merasa nyaman di sekitar Haechan.

“Renjun, di kerajaanku, aku sering pergi berburu dengan ayah. Apa kau pernah berburu?” tanya Haechan saat mereka duduk di bawah pohon, menikmati bayangan yang sejuk.

Renjun menggeleng. “Ayahku tidak mengizinkan aku keluar dari istana. Dia bilang dunia di luar terlalu berbahaya untukku.”

Haechan menatap Renjun dengan rasa ingin tahu. “Tapi kau ingin keluar, kan? Melihat dunia di luar istana?”

Renjun menunduk, lalu mengangguk pelan. “Iya, tapi aku tahu mereka hanya ingin melindungiku. Mereka bilang aku sangat berharga bagi kerajaan ini.”

Haechan tersenyum dan menepuk bahu Renjun. “Kalau begitu, suatu hari nanti, kita bisa keluar bersama-sama. Aku akan menunjukkan tempat-tempat indah di kerajaanku.”

Renjun merasa semangat mendengar tawaran itu. Meski ia tahu hal itu mungkin hanya angan-angan, ia senang memiliki seorang teman yang mengerti keinginannya. Hari itu, Renjun dan Haechan menghabiskan waktu bermain bersama hingga matahari mulai terbenam. Mereka berbagi cerita tentang kehidupan mereka masing-masing, meskipun berbeda, tetapi mereka menemukan banyak kesamaan dalam diri mereka.

Ketika malam tiba, kedua pangeran itu kembali ke dalam istana untuk makan malam bersama keluarga mereka. Kaisar Aether dan Kaisar Adriel duduk di meja utama, berbicara tentang urusan kenegaraan, sementara Permaisuri Isolde mengawasi Renjun dan Haechan dengan senyum bangga di wajahnya.

“Renjun, apa kau senang bermain dengan Haechan?” tanya Permaisuri lembut.

Renjun mengangguk sambil tersenyum lebar. “Iya, Ibu. Haechan sangat menyenangkan. Dia banyak bercerita tentang kerajaannya.”

Permaisuri tersenyum dan mengelus kepala Renjun. “Aku senang kau mendapatkan teman baru, sayang. Haechan adalah anak yang baik, dan aku yakin kalian akan menjadi teman yang dekat.”

Setelah beberapa hari di Altare, tiba saatnya bagi Kaisar Adriel dan Haechan untuk kembali ke kerajaannya. Sebelum mereka pergi, Haechan memberikan Renjun sebuah kalung kecil dengan liontin berbentuk burung phoenix, lambang dari kerajaan Haechan.

“Ini untukmu, Renjun. Agar kau selalu ingat kita adalah teman,” kata Haechan sambil menyematkan kalung itu di leher Renjun.

Renjun terharu menerima hadiah itu. “Terima kasih, Haechan. Aku juga punya sesuatu untukmu.” Renjun memberikan Haechan sebuah gelang dari batu giok yang sudah lama ia simpan sebagai kenang-kenangan. “Ini untukmu. Semoga kau suka.”

Haechan tersenyum lebar dan langsung memakainya. “Aku akan selalu memakainya, Renjun. Sampai jumpa lagi, temanku.”

Dengan berat hati, Renjun harus berpisah dengan Haechan, tapi ia tahu bahwa pertemanan mereka akan tetap terjalin meskipun jarak memisahkan mereka. Sejak saat itu, Renjun dan Haechan sering bertukar surat, bercerita tentang kehidupan mereka masing-masing, dan merencanakan petualangan yang suatu hari nanti akan mereka jalani bersama.

Pertemanan mereka menjadi salah satu dari sedikit hubungan di luar istana yang dimiliki Renjun, dan itu membuatnya merasa sedikit lebih bebas, meskipun ia masih berada di bawah perlindungan dan cinta keluarganya yang sangat protektif. Dengan Jeno di sisinya dan Haechan sebagai temannya di kejauhan, Renjun merasa bahwa dunianya tidak lagi terbatas hanya pada tembok istana. Suatu hari nanti, ia yakin akan menjelajah dunia bersama teman-temannya, menghadapi petualangan yang selama ini hanya bisa ia impikan.

Langkah Kecil RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang