4

96 7 1
                                    

Kita kilas balik saat Renjun, pangeran kecil kita berusia tiga tahun, saat itu ia masih sangat kecil, bahasa yang ia gunakan juga masih belum terlalu baik. Ia gunakan bahasa tidak baku, karena otak kecil nya masih belum mampu untuk menggunakan bahasa orang dewasa katanya.

Renjun yang baru berusia 3 tahun adalah anak lelaki yang sangat menggemaskan. Ia masih belajar banyak hal tentang dunia di sekitarnya, dan hari ini adalah hari besar baginya-hari di mana ia akan diperkenalkan kepada rakyat kerajaan untuk pertama kalinya. Dengan mata bulatnya yang penuh rasa ingin tahu, Renjun mengenakan pakaian kebesaran yang membuatnya terlihat seperti boneka kecil.

Di kamar pribadinya, Renjun berdiri di depan cermin, menatap bayangannya dengan ekspresi bingung. Pakaian yang dikenakan terasa berat dan tidak nyaman, membuatnya gelisah. Kaisar Aether, ayahnya, merendahkan tubuhnya sejajar dengan Renjun dan berkata dengan lembut, "Nak, kamu terlihat sangat gagah hari ini. Apa kamu siap bertemu dengan rakyat kita?"

Renjun menatap ayahnya dengan mata besar, lalu mengangguk ragu. "Ayah... banyak orang ya?" tanyanya dengan suara kecil dan polos.

Permaisuri Isolde yang berdiri di samping mereka, tersenyum lembut dan mengelus rambut lembut Renjun. "Iya, sayang. Banyak sekali orang yang ingin melihatmu. Tapi, Ibu dan Ayah akan selalu ada di sampingmu, jadi kamu tidak perlu takut."

Jeno, yang juga ada di sana, berjongkok di depan Renjun dan menepuk bahunya dengan lembut. "Aku juga akan ada di sampingmu, Renjun. Kita akan pergi bersama-sama, oke?"

Renjun melihat Jeno dengan mata penuh keyakinan dan akhirnya tersenyum kecil, memegang erat tangan Jeno yang hangat. "Oke, kita jalan sama-sama," katanya dengan suara kecil yang masih penuh rasa takut tapi juga rasa ingin tahu.

Mereka berjalan bersama ke alun-alun kerajaan, di mana ribuan rakyat sudah berkumpul. Saat Renjun dan keluarganya tiba, sorakan dan tepuk tangan bergema di seluruh tempat itu. Renjun terkejut mendengar suara itu, lalu ia memegang tangan Jeno lebih erat.

"Kok rame banget, Ayah?" tanya Renjun sambil memeluk kaki Kaisar Aether.

Kaisar Aether tersenyum dan mengangkat Renjun ke dalam gendongannya. "Mereka semua senang melihatmu, Renjun. Lihatlah, semuanya tersenyum kepadamu."

Renjun menatap ke arah kerumunan dari pelukan ayahnya, masih sedikit takut, tetapi ia mulai merasa sedikit nyaman melihat wajah-wajah yang tersenyum kepadanya.

Seorang anak kecil dari kerumunan tiba-tiba berseru, "Pangeran Renjun, suka main apa?"

Renjun tampak bingung mendengar pertanyaan itu. Ia menatap Kaisar Aether, mencari bantuan. Ayahnya hanya tertawa kecil dan berkata, "Kamu bisa jawab sendiri, sayang. Mereka ingin tahu apa yang kamu suka."

Dengan suara kecil, Renjun menjawab, "Aku suka main sama boneka... dan sama Jeno."

Rakyat yang mendengar jawaban polos Renjun itu tertawa kecil dan tersenyum, merasa terhibur dengan kepolosan sang pangeran kecil. Renjun, meskipun awalnya gugup, mulai tersenyum melihat reaksi mereka.

Setelah acara perkenalan yang meriah, Renjun mulai merasa sedikit lebih tenang. Meski awalnya gugup, kehangatan dari rakyat yang tersenyum kepadanya membuatnya merasa lebih nyaman. Setelah menjawab beberapa pertanyaan sederhana dari rakyat-tentang mainan kesukaannya hingga makanan favoritnya-Renjun perlahan mulai menikmati momen itu.

"Ayah, mereka baik ya?" tanya Renjun dengan nada penuh rasa ingin tahu, sambil terus memeluk Kaisar Aether.

Kaisar Aether tersenyum sambil membalas pelukan putranya. "Iya, Renjun. Mereka semua menyayangimu. Mereka adalah orang-orang yang akan selalu mendukungmu."

Renjun memandang ke arah kerumunan yang masih tersenyum dan melambai kepadanya. Meskipun usianya baru 3 tahun, Renjun merasakan sesuatu yang baru-perasaan dihargai dan dicintai oleh begitu banyak orang di luar keluarganya. Ini adalah pengalaman yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Setelah acara perkenalan selesai, keluarga kerajaan kembali ke istana. Renjun masih tampak lelah, tetapi ada kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya. Sepanjang perjalanan kembali ke kamarnya, Renjun terus berbicara tentang hal-hal yang ia lihat dan dengar dari rakyatnya.

"Ayah, tadi ada kakek-kakek yang bilang aku mirip sama Ayah. Benar ya?" tanya Renjun dengan antusias.

Kaisar Aether terkekeh sambil mengelus kepala Renjun. "Iya, kamu memang mirip Ayah. Tapi kamu juga punya senyuman manis seperti Ibumu."

Renjun tersenyum bangga mendengar itu, lalu ia mulai bercerita lagi. "Ibu, tadi aku lihat ada anak kecil seumuranku. Dia lari-lari terus, kayaknya dia seneng banget. Aku boleh main sama dia nanti?"

Permaisuri Isolde tertawa lembut dan menjawab, "Tentu, sayang. Nanti kita bisa mengundang dia ke istana untuk bermain bersama. Kamu pasti akan punya banyak teman."

Renjun mengangguk semangat, membayangkan betapa serunya memiliki teman baru. Namun, karena kelelahan, Renjun akhirnya tertidur di pelukan Kaisar Aether sebelum mereka mencapai kamarnya. Kaisar Aether dan Permaisuri Isolde tersenyum penuh kasih melihat anak mereka tertidur dengan damai, merasa sangat bangga akan keberanian Renjun hari ini.

Sesampainya di kamar, Kaisar Aether meletakkan Renjun di atas tempat tidurnya dengan hati-hati. Jeno, yang masih setia menemani, mengatur selimut di atas tubuh kecil Renjun agar tetap hangat.

"Renjun benar-benar hebat hari ini," kata Jeno dengan nada penuh penghormatan.

Permaisuri Isolde mengangguk setuju. "Iya, dia sangat pemberani. Hari ini adalah langkah besar untuknya, dan kami sangat bangga."

Sementara Renjun tidur, mimpinya dipenuhi dengan bayangan kerumunan besar yang ramah dan penuh kasih. Dalam mimpi itu, ia berlari-lari di tengah pasar, bertemu dengan berbagai orang yang tersenyum dan melambai padanya. Mimpi itu terasa begitu nyata, seperti ia benar-benar berada di sana, merasakan semua kebahagiaan yang baru saja ia alami.

Ketika Renjun akhirnya terbangun, matahari sudah hampir terbenam. Ia duduk di tempat tidurnya dan mengusap matanya dengan pelan, masih merasakan kehangatan dari acara tadi. Meski hari itu panjang dan melelahkan, Renjun merasa senang dan puas.

"Jeno?" panggil Renjun pelan.

Jeno, yang selalu berjaga di dekatnya, segera mendekat. "Ya, Renjun? Kamu sudah bangun?"

Renjun mengangguk, kemudian tersenyum kecil. "Aku mimpi seru banget tadi, aku main sama banyak orang di pasar. Tapi aku takut kalau sendirian. Nanti kalau aku ke pasar, Jeno ikut, ya?"

Jeno tersenyum lembut dan mengangguk. "Tentu saja, Renjun. Aku akan selalu menemanimu ke mana pun kamu pergi."

Renjun tampak senang mendengar itu. Setelah menggeliat sedikit, ia melompat turun dari tempat tidur dan menarik tangan Jeno. "Yuk, kita lihat Ayah sama Ibu. Aku mau cerita mimpi tadi!"

Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang keluarga, di mana Kaisar Aether dan Permaisuri Isolde sedang menikmati teh sore. Begitu melihat Renjun datang dengan wajah ceria, mereka langsung tersenyum.

"Ayah, Ibu! Aku mimpi main di pasar! Seru banget! Boleh aku main ke pasar beneran?" tanya Renjun dengan penuh semangat.

Kaisar Aether dan Permaisuri Isolde saling bertukar pandang, kemudian tersenyum lembut. "Tentu, sayang. Ayah akan bawa kamu ke pasar suatu hari nanti. Kamu bisa lihat rakyat kita dari dekat dan mungkin membeli sesuatu yang kamu suka," jawab Kaisar Aether.

Renjun melonjak kegirangan. Meskipun sedikit takut akan keramaian, keinginan untuk bertemu rakyatnya lebih kuat daripada ketakutannya. Dan ia tahu, dengan Jeno di sampingnya dan kedua orang tuanya yang selalu melindunginya, ia tidak perlu takut lagi. Hari itu, Renjun belajar banyak hal baru tentang dunia luar, dan ia mulai merasa bahwa menjadi seorang pangeran bukan hanya tentang tinggal di istana, tetapi juga tentang mengenal dan mencintai rakyatnya.

Langkah Kecil RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang