6

49 7 0
                                    

Renjun yang sekarang berusia 18 tahun masih memiliki sifat yang manja dan kekanakan, meskipun usianya sudah mendekati dewasa. Namun, semua orang di sekitarnya tetap sayang dan memaklumi sifatnya, terutama Haechan, sahabat sekaligus orang yang selalu membuat hari-hari Renjun lebih berwarna. Pagi itu, Renjun terbangun dengan perasaan penuh antusiasme, hari yang sudah lama dinantikannya akhirnya tiba: ulang tahun Haechan.

Kamar Renjun dipenuhi oleh berkas-berkas kertas catatan, peralatan seni, dan pakaian yang berserakan. Ia memang dikenal sebagai seniman berbakat di kalangan keluarga dan teman-temannya, tetapi kerap kali kehilangan fokus ketika harus menyelesaikan hal-hal sederhana, seperti memilih pakaian untuk acara penting. Hari ini, Renjun berdiri di depan lemari pakaiannya, menatap deretan pakaian dengan wajah bingung. "Apa yang harus aku pakai? Ini adalah ulang tahun Haechan, harus spesial!" gumamnya pelan, menggigit bibirnya sambil memeriksa satu per satu baju yang tergantung.

Jeno, yang sudah menjadi pengawalnya sejak kecil dan juga teman dekatnya, berdiri di pintu kamar Renjun sambil menyaksikan kekacauan yang terjadi. "Renjun, kamu sadar nggak, acara ulang tahun Haechan mulai dua jam lagi? Kalau kamu nggak mulai siap-siap sekarang, kita bakal terlambat," ucap Jeno dengan nada datar, namun ada sedikit senyum di wajahnya. Sudah bertahun-tahun mendampingi Renjun, ia tahu persis bagaimana pangeran itu selalu menghabiskan terlalu banyak waktu hanya untuk hal-hal kecil.

Renjun mengerang frustasi dan berbalik menatap Jeno. "Aku tau, Jeno! Tapi aku nggak tau harus pakai apa! Apa aku harus kelihatan lebih dewasa hari ini? Atau tetap casual? Haechan pasti akan mengejek aku kalau aku kelihatan terlalu formal."

Jeno tertawa pelan, berjalan mendekati Renjun, dan membantu memilih beberapa pakaian. "Santai aja, Haechan udah biasa lihat kamu seperti apapun. Yang penting kamu nyaman dan nggak terlambat," katanya sambil menyerahkan setelan kasual yang menurutnya cocok.

Renjun memandangi pakaian yang diberikan Jeno lalu mengangguk, merasa setuju. "Oke, ini cukup bagus. Tapi Jeno, apakah menurutmu Haechan bakal suka kado yang aku buat?" tanyanya dengan mata penuh kekhawatiran. Renjun telah meluangkan waktu berminggu-minggu untuk melukis hadiah ulang tahun khusus untuk Haechan, sebuah lukisan yang merepresentasikan persahabatan mereka sejak kecil.

Jeno mengangguk sambil tersenyum, "Percayalah, Renjun. Haechan akan suka. Kamu selalu memberikan yang terbaik dalam setiap karyamu. Lagipula, kamu tahu sendiri seberapa besar dia menghargai apa pun yang kamu lakukan."

Renjun terdiam sejenak, memikirkan betapa pentingnya Haechan dalam hidupnya. Meskipun mereka sering bercanda dan saling mengejek, Renjun tahu Haechan selalu ada untuknya. Hubungan mereka penuh tawa, dan bahkan kadang-kadang, tangisan kecil. Tapi di balik itu semua, Renjun tidak pernah meragukan kasih sayang sahabatnya.

Namun, sebelum pergi, ia harus berpamitan dengan kedua orang tuanya. Di dalam ruangan mewah yang penuh dengan ornamen emas, Renjun berdiri di hadapan ayahnya, sang Kaisar, dan ibunya, Permaisuri. Wajahnya menunjukkan sedikit kekhawatiran, meski matanya berkilauan dengan semangat.
"Kamu yakin ingin pergi ke pesta itu, Nak?" tanya sang Kaisar dengan nada serius. "Ini jauh dari istana, dan kamu tahu kami selalu mengkhawatirkanmu."Renjun tersenyum kecil, meski perutnya terasa sedikit mual karena tegang.

"Ayah, aku sudah besar. Lagipula, Jeno akan ikut bersama aku, dia selalu menjagaku," jawab Renjun dengan nada berusaha meyakinkan, sambil melirik ke arah Jeno yang berdiri di sampingnya. Jeno mengangguk setuju, menunjukkan keyakinannya.

Permaisuri melangkah mendekat, mengusap lembut kepala Renjun. "Baiklah, Nak. Tapi jaga dirimu baik-baik, ya? Kalau terjadi apa-apa, langsung beri tahu kami," ucapnya dengan lembut, meski terlihat jelas betapa berat hatinya untuk melepas putra satu-satunya pergi tanpa pengawasan ketat.

"Aku janji, Bu," jawab Renjun sambil tersenyum manis. Ia lalu meraih tangan ibunya, menatap matanya dengan penuh kasih. "Aku akan baik-baik saja."

Sang Kaisar mengangguk pelan, meski kekhawatirannya belum sepenuhnya hilang. "Jeno, aku percaya kamu. Pastikan Renjun pulang dengan selamat."

"Ya, Yang Mulia," jawab Jeno dengan tegas, membungkuk hormat.

Setelah bersiap-siap dan memakai pakaian yang dipilihkan Jeno, Renjun memandangi dirinya di cermin. "Oke, aku siap. Ayo kita pergi!" katanya dengan semangat, meskipun dalam hatinya masih ada sedikit kegelisahan tentang bagaimana Haechan akan merespons hadiahnya.

Di perjalanan menuju tempat perayaan ulang tahun, Renjun tidak henti-hentinya mengoceh kepada Jeno tentang rencananya saat di pesta. "Aku harus jadi yang pertama kasih kado ke Haechan. Aku harus bikin momen itu spesial! Aku nggak bisa kalah dari yang lain!" serunya sambil membayangkan betapa senangnya Haechan nanti.

Jeno hanya tertawa kecil mendengar antusiasme Renjun. "Kamu dan obsesi untuk selalu jadi yang pertama. Tapi jangan khawatir, Renjun. Kamu pasti berhasil bikin Haechan senang."

Setibanya di pesta, tempat itu sudah ramai dengan teman-teman Haechan yang lain. Suasana meriah dan penuh tawa. Haechan sendiri berdiri di tengah ruangan dengan senyum lebar, menyapa setiap orang yang datang. Ketika melihat Renjun dan Jeno masuk, senyumnya semakin lebar. "Akhirnya kalian datang! Aku kira kamu bakal terlambat lagi, Renjun."

Renjun mendekat dengan senyum malu-malu. "Aku kan nggak mau bikin kamu nunggu lama, Haechan. Happy birthday!" katanya sambil menyerahkan lukisan yang dibungkus rapi.

Haechan membuka kado itu dengan penasaran, dan ketika melihat isinya, matanya langsung melebar. "Renjun, ini... ini luar biasa. Kamu benar-benar melukis ini?" tanyanya dengan suara takjub. Lukisan itu menggambarkan momen indah mereka berdua saat masih kecil, bermain di taman kerajaan, sesuatu yang sangat personal dan berharga bagi mereka.

Renjun mengangguk pelan, merasa sedikit gugup. "Aku ingin kamu ingat momen itu. Terima kasih sudah jadi sahabat yang luar biasa."

Haechan tertawa kecil, lalu menarik Renjun ke dalam pelukan erat. "Terima kasih, Renjun. Kamu selalu tahu cara membuat hari-hariku jadi lebih spesial."

Renjun merasa lega dan bahagia. Hari itu, meski dengan segala keraguan dan kekhawatirannya, ia berhasil membuat ulang tahun Haechan berkesan. Meskipun usianya telah menginjak 18 tahun, Renjun tetaplah anak yang manja dan kekanakan di mata orang-orang terdekatnya. Dan itulah yang membuatnya begitu dicintai.

Langkah Kecil RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang