"Oh, gosh! This is bad!"
Teriakan Farah mengalahkan deru angin di Bukit Teletubies, Bromo. Jatu dan Raven yang sedang berpose berlatar hamparan hijau kecokelatan, sontak berpaling pada Farah. Keduanya pun berlari kecil menghampiri Farah yang masih menggulirkan layar ponsel.
"Ada apa, Farah?" tanya Raven setelah tiba di dekat Farah yang sedang berdiri di dekat pintu mobil Jeap merah.
"Aku harus pulang. Sekarang!" Dengan wajah panik, Farah menatap Raven dan Jatu bergantian.
"Jangan bercanda, Far!" seru Jatu. "Kita baru aja nyampe kemarin pagi dan masih punya 3 hari lagi buat eksplore Malang. Kita belum Jatim Park, 1, 2, 3, belum Ke Malang Night Paradise, belum syuting ala-ala pemilik kebun apel, belum ke Pantai Balekambang. Intinya, kita baru ke satu itinerary dan lo maen mau balik-balik aja!" cerocosnya.
Perempuan itu sedikit kesal. Izin untuk liburan kali ini memang sulit dia dapatkan. Jatu harus melobi suaminya, membujuk anaknya, serta bergadang bermalam-malam untuk meyelesaikan tugas lebih awal agar bisa mengajukan cuti di Era TV. Semua demi bisa menghabiskan liburan hanya bertiga dengan sahabat-sahabatnya. Namun tiba-tiba, Farah minta pulang.
Raven menjawil Jatu, lalu berpaling ke Farah. "Tenang dulu, Farah. Emang ada masalah apa? Mami Farah? Atau Papi?" tanya Raven. Dia tidak menggubris Jatu yang sedang mengomel-omel.
Farah mengatur napas, lalu menjawab, "Besok batas akhir pengumpulan berkas untuk pengajuan KKP, Karyawan Kontrak Provinsi."
"Farah mau pindah kerja?"
"Bukan, Ven! KKP itu sebutan untuk pendidik atau tenaga kependidikan yang dikontrak sama pemerintah provinsi. Mereka tetap kerja di sekolah yang sama. Cuma beda status aja," jelas Jatu. "Era TV pernah ngebahas tentang ini."
"Memang ada perbedaan kalo Farah jadi KKP sama tetap jadi guru honorer?"
Farah mengangguk. "Kalo jadi KKP, aku bakal dibayar sesuai UMR. Dan yang lebih penting, ke depannya akan lebih mudah untuk diangkat jadi ASN."
"Kata siapa?" Jatu mendengkus. "Guru yang jadi narasumber di Era TV, udah 5 tahun jadi KKP. Belum diangkat-angkat sampai sekarang."
"Tapi minimal, KKP dapat gaji sesuai UMR!" sanggah Farah. "Intinya, aku enggak boleh ngelewatin kesempatan ini. Aku harus ikut daftar."
"Farah yakin info pemberkasan ini valid?"
"I'm one hundred percent sure! Info ini pasti valid banget karena aku terima puluhan pesan dari banyak guru," ucap Farah.
Banyak guru yang dimaksud Farah sebenarnya hanya lima: Nawang, Diva, Sukma, Siska, dan Dexa. Kelima orang tersebut mengiriminya banyak pesan yang diabaikan Farah karena asyik menikmati keindahan lautan awan dan matahari terbit di Puncak Pananjakan Bromo, mengagumi kelokan kaldera Bukit Widodaren, serta larut pada keeksotisan bentangan lautan pasir yang terbentuk dari letusan gunung di Kawasan Bromo.
Farah baru tersadar ketika layar ponsel yang dalam mode hening menyala beberapa kali. Ternyata telepon dari Dexa. Tadinya, Farah ingin mengabaikan panggilan itu. Namun karena sudah ada 19 missed call dari pria tersebut, Farah pun mau tidak mau menjawab.
"Farah," Raven berpikir sejenak, "Sekarang, kan, baru tahap pendaftaran. Berarti Farah enggak harus pulang, dong? Waktu daftar ASN, Raven bisa daftar dari mana saja asal punya soft file KTP, kartu keluarga, ijazah, foto, dan CV. Gimana kalo Raven sama Jatu bantu Farah nyiapin itu semua di penginapan? Kalo ada dokumen yang kurang, Farah, kan, bisa minta mami atau papi untuk fotoin."
"Semua dokumen itu emang ada di HP aku. Tapi masalahnya, berkas-berkas ini harus diserahkan dalam bentuk hard file. Bukan soft file, Ven."
"Di zaman sekarang mereka masih pakai hard file?" tanya Raven tidak percaya. Bahkan untuk mengajukan pembukaan rekening, nasabah bisa langsung melakukannya via m-banking.
"Far! Lo, kan, punya teman sesama guru. Emang lo enggak bisa nitip mereka buat ngeprint-in file-file lo? Nanti lo tinggal beliin aja oleh-oleh spesial buat teman lo itu."
"If it could only be like that." Farah menghela napas. "Masalahnya, aku juga harus ngasih lamaran yang ditulis tangan sendiri."
Raven melipat tangan di depan dada. "Kenapa dadakan banget, ya?"
Tersenyum tipis, Farah menanggapi, "Orang-orang di 'atas' emang terkadang suka bikin sesuatu yang dadakan."
Farah ingat sekali bagaimana pemberitahuan cuti bersama diumumkan di H-1 dengan alasan menunggu keputusan resmi dari atasan. Hal ini membuat beberapa rekan gurunya misuh-misuh karena seperti tidak diberi kesempatan untuk menyewa villa atau membeli tiket kereta liburan.
"Padahal, kan, sekarang lagi liburan semester. Emang mereka enggak memikirkan kemungkinan bahwa guru-guru yang mau daftar lagi liburan atau pulang kampung?" Lagi-lagi Jatu melayangkan protes.
"You can't make an omelet without breaking some eggs. Kalo emang pengen daftar, guru-guru itu harus siap setiap saat jika ada panggilan."
"Ya udah. Lo nyerah aja, deh. Ikut KKP tahun berikutnya. Udah capek-capek ke Malang, masa baru sehari udah pulang." Jatu masih belum menyerah untuk membujuk Farah.
Farah menggeleng mantap. "Kita bisa ke Malang lagi nanti-nanti. Tapi kesempatan untuk daftar KKP belum tentu ada lagi. Jadi aku harus balik sekarang."
Jatu mendecak. "Enggak bisa sekarang juga, Far! Paling enggak, lo harus nunggu trip ini selesai. Lo enggak bisa nyuruh belasan wisatawan lain berkorban buat lo. Jangan egois!"
Farah melayangkan pandang ke arah wisatawan lain yang masuk di rombongan mereka. Untuk menikmati matahari terbit dan keindahan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, mereka memang mengikuti program open trip dari travel. Selain biaya yang lebih murah, open trip membuat mereka bisa bertemu dengan kenalan baru.
"Mereka udah jauh-jauh ke Bromo, loh," tambah Jatu sambil mengerling ke arah dua wisatawan bermata sipit yang sedang mengambil gambar, "Meskipun cuma ngeliatin padang savana yang enggak hijau sempurna karena pernah kebakar."
Rombongan travel yang terdiri dari tiga mobil jeap itu memang diikuti oleh 18 wisatawan lokal dan asing. Ada yang berasal dari Pontianak, Bangka Belitung, Malaysia, hingga China. Bahkan jika hanya rombongan jeap Farah yang mengakhiri trip lebih awal, akan ada 3 wisatawan lain yang dipaksa berkorban karena semobil dengan mereka.
"Jatu benar, Farah. Lagipula, kereta pulang paling cepat adanya nanti sore. Mending kita ikutin dulu trip ini sesuai jadwal. Setelah ini, kita ke penginapan. Nanti Farah siap-siap, terus langsung ke stasiun."
Farah berpikir sejenak. Jatu dan Raven benar, ia tidak boleh egois. Perempuan itu lalu menghitung dengan cepat. Menurut jadwal, pada pukul 12 siang mereka akan tiba di penginapan masing-masing setelah diantar oleh pihak travel.
Farah memasukkan faktor tak terduga dan mengambil estimasi ketelatan hingga satu jam. Ia lalu menghitung perkiraan waktu untuk perjalanan dari lobi ke kamar, membuka kunci pintu, membereskan koper dan tas, istirahat, ngobrol sebentar, perjalanan ke stasiun, hingga cetak boarding pas.
"Aku kayanya minta langsung diantar ke stasiun aja," putusnya, "Enggak keburu kalo ke penginapan dulu."
"Barang-barang lo?"
Farah menatap Jatu dan Raven bergantian. "Aku percayain ke kalian, ya. Please banget."
Raven langsung mengangguk. Sementara Jatu butuh beberapa detik untuk akhirnya mengangguk meski dengan wajah cemberut. Ini adalah kesempatan emas untuk Farah. Raven dan Jatu tidak mungkin tega membuat sahabat mereka melewatkannya.
"Thanks a bunch, my girls." Farah langsung memeluk Raven dan Jatu.
Farah berjanji, ia harus lulus dalam pendaftaran KKP kali ini agar bisa mengganti waktu liburan bersama kedua sahabatnya. Harus!
🏀🧮🏀🧮🏀🧮🏀🧮🏀
KAMU SEDANG MEMBACA
ABDI NEGARA
RomanceMenjadi Abdi Negara. Cita-cita Farah sangat sederhana. Tapi tantangan yang harus dihadapinya luar biasa. Ditambah lagi kehadiran Dexa, musuh bebuyutan yang tiba-tiba menjadi rekan kerjanya.