“Halo Na!” Suara nyaring Lia mau menggedor masuk gendang telinga Diana.
“Gak usah teriak Li. Aku dengar. Gak budek.”
Lia tertawa kecil. “Sorry Na. Kamu hari ini sibuk?”
Diana melihat setumpuk buku yang masih berserakan. Ia menghela nafas panjang. “Sebenarnya sibuk, tapi—“
“Yaudah ayo ikut! Kita sama Tiana nanti.” Lia berseru memotong kalimat Diana.
Diana mendengar ajakan teman-temannya sedikit ragu. Bisa jadi dibalik ajakan ini, pacar mereka, mereka bawa.
“Ayo Na.” Lia mengajaknya sekali lagi.
“Tapi dengan syarat. Hanya kita saja. Cowok kalian jangan dibawa,” tekan Diana.
Lia terkekeh. “Okelah, gampang. Aku juga malas. Mau sama kalian dulu.”
Diana tersenyum. “Cie lagi rabut ya?”
“Ya begitulah.”
Sekarang giliran Diana yang tertawa jahat. Puas sekali dia kalau dugaan nya benar. “Untung single.”
Lia mendengus. “Ih!”
Diana tertawa lebar.
Hari ini tidak begitu buruk setelah Diana ke asyikkan bermain game kemarin malam. Banyak kenalan online di sana. Banyak juga laki-laki yang mau berkenalan dengannya. Entah mengapa pria online ini semuanya berkata manis, ia takut terjerumus ke lubang buaya.
Mimpi buruk untuk Diana.Sesuai syarat tidak ada yang membawa gandengannya hari ini. Mereka sibuk berbincang sambil menyeduh kopi sesekali makan camilan yang mereka beli dan membahas kejengkelan mereka selama menjalani masa pacaran lima bulan.
Kadang Lia merasa dirinya bernasib sama dengan Tania, tapi kadang juga saling beradu nasib. Bagi yang single disini hanya kebagian nyimak dan tertawa jahat. “Ternyata tidak buruk juga untuk menjadi single,” kata Diana dengan bangganya.
Hampir Diana digebuk dengan tas-tas temannya. “Nanti kamu juga ngerasain Na. Belum waktunya aja.” Tania menyeduh kopi susu.
Lia mengangguk setuju. “Betul itu.”
Diana merengut melirik satu persatu teman-temannya. “Gak mau bodo amat.”
“Gak bisa, pasti itu. Pasti nanti hubunganmu lebih banyak ributnya.” Lia mendesak. Tidak terima.
“Wow! calm down Li. Kenapa marah? Kesalnya sampai ke aku kah?” Diana menelan ludah.
Lia mendengus. “Iya, sorry Na. Kebawa.”
“Kontrol emosimu Li. Ini bukan lagi dalam lingkup hubunganmu.”
“ya, maaf sekali lagi.” Lia tertunduk. Tania memberi secangkir kopi Lia dan menenangkannya.
“Kayaknya kamu bakal dewasa dalam hubunganmu nanti Na.” Tiana angkat bicara sambil mengelus pundak Lia.
Dania yang sedang minum, sedikit tersedak. Jarinya menunjuk dirinya.
“Aku? Dewasa? Huh? Semoga aja.”
Tania tersenyum. Sedangkan Diana bingung.
Acara kopi susu telah usai. Mereka berpencar kembali ke arah pulang. Sudah saatnya kembali ke tumpukan buku Diana.
Meja kayu ini tak pernah rapi setelah Diana memilih jalan perkuliahan. Kertas remuk dimana-mana, tempelan kertas di berbagai sudut dinding, dan kabel cas laptop yang selalu terlihat berbelit.
Layar laptopnya menyala. Ada notifikasi dari game semalam. Dania membuka notif tersebut. Berisikan pesan dari seseorang. Siapa ini? Dari banyaknya kenalan, ia tidak pernah berkenalan dengan orang yang satu ini.
Pesan tersebut hanya berisikan salam “Hi”. Tanpa berpikir panjang, Diana menjawab “Hi” juga.
Sungguh cepat balasannya dijawab. Sepertinya ia sudah menunggu sejak lama. ”Profilmu menarik perhatianku, menyedihkan.”
Diana menganga. “What the—“
KAMU SEDANG MEMBACA
Fuck Virtual Love, Indeed
Teen FictionPenasaran gak sih sama unsur kebenciaan cerita ini? Se benci itu kah dengan hubungan virtual? Apa yang terjadi dalamnya? Pada intinya, berhubungan dengan orang yang tepat membuat banyak perasaan delusional. Di cerita ini suatu kepercayaan akan ter...