AJUDIKASI

57 6 14
                                    

lex neminem cigit ad impossibilia

(The law does not compel one to impossible things)

A/N : Dimulai dari flashback yang ada kode tanggal, yang belum legal silakan log out yang masih lanjut Take with your own risk. Semua demi kepentingan plot ya bestiee wkwkwk.................




Sama seperti hari biasa, Irene tengah duduk menikmati sarapan paginya. Berakting dalam lingkaran orang-orang palsu menguras energinya dan ia harus bertahan dalam waktu yang cukup lama, setidaknya dalam kurun waktu beberapa bulan ke depan. Jujur dia bukanlah tipe orang pendendam tapi dia tidak bisa menyaksikan ketidakadilan di mana dalam hal ini, orang terdekatnyalah yang menjadi korban. Sahabat yang pernah meminta pertolongan padanya namun ia tidak bisa membantu apa pun. Kini ketika ia merasa sudah mampu untuk membantu, ia ingin tersangka kekejaman itu mendapatkan balasan setimpal bahkan lebih dari apa yang mereka perbuat.

Dia berperan sebagai dirinya sendiri, perempuan baik-baik dengan latar belakang keluarga yang baik pula. Di mana ia bisa lebih aman karena memang sulit untuk menyentuhnya, kredibilitasnya sebagai produser sekaligus sutradara film dokumenter yang juga dikenal sebagai aktivis juga tak bisa diragukan. Ia punya banyak rencana dan terus mengumpulkan barang bukti, walau kejadian itu sudah sangat lama ia yakin ada bukti kuat yang masih bisa digunakan untuk menyeret pria itu ke pengadilan. Sekali pun bukti itu sudah tak ada, tetap saja ia akan menyeret pria itu ke pengadilan dengan bukti kejahatan lain, ia tahu bukan hanya masalah pribadi saja yang bisa membuat pria itu membusuk di balik jeruji besi.

Dirinya masih menyimpan email-email yang dikirim oleh Eunbin sebagai bahan bukti. Eunbin pernah bercerita jika ia pernah merekam saat ia dilecehkan namun rekaman itu sudah dirampas oleh pelaku namun jika Irene tak salah ingat, ada satu rekaman yang berhasil sahabatnya itu sembunyikan tapi entah sekarang itu ada di mana. Rekaman itulah yang membuatnya bertekad untuk menjalankan rencana ini.

Irene sudah menghabiskan dua lembar roti panggang namun sepupunya tak juga turun, mengingat hari ini jadwal Mark untuk belanja bulanan dan sampai jam sembilan pagi pun anak itu belum bangun mau tak mau Irene beranjak dari tempat duduknya dan menaiki tangga menuju lantai dua ke arah kamar pemuda awal dua puluhan yang sudah seperti anaknya sendiri itu. Irene mengetuk kamar Mark namun tak mungkin anak itu bangun hanya dengan suara ketukan pintu, tentu saja di detik berikutnya Irene memanggil nama lengkap Mark dengan suara nyaring lumba-lumba miliknya.

Ternyata teriakan Irene lebih ampuh, Mark membuka pintu kamarnya masih dengan muka bantal menghadap kakak sepupu yang sudah seperti ibu keduanya.

"wae?"

"jadwal mu untuk belanja hari ini" ucap Irene mendorong sepupunya dan masuk tanpa effort ke kamar Mark sementara si pemilik kamar masih berusaha mengumpulkan kesadarannya.

"aku sudah mengirimkan daftar belanjanya dan ingat untuk sayuran, kau beli di toko milik Paman Kim saja, kita mulai makan sayuran organik. Awas saja kau beli di supermarket" Irene berbicara dengan Mark dengan serius, matanya mengikuti pergerakan Mark yang masuk ke dalam kamar mandi. Beberapa detik setelah anak itu menutup pintu, Irene beranjak dari ranjang untuk keluar kamar sampai langkahnya terhenti karena benda asing di samping kiri pintu kamar.

"Mark Lee!" panggil Irene namun tak ada jawaban, pemuda itu sibuk mencuci wajah.

Irene kembali duduk di ranjang, menghadap pintu kamar mandi sambil meneliti heels tanpa pasangan yang ia pegang.

.

.

Mark keluar kamar mandi, ia nyaris terpeleset karena kaget dengan Irene yang masih duduk di ranjang kamarnya.

Heal & ValidateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang