43

16 4 3
                                    

Suara gemeresik daun yang saling bersentuhan terdengar cukup tenang. Beberapa orang melakukan aktifitas normal tanpa membuat suara yang terlalu gaduh. Tempat ini benar-benar sangat cocok dengan Linn.

Kembali pada topik awal, mereka sudah sampai demgan selamat di Desa Krystallo. Desa yang ramai akan pendatang karena dekat dengan wilayah bangunan kerajaan Krystallo.

Kae, sebagai pemimpin perjalanan mereka di desa ini, berhenti di salah satu penginapan yang akan mereka tempati. Setelah ini, mereka bisa menata barang-barang mereka dan bebas melakukan beberapa hal. Besok, mereka akan memulai pencarian tempat di mana Mara melakukan ritual.

"Biarkan, alur hidup orang-orang dengan darah Krystallo itu mati. Tante tidak mau mendengar kabar buruk lagi," tegas Kae dengan tangan yang menyilang di depan dada. Saat ini mereka berkumpul di taman dekat dengan danau.

Keheningan terdengar, tak ada seorang pun yang berbicara setelah ucapannya. Hingga terdengar ucapan tolakan keras.

"Tapi, mereka berhak hidup!" tolak Ola sambil sedikit menggebrak meja di depannya.

"Apa perlu menumbalkan dan membiarkan mereka bertemu ajalnya?" tanya Ralu sambil mengerutkan alisnya.

"Aku, tidak tega," lirih Linn.

"Dengar, ini adalah alur kehidupan mereka. Ingat apa yang terakhir kali berubah? Seandainya Tante ikut alur kalian, Tante gak bakal ngasih tahu masa depan Linn sama Ralu. Ayah Linn gak bakal meninggal, begitu juga kedua adik Ola, bahkan termasuk orang tua Ralu yang baru aja kecelakaan dan kalian gak tau tentang itu." Kae menarik napas dan menghembuskannya pelan untuk menenangkan dirinya.

Kae benar-benar benci kekuatannya, beberapa kali melihat alur kematian seseorang sangatlah menjadi beban terberat baginya. Kali ini, dia tidak mau melihat alur kehidupan mereka menjadi lebih buruk.

"Terserah dengan alur kehidupan, seseorang yang gak tahu apa-apa perlu kita lindungi." Ralu berdiri dari tempat duduknya, dia melangkah pergi dari taman itu.

"Aku setuju dengan Ralu," ucap Ola sambil melangkah mengikuti Ralu.

Siel hanya melihat keadaan, lalu perlahan pamit pergi mengikuti Ralu. Langkah kaki Siel terdengar mulai menjauh.

"Jujur aja, aku gak peduli sama mereka, aku lebih peduli sama hidupku sendiri. Diskusi aja, aku mau pergi nyari angin." Giliran Zev, dia melangkah pergi menuju arah yang berbeda dari Ralu dan lainnya.

Sekarang, orang-orang dengan darah asli dari Desa Krystallo tanpa bercampur dengan darah milik orang lain hanya sedikit. Sekitar, 10 orang, mereka cukup gagal untuk melindungi orang-orang itu. Mereka rata-rata hanyalah seorang pelajar yang memiliki waktu untuk belajar, bukan menjadi seorang pahlawan penyelamat dunia.

"Tante hanya menyampaikan, jika kedepannya ada hal yang lebih buruk, itu konsekuensi kalian."

Langit malam terlihat cerah tak berawan. Linn menyandarkan dirinya ke pohon besar di belakangnya. Hingga terdengar suara sedikit gaduh dari arah dahan pohon di belakangnya.

Linn mengangkat kepalanya dan melihat ke arah atas. Mata ungunya tak sengaja bertatapan dengan mata hijau milik seseorang yang berada di atas dahan pohon. Senyum tipis tercetak di wajah Linn.

"Hai, Linn," sapa Noe sambil menjatuhkan dirinya ke bawah, tepatnya di samping Linn.

"Mirip pertemuan pertama kita ya?" tanya Linn sambil tertawa kecil.

"Perasaanku juga tetap sama," ucap Noe sambil mendudukkan dirinya di tanah tepat di samping Linn.

Keheningan menemani mereka berdua, tak ada yang berbicara. Linn menatap ke arah danau di depannya. Tak ada yang istimewa, hanya ada pantulan bulan yang tengah bersinar terang.

"Berhenti ya Kak, cari perempuan lain selain aku." Linn mengalihkan pandangannya ke arah Noe dan tersenyum kecil.

Noe tak menunjukkan ekspresi apapun, dia tahu apa yang akan terjadi. Noe tidak mengharapkan perasaannya yang terbalas.

Linn melepaskan gelang hitam milik Ibunya yang selama ini ia pakai. Dia memberikannya ke Noe.

"Untuk apa?" tanya Noe sambil mengerutkan alisnya.

"Simpan dan pakai ya, aku percaya Kak Noe bisa jaga gelang ini," jawab Linn. Gelang itu sudah berganti pemilik, pergelangan tangan kiri Noe tidak terasa kosong sekarang.

"Bulan hari ini indah ya," celetuk Noe sambil menatap pergelangan tangan kirinya yang sedang disentuh oleh Linn.

"Indah, mungkin," jawab Linn dengan suara lirihnya.

Suara langkah kaki terdengar dari jauh, mendekat ke arah mereka. Hingga terdengar suara yang mengagetkan mereka berdua.

"Aduh, dicariin ke mana aja, ternyata lagi berdua, romantisnya," komentar Ola sambil menggunakan nada mengejek di akhir kata.

"Kau mau sesuatu yang menguntungkanmu? Shie?"

Tatapan Shie yang tadinya sedang fokus pada ponselnya, berganti ke arah jendela kamarnya. Dia melihat sesosok bayangan yang duduk di jendela kamarnya. Dia tidak tahu sejak kapan jendela kamarnya terbuka.

"Kau, kau siapa?!" Shie berdiri dari posisi duduknya dan memposisikan dirinya dengan posisi siaga.

"Kau tidak perlu mengetahuiku, Shie. Kau hanya perlu menuruti perintahku," lirihnya dengan tatapan datar.

Mata Shie yang tak sengaja bertatapan dengan sosok itu mulai berubah menjadi gelap bagaikan tak memiliki harapan. Tak ada tatapan curiga, hanya ada tatapan datar tanpa emosi.

"Apa perintahmu, Nona Mara?"

Matahari telah bersinar, hari telah berganti. Linn mendengar suara gaduh karena suatu masalah, dia melihat Kae yang tengah duduk santai di ruang tamu penginapan dan Ralu yang sedang marah. Terlihat di sudut ruang tamu terdapat Zev dan Noe.

"Ada apa, Ola?" tanya Linn yang secara kebetulan bertemu Ola di dekatnya.

"Hima, hilang," jelas Ola secara singkat, tatapan Ola masih menatap kepada Ralu. Linn membeku setelah mendengar dua kata yang Ola ucapkan.

Kae tidak memberi tahu tentang Hima yang akan menghilang hari ini. Suara Kae yang sedang menjelaskan membuat seluruh pasang mata menatap Kae.

"Sudah Tante bilang, jangan merubah takdir, kali ini, hal ini sudah keluar dari alur takdirnya." Kae berdiri dari sofa merah itu dan melangkah keluar dari penginapan.

Hima menghilang saat perjalanannya ke desa ini, dia memang berangkat lebih telat daripada yang lain.

"Linn, kau gak bisa ngelakuin suatu hal sama kekuatanmu?" tanya Zev.

"Aku, aku baru menggunakan banyak mana beberapa hari yang lalu," jelas Linn sambil mengeratkan kedua genggaman tangannya. Saat ini dirinya sedang dalam masa pemulihan mana.

"Untuk?" tanya Noe dengan menaikkan satu alisnya.

Linn tidak menjawab apapun, dia memilih diam. Saat ini, dia tidak akan mengatakan apapun tentang kekuatannya.

Aku mau cepet cerita ini tamat bung, pengen ganti cerita.

EDELSTENEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang