teu-hi! enjoy this part yyy♡♡♡
Bukankah menanti menjadi suatu hal yang membosankan? Bahkan tidak sedikit orang memilih untuk menyerah di tengah jalan. Balik kanan bubar jalan sebelum masa penantian itu selesai.
Maka tolong sampaikan hal itu pada laki-laki remaja yang hari ini telah mempersiapkan begitu banyak hal. Pun rela bangun lebih awal, sebelum matahari menyemburkan sinarnya.
Jibran yang pagi ini siap dengan acara kecil-kecilan menyambut Bunda pulang, tengah menunggu di bandara.
Hatinya yang kelewat bahagia, serta perasaannya yang melambung tinggi membuat ia tidak memudarkan senyumnya barang sedetik pun.
Rumahnya sudah di dekor sederhana, lengkap dengan kue tart rasa red velvet kesukaan Bunda. Bahkan Eyang dan Arsen pun turut membatunya.
Seperti saat ini, Jibran menunggu Bunda di bandara sedangkan Eyang dan Arsen menunggu di rumahnya.
Jika datang sesuai jadwal, maka Bunda akan datang setengah jam lagi.
Oh! Ini merupakan hari yang menyenangkan!
"Kira-kira gue dibawain apa ya, dari Thailand?"
"Bawaan Bunda banyak nggak?"
"Ntar yang nyetir biar Bunda atau gue aja? Eh Bunda pasti capek, lah!"
"Mau manja-manja sama Bunda habis ini!"
Jibran terus saja bermonolog, seperti menyiapkan apa saja ketika bertemu Bundanya nanti.
Maklum, Jibran memang jarang menghabiskan waktu dengan sosok yang melahirkanya itu.
Handphonenya berbunyi. Notifikasi dari whatsapp membuat layar kotak canggih itu ikut menyala. Tapi Jibran tidak berminat untuk meliriknya, dibiarkan saja hingga layar itu menghitam lagi.
Tapi belum ada satu bulan...
Bercanda.
Belum ada lima detik layar itu mati, notifikasi lain datang. Dengan sedikit berat hati Jibran meraih ponselnya. Membaca pesan hanya dari pop up saja.
Eh?!
Buru-buru ia memulai panggilan dengan Arsen, pelaku yang tadi mengiriminya pesan.
Tidak butuh waktu lama sampai panggilan itu terangkat,
"pulang aja, Ji."
"Lo tau dari mana? Bunda nggak ngabarin gue?"
Jibran jelas tidak percaya. Pasalnya, Arsen memberi tahu jika penerbangan Bunda di delay. Akan tiba besok hari.
Tapi kenapa Bunda sama sekali tidak menghubunginya?
"Dari Eyang. Udah pulang aja, ayo sarapan dulu. Lo tadi pergi sama sekali nggak makan apa-apa, kan?"
Jibran mendengus kesal. Tanpa berkata apapun lagi, ia memutus panggilan itu sepihak.
Berat, pasti. Kecewa, jelas.
Segala angan-angan tentang kegiatan sehari ini dengan Bunda, hangus begitu saja.
Seharusnya Jibran belajar dari pengalaman. Karena bukan hanya sekali penerbangan Bunda terkena delay seperti ini. Tapi masih saja, Jibran terlalu exited untuk menunggu di bandara.
Memang, exited is scary.
Sedangkan di sebrang, Arsen menghela pelan ketika tanpa aba Jibran memutus panggilan. Ia sedikit memaklumi rasa kekesalan yang terpancar dari sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Home, Bunda
FanfictionAku dan rasa sesalku yang tak kunjung selesai. "I'm home, Bunda...."