Episode 4

74 44 179
                                    

Inspektur Andy terus memandangi jalan di depannya dengan saksama. Malam ini, ia ingin mencoba berpikir jernih terkait kasus yang sedang ia tangani. Sejak tadi, kepalanya dipenuhi dengan pertanyaan. Apalagi, siang tadi Rani mengatakan bahwa suaminya sudah pasti dibunuh.

Hal itu semakin membuat Inspektur Andy bertanya-tanya. Apakah kasus ini hanya sebatas bunuh diri? Kalau tidak, bagaimana mayat itu bisa tergantung di sana? Apakah ini kasus pembunuhan? Benang merah belum terlihat. Proses penyelidikan masih berjalan di angka satu persen.

Rani meminta kepada pihak kepolisian untuk mengotopsi mayat suaminya. Untungnya, Inspektur Sahat, dengan sigap menginformasikan kepada tim lab forensik untuk melakukan otopsi. Ini suatu kelegaan bagi Andy, namun menjadi suatu yang amat membingungkan pula nantinya.

Mobil yang dikendarai oleh Andy masih terus melaju membelah ramainya malam ini. Ada suatu tempat yang ia tuju. Tempat yang biasanya ia jadikan sebagai penenang. Namun, akhir-akhir ini ia jarang ke sana, karena banyak hal yang Andy urus.

Mobil Andy perlahan menepi. Ia sudah sampai di salah satu bangunan nuansa cozy. Andy langsung membawa dirinya masuk ke sana.

Bel berbunyi ketika Andy mendorong pintu masuk coffe shop itu. Aroma kopi yang nikmat, tercium kuat. Ini lah aroma yang dirindukan oleh Andy. Aroma yang mampu membuat pikirannya tenang.

Andy berjalan menuju coffe bar untuk memesan pesanannya. Setelahnya, ia duduk di tempat yang ia sukai, di samping jendela yang mengarah ke jalanan.

Andy menghela napas sembari membuka ponsel genggamnya. Ia mengecek apakah ada pesan baru yang masuk.

Baru saja Andy melakukan kegiatannya itu, tak lama aroma kopi yang ia pesan sudah tercium kuat di dekatnya. Dan benar saja, ketika Andy menoleh, kopinya sudah datang dan diantar oleh seseorang.

"Halo, Inspektur Andy Gumala. Apa kabar?" tanya si Barista kepada Andy. Barista itu menaruh kopi pesanan andy di meja, lalu ia ikut duduk berseberangan dengan Andy. "Sudah lama tidak kemari. Ke mana saja kau dua bulan ini?"

Andy sedikit tertawa. "Kau tidak berubah, Pram." Andy mengambil kopinya. "Aku sibuk dengan pekerjaanku."

"Yah, tidak heran, sih. Kau, kan, orang yang paling bisa diandalkan." Pram tertawa setelahnya. "Apakah ada kasus baru?"

Andy mengangguk.

"Apakah kau ingin menceritakannya? Aku selalu menunggu cerita-cerita unik dari kasus yang kau tangani," lanjut Pram dengan sedikit memajukan kepalanya.

"Kasusnya cukup membingungkan menurutku. Kalau dilihat sekilas, kasus ini hanya seperti kasus bunuh diri," ucap Andy sambil menyeruput kopinya.

"Wah, kasus bunuh diri, ya?" Pram menanggapi ucapan Andy. "Tapi akhir-akhir ini memang banyak kasus bunuh diri. Jadi bisa saja, kan?"

Andy meletakkan kopinya. "Bukan. Bukan itu. Ada surat yang ditinggalkan oleh si mayat. Surat itu berisi penjelasan bahwa ia depresi karena masalah dengan keluarganya." Andy merogoh kantongnya. "Namun, ketika kuberi surat itu ke istrinya, istrinya mengaku bahwa itu bukan tulisan suaminya. Dia bilang, suaminya pasti dibunuh."

Andy menunjukkan foto surat itu. "Ditambah dengan keterangan saksi pertama, yaitu sahabatnya sendiri, mereka sempat bertemu untuk nongkrong di sebuah cafe. Di sana korban menceritakan masalahnya kepada sahabatnya itu. Hal ini memperkuat dugaan bahwa kasus ini hanya kasus bunuh diri."

"Aku juga menemukan beberapa barang bukti yang terlihat janggal. Seperti gembok rumah yang rusak, batu yang sedikit lecet di dekat pintu rumahnya, dan satu lagi. Ada sisa sedikit lumpur di dekat mayat itu. Aku sedang menunggu hasil forensiknya."

Pram mendengarkan dengan saksama. Sesekali ia mengangguk-angguk. "Kau bisa mencurigai kedua orang itu, istrinya dan sahabat si korban. Mereka bisa dijadikan tersangka, apabila kesaksiannya tidak konsisten."

"Benar. Aku sempat mencurigai Amir, sahabatnya itu. Namun, ia punya alibi yang kuat. Mungkin esok aku akan kembali menginterogasi mereka berdua."

"Baiklah, Pak Inspektur. Kau selalu bekerja dengan baik, hahaha," ejek Pram yang membuat Andy ikut tersenyum.

"Kopi ini terasa kuat aromanya."

"Benar, kopi ini sejenis kopi robusta. Meskipun aromanya pahit, tapi tetap mampu menenangkan penikmatnya."

"Hm, begitu, ya." Andy memerhatikan kopinya. "Omong-omong soal kopi, adakah kopi yang aromanya yang kuat, saking kuatnya ia masih tercium dalam waktu yang lama?" tanya Andy.

"Hm, ada, sih. Semua kopi memiliki aroma khasnya. Aroma seperti apa yang kau cium?" tanya Andy.

"Ah, tidak ada. Aku hanya bertanya asal saja. Mana tahu ada kopi yang seperti itu."

"Tentu ada." Pram menjawab singkat. "Kau menanyakan ini, pasti ada hubungannya dengan kasusmu, kan?"

Andy terkekeh sebentar. "Aku tidak bisa membohongimu, Pram." Andy menyeruput lagi kopinya. "Aku sedikit mencium aroma kopi ketika masuk ke TKP. Bahkan mayat itu sedikit tercium aroma kopinya."

"Kau harus menyelidikinya."

"Ya, akan kuselidiki hal itu."

Tiba-tiba, ponsel Andy berdering. Ia mengambil ponselnya dan di sana tertera nama Inspektur Sahat. "Sebentar," ucap Andy kepada Pram.

"Halo, Inspektur. Selamat malam," sapa Andy.

"Ah, halo. Kau di mana, Andy?" tanya Inspektur Sahat.

"Aku sedang di luar."

Inspektur Sahat terdiam sebentar. "Datanglah ke kantor. Ada hal yang perlu kubicarakan."

Andy mengerutkan dahinya. Apakah sepenting itu?

"Cepatlah datang. Ini terkait kasus yang kau tangani."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rahasia di Balik BerkasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang