14

293 64 7
                                    

Malam seperti apa itu? Kenapa bayangan manis tak hilang dari benaknya? Ada dua pertanyaan, salah atau tidak Kina memilih ibu Erlangga yang datang beberapa saat lalu untuk menjawab pertanyaannya.

"Alasan laki-laki mencium kita karena lagi kangen seseorang atau sedang nafsuan?"

Elora mengerjap kaget, bukan lantaran pertanyaan yang tiba-tiba itu melainkan seseorang yang mencium Syakina. "Siapa yang menciummu?"

"Pertanyaanya bukan seperti itu, Bu." Kina ingin mengulang, agar Elora mengerti.

"Oke, bagaimana kalau dia jatuh cinta?" Elora menatap baik-baik gadis itu. "Dicium di mana dulu, artinya banyak."

Kina senang akhirnya ibu Erlangga mengerti. "Bibir." ia tidak ragu menjawab.

"Hakikatnya nafsu, tapi kalau--" bagaimana cara menjelaskan agar tidak terdengar vulgar? Elora memutar otak dengan cepat. "Sakit tidak?"

Gadis itu menggeleng. "Cuma susah pas mau bernapas."

Begitu ya. Memprihatinkan sekali. Di mana alamat gadis itu? Elora ingin segera melamar untuk anak lelakinya.

"Kamu suka?"

"Apanya?" Kina tidak ingin Elora salah paham.

"Ciuman itu."

"Enggak kerasa, bukan seperti permen atau kue misalnya." Kina menggambarkan dengan jelas seperti yang dirasakannya. "Seperti dimakan, karena ada gigitan, ketemu bibir dan lidah, aneh pokoknya enggak ada rasa." 

Elora berdeham, ia tidak meminta gadis itu menjelaskan, tapi ya sudah lah. 

"Nafsu mungkin, bisa juga cinta." Elora kagum karena Kina gadis bsik-baik. Seumuran dia, biasanya sedang menikmati masa pacaran tapi anak pak Sufyan berada di sini dan Erlangga menjaganya dengan baik. "Sebenarnya siapa yang menciummu?"

Kina menggeleng. Mau dibawa ke mana mukanya kalau ibu Erlangga tahu? Tentang ciuman itu masih membuatnya bingung, jika begini rasanya kenapa juga di film korea yang ia tonton tokohnya sampai memejamkan mata seolah menikmati? Bahkan tangan mereka juga saling meraba. 

Apa karena kemarin malam dia tidak meraba?

"Untung kemarin Ibu tidak datang." Kina belum bisa melupakan kejadian malam kemarin. 

"Kenapa?"

"Tidak ada apa-apa di rumah. Aku cuma tiduran sepanjang hari."

Hati-hati Elora bertanya lagi, "Memangnya Erlangga tidak pulang?"

Kina menggeleng.  Saat dia bangun Erlangga tidak ada di sampingnya. Sejak pagi itu mood-nya jadi kacau.

"Kamu tidak menelepon?"

Gadis itu menggeleng lagi. Elora gemas. Kenapa Erlangga tidak menelepon Kina? Wajar jika gadis itu merasa aneh. Setelah dicium menghilang, bukannya klarifikasi atau apa gitu.

"Jadi makannya beli kemarin?"

"Aku puasa." Kina tersenyum. Jelas sekali senyum yang dipaksakan. "Cuma enggak sahur, karena memang enggak pengen makan." untung semalam tidur dengan nyenyak jadi dan pagi ini jadi sedikit lebih baik dari kemarin.

Elora menyukai Kina. Kejujuran dan kepolosan gadis itu menonjolkan kebaikan hatinya. Seprtinya Erlangga menjaga gadis yang tepat.

Kina tidak tahu Elora mengirimkan pesan untuk Erlangga dan menyuruh laki-laki itu pulang.

"Kemarin Ibu bertemu keluarga Alia, kamu bicara tentang hubungan keduanya."

Kina mengangguk. "Memang tidak bisa diselamatkan?" entah kenapa Kina merasa kesal, enak sekali Erlangga bisa mencium dua bibir wanita.

"Dari Erlangga tidak, mereka akan membuat Alia mengerti." 

Rumit sekali, sampai harus ketemu keluarga. Atau hanya orang kaya saja yang seperti ini?

******

"Jadi enggak enak, harusnya aku yang masak."

"Kamu juga harus nyicipin masakan Ibu."

Kina merasa tidak enak, dimasakin ibu tuannya. Mereka menikmati makan siang berdua di ruang tamu, sambil mengobrol tak lagi membahas ciuman itu.

"Aku pulang."

Karena itu suara Erlangga Kina tidak melihatnya. Ia tidak marah karena pria itu pulang ke tempatnya sendiri.

Tanpa mengatakan apapun, gadis itu pergi ke dapur mengambil piring untuk Erlangga. Ia tidak tahu Erlangga mengikutinya.

"Kamu baik-baik saja?" merasa aneh, karena gadis itu tidak menyapanya, Erlangga memegang lengan Kina.

"Ini." Kina memberinya piring. 

"Kina." Erlangga masih menahannya. "Kamu kenapa?"

"Aku baik-baik saja." Kina ingin masuk melanjutkan makam siangnya.

"Kina."

Kina yang moodnya kembali kacau, langsung emosi. "Ke mana saja?" wajah gadis itu merah. "Mas pergi setelah menciumku." matanya mulai berkaca-kaca. "Kenapa menciumku?" ia lupa ada ibu Erlangga di ruang tamu. "Kalau kangen Mas bisa ketemu mba Alia, kenapa menciumku setelah itu pergi!" Kina terisak. "Tidur di mana semalam?" mata itu menghujam manik Erlangga. "Tidak bisa jawab?" suaranya mulai pelan, menghempaskan tangan Erlangga gadis itu mengusap matanya, kemudian kembali ke ruang tamu.

Melihat Kina kembali ke sampingnya, Elora tidak berkata apa-apa. Ia pura-pura tidak tahu saja, saat Kina masuk ke kamar nanti akan diceramahi putranya.

Lauknya enak, walaupun sedang marah gadis itu menikmati makan siang. Cukup kemarin dia hampir mati kelaparan karena Erlangga. Tugas yang begitu melelahkan, yaitu maksud dari ciuman putra Elora.

Erlangga sudah mencuci tangan, ia kembali dengan piring di tangan. Sebenarnya laki-laki itu tidak lapar, tapi ia tidak ingin membuat keadaan semakin beku.

Senyumnya terbit ketika Kina mengisi nasi ke piringnya, berikut lauk. Gadis itu sedang marah tapi tetap bersikap baik kepadanya. Erlangga tidak tahu ibu memperhatikannya karena ia sedang menikmati wajah cantik wanita yang telah tinggal lama di apartemennya.

Karena Elora sudah selesai, ia mulai bicara. "Secara kekeluargaan hubunganmu dengan Alia sudah selesai."

Erlangga mengalihkan tatapannya. "Alia memberitahuku."

"Bagus kalau kamu sudah tahu." Elora akan bicara ke intinya. "Sekarang bagaimana? Usiamu sudah cukup untuk menikah."

"Aku ingin menikmati kesendirianku dulu, Bu." Erlangga tidak mau buru-buru.

"Kesendirian?" Elora gemas dengan sikap putranya. "Nyatanya kamu tidak sendiri, sering di sini. Bagaimana kalau Kina hamil?"

Dan yang disebut cegukan. Hamil? Sontak gadis itu memegang perutnya. "Aku masih ingat Bu." gadis itu terlihat ketakutan. Cegukan di saat yang salah. "Hanya ciuman, tidak meraba-raba." cegukan yang menyakitkan.



Wanita di ApartemenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang