Happy Reading🏹
Pagi masih buta ketika Savior sudah terbangun, matanya berbinar penuh semangat. Ia menuruni tangga kastil dengan langkah ringan, bibirnya mengulas senyum yang hangat. Tidurnya semalam terasa begitu nyenyak, dan untuk pertama kalinya dalam beberapa waktu, ia merasakan kedamaian yang sebenarnya, seolah semua masalah yang menggelayutinya mulai perlahan memudar. Tidak perlu dipertanyakan lagi, langkahnya kini hanya tertuju pada satu tujuan—kamar yang baru saja mendapatkan tempat istimewa dalam ingatannya. Kamar yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan olehnya. Kamar siapa ini? Namun, setelah ingatan yang hilang itu kembali, ia menyadari betapa berartinya ruangan ini. Kamar ini bukan hanya sebuah tempat bagi seseorang untuk tidur, tapi seakan menjadi kamar kedua baginya, tempat kenangan dan emosi terkumpul.Tanpa ragu, Savior mendekat dan memanggil nama penghuni kamar itu dengan ceria, "Caspiaaannn!" Suaranya menggema di lorong kosong, tidak diiringi dengan ketukan seperti biasanya. Ia membuka pintu dan melangkah masuk dengan percaya diri, namun yang ia temukan hanyalah ruang yang kosong dan rapi. Kamar itu sudah tertata sempurna, tapi Caspian, sang pemilik, entah kemana perginya.
Raut wajah Savior berubah sedikit kecewa. "Aish, seharusnya kamar ini dikunci saja biar dia hanya bisa beristirahat," gumamnya geram, kesal dengan kenyataan bahwa Caspian tidak ada di tempatnya. Laki-laki itu benar-benar tidak bisa diam saja bahkan ketika sedang sakit sekalipun.
Namun, ia tidak membiarkan kekecewaan itu merusak suasana hatinya yang sedang baik. Savior segera kembali menaiki tangga, menuju kamarnya sendiri di lantai dua untuk merapikan diri. Namun, sebelum ia menaiki tangga, ia tidak sengaja berpapasan dengan Halfoy yang baru saja keluar dari kamarnya. Melihat wajah Halfoy, entah mengapa, hatinya yang sudah ceria terasa semakin ringan.
“Selamat pagi, Halfoy,” sapa Savior dengan nada ceria yang tidak biasa. Tanpa berpikir panjang, ia berjalan mendekat dan secara spontan mengecup pipi Halfoy dengan cepat, kemudian berbalik dan melenggang pergi begitu saja, meninggalkan Halfoy yang terdiam kaku, tidakk percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Seketika Halfoy tersadar dari keterkejutannya, wajahnya memerah marah. "SAVIOR GILAAA!" teriaknya, suaranya menggelegar di sepanjang lorong. Namun, Savior hanya terkekeh, melarikan diri sebelum Halfoy sempat bereaksi lebih jauh. Ia tahu, jika dibiarkan, singa dalam diri Halfoy pasti akan menerkamnya hidup-hidup.
Di lorong yang sama, Theodore baru saja keluar dari kamarnya, matanya masih setengah terpejam karena baru bangun tidur. Melihat kejadian itu dengan matanya sendiri, Theodore mendadak terjaga sepenuhnya, matanya membulat sempurna. Apa yang dilihatnya barusan benar-benar aneh, begitu cepat hingga ia hampir tidak percaya pada penglihatannya sendiri.
Dengan kening berkerut, Theodore menggeleng-gelengkan kepala, merasa perlu untuk memastikan bahwa apa yang baru saja terjadi bukanlah bagian dari mimpinya. "Savior aneh! Benar-benar aneh!" gumamnya pada diri sendiri. Sepertinya, pikir Theodore, mereka perlu mempertimbangkan untuk pergi ke orang pintar atau tabib untuk memastikan tidak ada setan yang merasuki tubuh Savior.
***
Sementara itu, di ruang keluarga yang penuh dengan aura ketegangan, Caspian duduk berhadapan dengan Bibi Anne, yang tampak gelisah di hadapannya. Di sudut ruangan, Raja, Paman Baska, dan Bentely turut hadir, menyaksikan momen yang krusial ini. Bibi Anne, dengan suara yang bergetar, mulai menjelaskan semua yang telah terjadi—kesalahan-kesalahan yang telah ia perbuat, kekacauan yang ia ciptakan. Setiap kata yang keluar dari mulutnya membawa rasa bersalah yang mendalam.Pada akhir penjelasannya, hanya ada satu kata yang terucap dari Bibi Anne, namun kata itu mengandung ribuan penyesalan. "Maaf," katanya dengan suara pelan, menundukkan kepala di hadapan Caspian.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐫𝐫𝐨𝐰 𝐨𝐟 𝐕𝐞𝐧𝐠𝐞𝐚𝐧𝐜𝐞 [END]
Fantasi[BAGIAN KEDUA] SELESAI Setelah kematian tragis Caspian, dunia tampak berjalan seolah-olah dia tak pernah ada. Para pangeran yang dulu bersama dan merasakan kehadirannya setiap hari kini melupakan setiap momen dan kenangan tentangnya. Hanya satu oran...