4

110 19 17
                                    

Yeorin.

“Ummm.” Aku berbaring dan membuka mataku di ruangan gelap.

Berapa lama aku tidur?

Di luar jendela, salju turun lebih deras dibandingkan saat aku hendak tidur, yang berarti badai sedang melanda. Saat aku bangkit untuk menggerakkan kakiku ke sisi tempat tidur, aku merasakan sakit yang mendalam seperti ada sesuatu yang ditusukkan ke dalam diriku.

Aku harus membuat janji dengan dokter kandungan jika hal ini terus berlanjut. Aku sudah mencoba mencari di internet tetapi tidak menemukan jawaban dan sekarang aku merasa takut.

Sekarang aku mulai berpikir bahwa bekas luka di leher ku, rasa sakit yang terus-menerus, dan bahkan berjalan dalam tidur mungkin merupakan tanda-tanda suatu penyakit.

Di sela-sela kakiku terasa lengket dan saat aku mengusapkan tanganku di antara pahaku, rasanya basah. Aku mengendus jariku dan mundur karena terkejut.

Keputihan macam apa itu?

Ini bukan pertama kalinya aku menciumnya dalam sebulan terakhir ini, tapi aku masih tidak tahu apa itu.

Ini tidak seperti penyakit ringan yang ku alami sebelum menstruasi, tapi seumur hidup ku tidak bisa memikirkan bagaimana penyakit itu bisa sampai ke sana. Alasan lain bagi ku untuk pergi memeriksakan diri.

Aku berjalan ke kamar mandi dengan kaki bengkok sambil meringis di setiap langkah. Perasaan air hangat ketika aku mengatur suhu yang tepat sungguh melegakan dan aku bersandar ke dinding dan membiarkan semprotan itu mengenai ku di antara paha dan di vagina ku di tempat yang paling bermanfaat.

Kembali ke kamar tidur, aku mengganti seprai dan mataku tertuju pada kalender ketika aku kembali dari ruang cuci.

“Ah, itu menjelaskannya.” aku sedang dalam masa subur, jadi meski aromanya kali ini jauh lebih kuat dari sebelumnya, kini aku punya penjelasannya.

Itu tidak menjelaskan rasa sakit yang aneh dan bekas luka di leherku yang kini semakin gelap.

Aku membuat roti panggang dan mencucinya dengan jus jeruk karena meskipun aku lapar, aku terlalu lelah untuk mencari-cari sesuatu untuk dimasak apalagi memasaknya.

Aku menemukan sebuah apel dan menggigitnya ketika aku menuju ke ruang tamu sambil berpikir untuk menonton sesuatu di TV. Hanya keberuntungan ku, begitu aku duduk, lampu berkedip-kedip dan padam.

"Sialan!"

Aku tidak punya lilin, sangat ceroboh bagiku tapi itu tidak pernah terlintas dalam pikiranku. Ketika aku tinggal di kota, kami tidak mengalami pemadaman listrik, dan kami yakin tidak pernah ada pemadaman listrik yang mematikan semua lampu di jalan.

Pandangan ke luar jendela memperlihatkan seluruh blok dalam kegelapan, bahkan lampu jalan pun padam. Kegelapan di luar jendela tampak cukup tebal untuk disentuh dan aku berbalik dan berjalan menyusuri dinding sampai aku mencapai pintu kamar tidur yang terbuka.

Aku berjalan ke tempat tidur yang baru dirapikan dan naik ke dalamnya, menarik selimut hingga ke dagu. Apinya tidak perlu dipadamkan karena aku sudah melakukannya sebelumnya dan karena tidak ada lagi yang bisa ku lakukan dalam kegelapan, aku menghabiskan waktu menatap ke dalam api sambil mengamati nyala api yang berkedip-kedip tinggi pada satu menit dan rendah pada menit berikutnya.

Tidak lama kemudian pemandangan itu menjadi menghipnotis dan aku merasakan mata ku terpejam. Kehangatan dari api dan kenyamanan lembut dari selimut bulu segera membuat ku tertidur dan aku bersembunyi, bersiap untuk mendapatkan istirahat malam yang nyenyak.

Aku sedang menunggu kekasihku dalam kegelapan. Aku tahu itu hanya mimpi, tapi rasanya begitu nyata, seperti aku setengah tertidur, setengah sadar.

Aku merasakan denyut nadiku berdebar kencang sebagai antisipasi ketika waktunya semakin dekat bagi dia untuk datang kepadaku. Tubuhku sudah bersiap-siap dan dalam pikiranku hanyalah memasukkan sosok keras itu ke dalam diriku lagi.

Nocturnal Love  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang