O2

56 6 2
                                    

Mendungnya langit terkadang membuatku selalu ingin meminta maaf padamu.

➖🪥🌻〰️

Aku menemukan suara aneh beberapa kali di setiap subuh datang. Membuatku selalu berakhir jatuh tertidur kembali di dekat pintu kamar. Sebenarnya, aku mencoba menguping dari dekat sana. Karena aku terlalu takut jika keluar nanti ternyata suara itu berasal dari hantu-hantu tetangga sebelah. Aku harus waspada untuk menjaga diri juga!

Tapi subuh kali ini aku bertekad. Saat kedua mataku mulai terbiasa dengan gelapnya kamar, aku meluncur turun dari atas kasur melangkah keluar.

Berjalan dengan tangan memegangi dada, pelan-pelan aku membuka pintu. Mengintip melalui celah yang terpampang, waktu itu aku langsung menghela napas lega. Dengan sedikit terburu aku melebarkan. Melangkah keluar kamar sementara dengan intens mencari-cari asal suara terdengar.

"Kamar Papi Daddy?" begitu aku berdiri di depan pintu kamarnya. Lantas aku tempelkan telingaku di sana.

"Hmmpphhㅡ"

Bulu kudukku langsung berdiri. Tubuhku serasa dikejutkan oleh sengatan listrik. Suara tahanan napas itu terdengar sangat menyiksa. Karena yang ku tangkap tidak hanya sekali, aku sangat yakin jika itu berkelanjutan. Pemikiran Papi dicekik membuatku semakin merinding. Aku sudah nyaris pipis di celana kalau tidak ingat aku sudah tidak pakai pampers lagi.

Mengumpulkan sedikit nyali untuk menyerang hantu-hantu yang mungkin mengganggu Papi, setelah menghembuskan napas aku buka pintunya.

Kemudian membuatku berhenti di tempat, "Eh?!" bingungku karena menemukan kamarnya kosong.

"Hooeeekk."

Aku mengerutkan dahi. Berjalan pelan-pelan, "Papi?" memanggil Papi penasaran.

Saat aku mulai berjalan mendekati suara-suara erangan kecil di dalam kamar mandi. Diikuti flush yang menggema, aku paham sekarang. Itu bukan suara hantu yang mencekik Papi, tapi suara Papi yang sedang tercekik karena kesakitan.

Aku beringsut mendekatinya. Yang sedang berjongkok dengan salah satu tangan bertumpu di pinggiran closet.

"Papi, kenapa?" aku lantas bertanya. Sedikit bergetar karena mataku mulai basah karena air mata yang mengumpul. Hidungku ikutan perih.

"Papi gak papa?"

Waktu itu, aku menangkap gerakan cepat Papi yang memencet tombol closet demi berpaling dan mendekapku.

"Papi..."

Aku langsung saja menangis kencang. Mengalungkan tanganku pada Papi yang sigap membawaku dalam gendongan, dengan telapaknya yang menepuk-nepuk punggungku pelan.

"Papi gakpapa, nak. Jangan nangis." begitu Papi bilang. Aku dibawa duduk di atas pangkuannya.

Papi membantuku membersihkan air yang membasahi wajahku. Juga dengan hidungku yang serasa mampet habis menangis.

"Papi bikin Munmuang kebangun ya?"

Cubitannya pada hidungku membuatku berhenti merengek seketika. Aku terkikih kemudian. Ketika Papi menciumi pipiku berkali-kali.

"Munmuang kira Papi dimakan hantu tetangga, tapi Papi malah sakit di kamar mandi. Munmuang takut. Papi gak diguna-guna sama hantu, kan?" begitu aku menjelaskan aku kembali melingkarkan tangan kecilku pada leher Papi.

Cinta Waktu Itu - GeminiFourthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang