Terlalu manis untuk dilupakan, terlalu pahit untuk dikenang.
➖🪥🌻〰️
Datang lalu pergi. Datang lalu pergi. Lagi dan lagi.
Kalau aku tidak peduli aku tidak mungkin menghitung seluruhnya dengan teliti. Meski aku masih kecil, tapi dalam diriku, rasa perlu untuk menjadi dewasa lebih cepat sedikit adalah suatu keharusan. Karena hatiku sakit jika melihat Daddy tidak sehangat seperti sebelum-sebelumnya.
Aku sering merasakan sesak dada setiap kali menemukan Papi terdiam memperhatikan Daddy yang melangkah pergi meninggalkan usai perdebatan singkat. Yang kalau diingat-ingat, mungkin itu satu pertanda mengenai retaknya suatu hubungan. Tapi sekali lagi, usiaku baru lima tahun! Aku mana mengerti bagian-bagian sedalam itu.
"Stop bothering me, can't you?" itu bentakan lain dari Daddy kepada Papi yang tengah meletakkan piring di meja makan.
Waktu itu aku sedang mewarnai buku gambarku di kamar setelah merengek menanyakan Daddy dimana? Kapan Daddy pulang? yang tentu dengan segala tipu muslihat Papi, menjadikanku tenang dengan meminta padaku agar bersabar dan menyerahkan buku bergambar terbaru yang aku idam-idamkan sejak seminggu terakhir untukku warnai selagi menunggu Daddy.
Tapi menunggu itu sesuatu hal yang sangat menyebalkan. Karena menunggu artinya harus bersabar. Bersabar menanti kehadiran Daddy yang sampai kapan harus bersabar, Daddy tidak ada wujud akan datang saat itu juga.
Sehingga setelah mewarnai tiga halaman acak, aku menyerah menjadi anak penyabar. Alih-alih mengikuti permintaan Papi untuk menunggu dengan tenang, aku berlari dari kamar bermain mencari keberadaan Papi demi menanyakan kembali keberadaan Daddy. Karena ini hari minggu. Waktu keluarga tiga beruang bermain dan jalan-jalan bersama!
Dan agaknya, aku dibuat terkesiap. Ketika keberadaanku tidaklah cukup untuk ditangkap penglihatan oleh Daddy dan Papi yang sedang berdiri di ruang makan. Aku bersembunyi di balik kusen pintu penghubung dengan kepala mengintip.
"Ini hari minggu." Papi berujar seolah acuh tak acuh dengan keberadaan Daddy yang tidak dekat namun tidak jauh dari tempat Papi berkegiatan.
"Aku juga tahu ini hari minggu. Makanya aku bilang jangan ganggu aku. Kamu tahu sendiri gimana aku kerja setiap hari. Aku capek, butuh istirahat. Masa kayak gitu aja gak ngerti?" Daddy menyahut penuh amarah. Membuatku berjengit kengerian sampai-sampai sekujur tubuhku seperti tersengat listrik rumah.
"Kamu istirahat dimana?" tidak dengan Papi yang balik bertanya. Dengan suara yang masih begitu sabar. Tenang dan lembut seperti biasanya.
"Seriously, Fot?" Daddy bukannya menjawab justru balik bertanya.
Yang mana membuat Papi menghela, "Don't you remember Munmuang?" pertanyaan lain yang membuatku bolak-balik menatap ke Papi dan Daddy.
"Jangan bawa-bawa Munmuang." Daddy menyahut, nampak tidak suka.
Di situ Papi terlihat mulai hilang kesabaran. Kedua tangan yang semula sibuk meletakkan makanan di meja seketika berhenti bekerja. Mengalihkan pandangan, Papi menatap Daddy sebelum berkata, "Atau sekarang yang diingatan Kak Mabel?"
Mengerjap sebelum menutup mulut tertahan dan berjalan cepat mendekati wastafel sebelum muntah.
"Fot, what's wrong with you?" Daddy bertanya. Terlihat menyusul Papi yang menggerakkan tangan tanda bukan apa-apa. Membersihkan sekitar mulut kemudian membalikkan badan. Berusaha untuk menutupi wajah kesakitannya dengan menarik senyum sebisanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Waktu Itu - GeminiFourth
Cerita PendekAku yang akan bercerita di sini. Jadi simak dan siapkan argumentasi melawan keadilan dan kemurkaan. ➖ Dimulai : 20240904 ➖Berakhir : ⚠️ MPREG! Boy x Boy ©pipieeww_