1974

61 3 0
                                    

Matahari bersinar dengan begitu teriknya menandakan bahwa sudah waktunya untuk diriku beristirahat. Pekerjaan seperti ini sangat menguras tenaga apalagi ketika mengingat upahnya dekat ke angka nol. Namun, aku tidak punya pilihan lain. Sistem kelas membuatku seperti ini. Kelas-kelas pekerja tidak bisa memanjat tangga sosial itu. Sejak lahir, takdir kami telah ditulis. Kami harus menyerahkan segala tenaga kami hingga tubuh kami tidak kuat. Bukan hanya itu, kami bahkan tidak boleh berbicara dengan tuan-tuan dan nona-nona yang berada di sekitar kami. Nah, soal itu... aku sedikit nakal. Ada anak petinggi partai yang sering kali mengunjungi pabrik ini. Ia cantik sekali dan ramah, berbeda dengan anak-anak lainnya.

Beberapa waktu yang lalu, ketika aku sedang bekerja dekat pagar, aku diselipkan secarik kertas olehnya. Isinya, aku disuruh untuk bertemu dengannya di gubuk yang tidak jauh dari sini saat jam makan siang. Aku akui, aku memang mengembalikan keramahan kepadanya tetapi aku tidak menyangka bisa diajak untuk menghabiskan waktu dengan anak petinggi partai seperti ini. Orang tuaku pasti akan sangat marah jika tahu. Kami bisa dihukum berat oleh penegak hukum di sini jika mereka melihatku dengannya.

Ajakannya itu aku ambil, tentunya setelah mengambil jatah roti dan susuku. Roti kering, kecil ini sama sekali tidak layak untuk dimakan tetapi apa boleh buat? Kami adalah kelas pekerja. Mereka akan terus mengeksploitasi kami, mengadu domba kami. Aku tidak akan kaget semisal mereka membuat acara sabung ayam dengan kami sebagai ayamnya.

Aku menyelinap keluar dari pabrik ini, berjongkok dan merangkak melalui suatu pembukaan yang tertutup barang-barang, biasanya, pekerja-pekerja yang nakal akan kabur dari situ. Sekarang sih sudah jarang ada yang keluar melalui bukaan ini. Waktu itu, ada penjaga pabrik yang melihat salah satu dari kami berupaya kabur. Awalnya ia dibiarkan tetapi saat balik ia langsung dicambuk seratus kali. Semenjak saat itu, jarang sekali ada yang keluar.

Setelah berhasil keluar, aku masih harus memastikan bahwa para penjaga itu tidak melihatku. Beruntung, aku keluar tepat dengan mereka bergantian berjaga. Mereka berdua sedang tidak fokus. Aku berhasil menyatu dengan alam, berkamoflase di antara rerumputan dan semak-semak.

Tanpa menunggu lama, aku langsung pergi ke gubuk yang dimaksud. Di dalamnya, terdapat meja usang, lapuk yang di atasnya terdapat lampu minyak. Ada juga dua buah kursi kayu yang pas untuk kami berdua. Satu diduduki oleh Cynthia, anak petinggi partai itu, dan satu untukku. Aku langsung menduduki kursi tersebut.

"Ada apa memanggil hamba kemari, Nona?" tanyaku sopan.

"Tak usah terlalu formal seperti itu. Kau menarik."

"Maksud Nona?"

"Kau berbeda dengan buruh-buruh yang lain. Mereka menjaga pandangannya. Kau sama sekali tidak peduli."

"Maafkan hamba."

"Sudah saya katakan, jangan terlalu formal."

"Maaf. Tapi Nona tahu kan saya dalam masalah besar jika tertangkap."

"Kau pikir saya peduli? Persetan pada aturan."

"Untukmu seperti itu, Nona. Untukku ini soal hidup dan mati. Satu keluargaku akan terdampak."

"Ya sudah. Temui saya di tempat yang tidak terjamah oleh aparat. Akan aku beritahu kepadamu kehidupan yang sesungguhnya."

"Itu alasan Nona mengajak saya kemari?"

"Bisa jadi."

"Baik, Nona. Saya harus segera kembali."

"Tunggu," ucapnya tegas. Ia menyodorkan kotak bekal kepadaku. "Saya tahu kau lapar. Saya sudah berusaha berkompromi dengan Bapak. Katanya kelas pekerja sepertimu tidak pantas mendapat makanan layak. Itu hanya akan menambah biaya saja."

"Terima kasih. Nona tahu? Saya tidak pernah menyukai orang-orang partai itu. Mereka hanya peduli soal perut mereka."

"Kau pikir saya suka dengan mereka? Saya hanya beruntung saja lahir di kelas atas. Saya mendapatkan banyak hak istimewa yang sebenarnya tidak ingin saya ambil."

Aku makan ditemaninya. Kami berdiskusi lama. Ternyata, ada juga anak petinggi partai yang peduli soal nasib kaum proletar seperti kami. Aku pikir, mereka tak peduli karena hal tersebut tidak berdampak terhadap mereka. 

chat-based narratives and unfinished storiesWhere stories live. Discover now