[[CHAPTER 5]] : Kesaksian

849 82 84
                                    

Suara langkah kaki cepat terdengar nyaring, menggema di dalam lorong panjang sekolah Internasional UNHRDO. Beberapa pria berseragam tampak berjalan beriringan, seolah membentuk barisan dan tergesa menuju ke suatu tempat. Tapi jika dilihat lagi, sebenarnya hanya ada satu orang yang tergesa-gesa, sedangkan yang lainnya hanya mengikuti langkah satu orang ini saja.

Itu adalah Jeong Jaeui, yang berjalan cepat menuju ke Ruang Kesehatan yang berada di gedung pertama. Bersama dengan rombongan dari Faksi Afrika, Jaeui tampak begitu terburu-buru. Wajahnya yang selalu terlihat tenang, kini menampakkan kecemasan yang begitu kentara. Bahkan seragam sekolah pun masih melekat di tubuhnya karena ia langsung melesat keluar dari kelas setelah jam pelajaran usai. Tanpa mempedulikan apapun, hanya satu tujuannya yang pasti.

Yaitu menemui Adiknya, Jeong Taeui.

Melihat sosoknya yang terburu-buru dan mengabaikan apapun, pria yang berada tepat di belakangnya mencoba memanggilnya,

"Jeong Jaeui."

Jaeui menuli. Ia tak memiliki waktu untuk meladeni pria ini dan terus melangkah.

"Jaeui. Berhenti. "

Namun ketika tangannya secara tiba-tiba diraih, Jeong Jaeui terpaksa menghentikan langkahnya.

Pria yang sejak tadi mengikutinya bersama rombongannya adalah Rahman Abid Al Saud. Pria ini lah yang menahan lengannya. Cengkeraman dari tangan besar yang melingkari lengan kecilnya itu terasa cukup kuat sehingga Jeong Jaeui akan kesulitan untuk memberontak melepaskan diri darinya.

"Kau tidak bisa pergi seenaknya begini. "

Iris hitam legam yang menatap dengan dingin memantulkan ketidaksetujuan. Namun Jeong Jaeui yang tak takut untuk membalas tatapan itu memasang wajah sama dinginnya dan berkata,

"Lepaskan, Rahman. "

"--?!! "

Orang-orang yang mengikuti keduanya di belakang tampak terkejut ketika melihat Jeong Jaeui menodongkan sebuah pistol ke dada Rahman. Bahkan wajahnya yang dingin itu sama sekali tak berubah dan masih tanpa ekspresi. Seolah ia sama sekali tak mempedulikan apa yang akan terjadi selanjutnya jika ia benar-benar menarik pelatuk dari colt di tangannya itu.

"Tuan! "

Beberapa pria yang berada di belakang mereka tampak terkejut dan secara naluri turut mengeluarkan pistol dari saku mereka. Tanpa ragu, mereka mengarahkannya serempak pada Jeong Jaeui.

Namun Rahman segera mengangkat tangannya untuk memberi perintah,

"Turunkan senjata kalian. "

"Tapi tuan--"

Rahman segera menatap salah satu anak buahnya yang membangkang. Dia tampak ketakutan ketika melihat Rahman berwajah dingin dan segera menurunkan pistol bersamaan dengan rekan-rekannya.

"Jeong Jaeui, darimana kau mendapatkan benda itu?" Tanya Rahman. Nada suaranya menjadi dingin. Namun Jaeui membalas tak kalah dingin,

"Bukankah kau meletakkan benda-benda seperti ini di beberapa tempat di Vila? Kau pikir aku tak tahu? "

Wajah Rahman mengeras.

"Benda itu berbahaya. Jika tidak beruntung, jarimu akan terluka saat menggunakannya. "

"Tak perlu khawatir. Benda ini bahkan bukan pistol sungguhan. Tapi aku cukup yakin ini bisa melukaimu jika ditembakkan dalam jarak sedekat ini. "

Itu bukanlah sebuah gertakan. Itu adalah ancaman murni. Dan untuk pertama kalinya Rahman melihat sosok Jeong Jaeui yang memberontak dengan begitu berani. Namun tak ada ketakutan yang terlihat di wajah Rahman ketika ujung moncong dari senjata yang sangat mirip colt itu menekan dada di mana jantungnya berada. Karena bahkan jika pistol itu hanya melesatkan peluru karet, itu tetap bisa membahayakan nyawanya.

Your's To Claim [[SEASON 2]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang