ฅ 1

748 50 0
                                    

Kisah ini bermula dari pengasingan Raja dan Ratu dari Hastinapura, Raja Pandu, Ratu Kunti dan Dewi Madri. Ketika kelima Pandawa telah lahir, tak berselang lama Kunti menemukan sesosok wanita yang meninggalkan bayinya di tengah hutan, terdapat keranjang bayi yang dihiasi dengan rangkaian bunga teratai yang teramat indah.

"Nak, mulai sekarang kau adalah anakku, kau akan memiliki ke lima kakak laki laki yang akan sangat menyayangimu serta menjagamu." Kunti menggendongnya dan membawanya ke gubuk tempat ia dan keluarganya tinggal.

.

Beberapa tahun kemudian.

"Kakak badanmu itu sudah besar, dan aku yakin itu sudah sangat cukup membuatmu menjadi manusia terkuat di bumi ini,"

Naladhipa, nama indah yang diberikan Pandu dan Kunti untuk anak perempuannya. Mata yang indah, hidung mancung, kulit sawo matang, serta rambut hitam yang sedikit bergelombang.

"Hei Keshwari¹, dengar ya, untuk menjadi manusia terkuat di bumi tidak harus memiliki badan yang besar, keinginan dan hasratmu, itu saja sudah cukup" ucap Arjuna, kakak ketiga Nala.

"Itu tidak benar Arjuna, kau harus makan yang banyak untuk mendapat energi, jika badanmu saja tak bertenaga bagaimana kau akan melindungi orang lain?" sambung Bima sambil memakan ladunya, kini terdengar tawa bahagia dari Pandawa dan Nala.

.

"Nak, meneteskan air mata bukanlah kejahatan, keluarkanlah air matamu agar tidak menjadi batu di dalam hatimu." Setelah mendengar berita kematian Pandu dan Dewi Madri, Widura dan Dewi Setyawati bergegas menuju tempat pengasingan Pandu dan keluarganya.

"Tidak paman, jika aku menangis maka adik adikku akan kehilangan kekuatan dan sandarannya," terlihat Yudhistira tengah menahan tangisnya karna kehilangan dua orang tersayangnya. Setyawati mendekati Sadewa

"nak, kenapa kau tidak menangis?"

Sadewa pun menjawab, "Jika kami menangis maka itu artinya kami tidak mempercayai kakak tertua kami, karna sekarang ia adalah ayah bagi kami."

Melihat ketegaran para Pandhawa hati Setyawati dan Widura pun menjadi tersentuh.

Terlihat gadis manis tengah tersenyum sambil menatap kakaknya yang kini tengah berpelukan,

"Siapa itu nak?" tanya Widura.

"Itu adik terkecil kami, Naladhipa." Yudhistira menjawab.

"Adik perempuan? sejak kapan Pandu memiliki anak perempuan? kenapa ia tak pernah memberi tau pihak istana?" bingung Setyawati, ia pun segera menghampiri Kunti dan meminta penjelasan.

.

"Jika putriku tidak diperbolehkan memasuki istana, maka lebih baik aku dan anak anakku yang lain tetap tinggal di hutan, ibu ratu. Nala sudah ku anggap sebagai anak kandungku, ia telah dibesarkan dengan kasih sayang seperti anak kandung oleh ayah dan kedua ibunya, bagaimana bisa putriku itu ditinggal begitu saja," jelas Kunti.

Satyawati mengerti akan perasaan dan keadaan Kunti saat ini, namun apa kata orang orang ketika Kunti membawa seorang anak yang tidak jelas asal usulnya, setelah perdebatan panjang akhirnya Satyawati luluh dan memperbolehkan Kunti membawa Nala.

. . .

Di depan gerbang masuk kerajaan Hastinapura telah berdiri Bisma, Raja Destrarata, Ratu Gandhari, serta keluarga besar kerajaan lainnya.

Kunti memberi salam pada Bisma selaku Panglima dari Hastinapura "Paman, ini adalah anak anakku, ku bawa mereka kesini untuk medapat bimbingan dan pengajaran darimu."

Bisma pun melihat keenam anak dari ponakannya itu, "Jangan seperti itu Kunti, mereka juga berhak atas kerajaan ini, mereka bukan orang asing bagiku." Bisma tersenyum lembut kearah Pandhawa dan Nala.

Setelah memberi salam kepada keluarga kerajaan yang lainnya, merekapun memasuki istana. Namun, ketika hendak memasuki istana ke enam anak Pandu itu di hadang oleh seratus orang anak Gandhari.

"Hei Pelayan, layani kami!" Perintah Dursasana, putra kedua dari Gandhari.

"Maaf pangeran tapi kami ditugaskan untuk melayani anak anak Pandu." jawab salah satu pelayan dengan penuh rasa hormat.

"Bukan kau, tapi ke enam orang ini!" sanggah Dursasana sambil menunjuk ke arah Pandawa dan Nala.

"Hei kau, apa kau lupa kalau ayah kami adalah raja yang sebenarnya?" Bima merasa tak terima atas hinaan kurawa.

"Ya, ayah kalian adalah raja dari hutan." sambung salah satu kurawa di susul dengan tawa mengejak dari kurawa lainnya.

"Hei kau!" karna tak terima yahnya dihina, Nala maju tiga langkah lebih dekat ke para kurawa, "jangan kau hina kakakku dan ayahku, jika aku mendengar kau menghina mereka sekali lagi akan ku tampar kau!" ucap Nala dengan amarah dimatanya.

"Nala, kau tidak boleh menaikkan nada bicaramu kepada kakakmu, ingat Dursasana juga kakakmu." Yudhistira memegang pundak Nala lembut sambil menasihatinya.

"Aku tak mau memiliki saudari yang bahkan tidak jelas siapa orang tua kandungnya." terdengar suara bocah lelaki, Duryudhana, yang tertua di kurawa.

Karna tak terima adik terkecilnya di hina, Arjuna pun membuka suara,

"Nala adalah anak dari Raja Pandu dan Ratu Kunti, dia adalah adik kandung dari Pandawa!" ujar Arjuna sambil maju mengahampiri adik kecilnya itu.

"Kalau begitu kalian keenam anak Pandu harus memberi hormat pada kak Duryudhana!" pertintah Dursasana dengan angkuhnya.

"Tentu saja adik adikku akan memberi salam kepada Duryudhana, karna Duryudhana adalah yang tertua diantara adik adikku." jelas Yudhistira lembut.

"Dan sebelum itu, kakakmu Duryudhana harus memberi salam kepada kakak kami, kak Yudhistira!" sambung Bima dengan senyum kemenangan di ranumnya.

"Bagaimana bisa seorang pangeran mahkota memberi salam kepada pelayan?" ujar salah satu kurawa.

Nala yang tak terima mendengar hal itu langsung mengacungkan jari telunjuknya ke arah kurawa,

"Kalian seratus bersaudara, apa sama bodohnya? sehingga tidak bisa membedakan yang benar dan yang salah?" Nala tertawa garing dengan nada meremehkan.

Merasa marah Duyudhana memegang jari kecil Nala dan sedikit memutarnya, Nala pun mengaduh kesakitan, nasib baiknya Bisma yang menyaksikan segera melerai dan menyuruh para Kurawa memberi hormat pada Yudhistira, sebagai anak tertua dinasti kuru.

-

Sebagai seorang putri, Nala disediakan kamar pribadi untuknya, namun Nala yang terbiasa tidur bersama Kunti dan saudara suadaranya merasa tidak nyaman, ia pun memutuskan untuk pergi kamar Kunti.

"Ibu."

Mendengar suara Nala, Kunti bergegas menghampiri suara itu, dengan mata kantuknya Nala berjalan mendekati Kunti yang kini tengah duduk beralaskan tikar,

"Ada apa putriku?" Kunti merentangkan tangannya memberi isyarat kepada putri semata wayangnya itu untuk jatuh kepelukannya.

"Aku tidak bisa tidur bu, kamar yang besar dan indah akan terasa menakutkan jika tidak ada ibu didalamnya, aku tidak mau melihat hal lain ketika membuka mataku, aku hanya ingin melihat ibu sebagai yang pertama aku lihat ketika bangun nanti." Nala memeluk Kunti dengan erat seaakan tak mau kehilangan ibu tersayangnya itu.

Tak lama kemudian masuklah Nakula dan Sadewa, disusul oleh ketiga kakaknya yang lain.

ﻌﻌﻌﻌ

[¹] panggilan khusus dari Pandhawa untuk Nala, yang memiliki arti menyejukkan keluarga.

Warning!!! dont expect too much ya guys😔semoga kalian suka, maaf kalo masih banyak kurangnya, karna ga sesuai dengan yang di serialnya.

Naladhipa [Mahabharata fanfic]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang