Siang itu aku dan ibu tengah menyiapkan pemujaan dewa, lalu para Pandawa datang,
"ibu kami mendapat masalah yang sangat besar" kata kakakku, Nakula.
"Apapun masalah yang kalian hadapi maka kalian harus berbagi masalah itu." ucap ibu yang sedang fokus menghias nampan untuk pemujaan.
"Apakah berarti aku juga harus merasakannya, bu?" tanyaku ibupun mengangguk, apakah masalah yang bahkan aku tak tau akarnya darimana harus kuhadapi juga?, tapi selama bersama kelima kakakku aku yakin pasti semua masalah akan jadi ringan.
Siapa sangka masalah yang ku dapatkan menjadi masalah terberat dalam hidupku, berdoa kepada dewa semalaman? yang benar saja.
Untung saja ada sedikit hiburan dari kakak kakakku. Esok harinya ibu menemui kami yang tengah bersiap siap,
"Nak, masalah apa yang kalian hadapi? seluruh istana membicarakannya, ibu dengar kakek menghukum kalian?" terlihat raut muka ibu yang cemas akan anak anaknya,
"Tidak bu, sebenarnya kakek hanya menghukum kak Bima saja, kami dihukum oleh ibu sendiri." aku dan Pandawa pun tertawa sambil menatap satu sama lain.
-
Di taman belakang istana, terlihat para pangeran bersama anak anak lain tengah bermain bola, tak sengaja bola yang dilempar Bima terkena boneka Durasala, anak bungsu Ratu Gandhari.
"Maafkan aku Dursala." Bima dan para Pandawa menghampiri anak perempuan yang tengah menangis itu.
"Kau telah membuat temanku kesakitan, minta maaflah padanya!" ucap Dursala sembari menahan tangisnya.
"Temanmu? yang mana?" Bima mencari yang disebut teman oleh putri kecil itu,
"Dia, kau telah membuatnya pingsan!" Dursala menunjuk ke boneka digendonganya itu.
"Tapi itu kan boneka?" Bima merasa heran dan malu, dia pangeran bagaimana bisa dia menggendong boneka.
"Tenanglah Dursala, kakak Bima akan menggendong dan meminta maaf kepada temanmu itu." ucap Arjuna menenangkan Dursala sambil sedikit mengejek Bima.
Di tengah perdebatan Bima dan keempat adiknya datanglah Duryudhana,
"Dursala apa yang kau lakukan? kau mengganggu saudara Bima, kembalikan bolanya!" ia hendak merebut bola Bima dari tangan adik bungsunya,
"tak apa saudara Duryudhana, aku akan meminta maaf. " Bima yang merasa suasana berubahpun memutuskan untuk meminta maaf pada Dursala.
"Dia yang bersalah kak, kenapa kau tak memarahi dia?" bantah Dursala merasa tak mendapat keadilan, "para pangeran tidak memainkan mainan bodohmu itu!" ucap Duryudhana sarkas.
Merasa tak terima, Dursala melempar bola itu hingga masuk ke dalam sumur, sontak hal itu mencuri perhatian para pangeran lain dan mereka segera berlarian ke arah sumur itu.
Nala yang melihat keramaian lantas mendekatinya, Arjuna yang melihat Nala mendekatpun menghampirinya,
"Keshwari bukannya kau harus membantu ibu?" tak bermaksud mengusir adik kesayangannya itu, hanya saja putra Indra itu tak mau Nala mendapat masalah sebab ia tau kelicikan dari 100 putra Raja Destrarasta itu.
"Ya, tapi aku bosan kak, di dapur aku hanya boleh duduk sambil memperhatikan para pelayan masak, jadi ibu menyuruhku untuk menyusul kalian." jelas Nala sambil sedikit menjijitkan kaki guna melihat kegaduhan di sekitar sumur.
"Aku akan melompat untuk mengambil bolamu saudara Bima." Duryudhana mengambil ancang anacang untuk melompat,
"tidak perlu saudara Duryudhana, aku akan mengambilnya sendiri." merasa tak enak Bima pun mencegahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naladhipa [Mahabharata fanfic]
Historical FictionKetika utusan sang dewi ditakdirkan untuk membantu Khrisna mengubah takdir setiap manusia guna menegakkan dharma, perang besar yang sangat berpengaruh bagi kehidupan selanjutnya. cover by canva @heyjaystudio