Kegelapan di sekitar Athala dan teman-temannya makin menebal saat mereka berlari tanpa arah. Suara langkah kaki yang makin dekat, seperti sedang mengikuti mereka, membuat napas mereka makin berat dan cepat. Mencari jalan ke luar dari lorong yang gelap dan berliku-liku ini terasa seperti usaha yang sia-sia.
“Apa kita salah arah?” tanya Chacha, suara paniknya membahana di antara teriakan dan suara detakan jantung mereka.
“Kita udah lewat dari sini!” teriak Nirvana, membanting tangan ke dinding yang dingin dan kasar. “Ini nggak mungkin.”
Sementara mereka berlari, lampu neon di lorong mulai berkedip makin cepat, seolah-olah meramalkan sesuatu yang buruk akan terjadi. Semakin lama mereka berlari, makin jelas suara detak jantung dan napas yang makin cepat di belakang mereka. Terasa makin mendekat, namun saat mereka menoleh, tidak ada apapun di belakang mereka kecuali kegelapan.
“Athala, hati-hati!” seru Nadila saat mereka memasuki sebuah ruangan besar yang penuh dengan peralatan medis usang dan meja operasi berdebu.
Athala terengah-engah, kepalanya berputar karena ketakutan dan kelelahan. Di depan mereka, ada dua pintu, satu di kiri dan satu di kanan. Dalam kebingungan, mereka memilih pintu kanan dan berlari masuk, berharap itu adalah jalan ke luar.
Pintu itu terbuka dengan keras dan mereka menemukan diri mereka di dalam ruangan yang lebih besar, dengan rak-rak penuh botol-botol kaca dan instrumen medis yang rusak. Di tengah ruangan, ada sebuah meja yang tertutup dengan kain putih.
Tiba-tiba, lampu utama di ruangan itu padam, meninggalkan mereka dalam kegelapan total. Suara berderak keras mengisi udara dan Athala bisa merasakan suhu ruangan turun drastis.
“Jangan bergerak!” seru Nirvana. Namun sebelum ada yang sempat bergerak, sebuah suara gemeretak dari atas membuat mereka semua menoleh ke atas.
Dari langit-langit yang kotor dan berkarat, sesuatu mulai turun perlahan. Dalam cahaya lampu senter yang bergetar, Athala melihat bahwa itu adalah tubuh manusia, digantung terbalik dan terikat dengan tali. Wajahnya sudah membusuk dan mata kosongnya menatap mereka dengan penuh kematian.
“Aaaaahhh!” teriak Nadila, hampir terjatuh saat tubuh itu menyentuh lantai dengan keras. Suara teriakan Nadila membuat tubuh itu menggoyang, dan benda-benda di sekeliling mereka bergetar.
Athala mencoba menenangkan diri dan memfokuskan pikirannya. “Kita harus ke luar dari sini, cepat!” teriaknya, menarik teman-temannya.
Mereka bergerak cepat menuju pintu yang berlawanan, tapi saat mereka mencoba membukanya, pintu itu macet dan tidak bisa terbuka. Sementara mereka berusaha membuka pintu, Athala merasakan angin dingin menyapu wajahnya. Suara bisikan halus muncul dari balik rak, seperti ada sesuatu yang bersembunyi di sana.
“Kita nggak sendirian di sini,” bisik Chacha dengan gemetar.
Athala mendekati rak dengan hati-hati, dan saat dia meraih salah satu botol, rak itu bergerak sendiri, mengungkapkan sebuah pintu rahasia di baliknya. Pintu itu terlihat lebih tua dari yang lain, terbuat dari kayu gelap dan tua dengan ukiran aneh.
“Ini bisa jadi jalan ke luar,” kata Athala, membuka pintu dengan susah payah. Dengan bantuan teman-temannya, pintu itu akhirnya terbuka dan mereka menemukan sebuah tangga spiral yang menuju ke bawah.
Tanpa ragu, mereka turun ke bawah, berharap ini adalah jalan ke luar dari tempat terkutuk ini. Tangga itu terbuat dari besi tua, berkarat dan berderak setiap kali mereka menginjaknya. Setiap langkah terasa berat, dan ketegangan semakin meningkat saat mereka semakin dalam.
Saat mereka mencapai dasar tangga, mereka mendapati diri mereka berada di sebuah ruangan besar yang penuh dengan kabel-kabel dan mesin yang tidak dikenal. Di tengah ruangan, terdapat sebuah meja besar yang penuh dengan alat-alat medis canggih, dan di atasnya, ada sebuah layar monitor yang menampilkan berbagai grafik dan angka.
Tiba-tiba, layar monitor menyala dengan sendirinya, menunjukkan gambar Kenzo yang terbaring di ruang ICU, dengan detak jantung yang makin lemah. Tanpa peringatan, lampu di ruangan itu menyala dengan terang, mengungkapkan sosok pria berjubah putih yang berdiri di sudut ruangan. Wajahnya tampak makin menakutkan dengan mata merah menyala, menatap mereka dengan penuh kemarahan.
“Tidak ada yang boleh meninggalkan tempat ini,” suara pria itu menggema, membuat tubuh mereka bergetar ketakutan. “Kalian sudah masuk, tidak ada jalan ke luar.”
Athala dan teman-temannya terjebak, tidak tahu arah keluar. Pria berjubah putih itu melangkah maju, dan saat itu lampu-lampu mulai berkedip secara tidak menentu, menciptakan ilusi bayangan yang bergerak cepat.
Athala merasa panik, tetapi mencoba berpikir cepat. “Kita harus berpisah!” teriaknya. “Cari jalan ke luar!”
Dengan hati yang berdebar, mereka masing-masing berlari dalam arah yang berbeda. Athala berlari ke salah satu sudut ruangan, mencari apapun yang bisa membantu mereka melarikan diri. Di tengah kekacauan, dia mendengar suara berderak dari belakang dan merasakan udara yang makin dingin.
Tiba-tiba, dari kegelapan muncul banyak tangan, meraih dan mencengkeram kakinya. Athala berteriak, berusaha melepaskan diri, tapi tangan-tangan itu makin kuat. Dengan sekuat tenaga, dia meraih sebuah alat yang tergeletak di lantai dan memukul tangan-tangan itu hingga akhirnya lepas.
Athala terus berlari, hingga dia menemukan sebuah lorong kecil yang tampaknya menuju ke luar. Dia berlari menuju lorong itu, jantungnya berdegup kencang. Ketika dia mencapai ujung lorong, dia menemukan pintu kayu yang terbuka sedikit. Dengan satu dorongan keras, dia membuka pintu itu, dan akhirnya, dia melangkah ke luar bangunan yang tampak hancur dan terabaikan, di bawah cahaya bulan yang pucat.
Namun, tidak ada waktu untuk bersantai. Di luar, kegelapan malam terasa makin menakutkan. Athala harus segera mencari teman-temannya dan menemukan cara untuk menyelamatkan Kenzo. Waktu makin mendesak dan setiap langkah yang diambil seolah menjadi perjuangan melawan kegelapan yang mengancam nyawa mereka.
Sementara di luar sana hanya ada hutan lebat yang terlihat makin menakutkan. Tak lama kemudian, terdengar juga suara lolongan anjing yang membuat bulu kuduk Athala bergidik.
Tiba-tiba ...
Bugh!
Sebuah hantaman keras mendarat di tengkuk Athala. Athala jatuh tersungkur ke tanah, pandangannya mulai kabur dan kesadarannya perlahan memudar. Suara lolongan anjing semakin sayup di kejauhan, sementara tubuhnya terasa semakin berat. Sebelum semuanya menjadi gelap sepenuhnya, dia melihat siluet bayangan samar mendekatinya, namun terlalu lemah untuk melawan atau bergerak.
***
Kira-kira kali ini mereka bisa keluar dengan selamat gak ya?
Kalau mau update-nya cepet, ramaikan dulu. Kalau sepi, slow update.
![](https://img.wattpad.com/cover/271560400-288-k509676.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Find the Key 2
Mystère / Thriller(Slow Update) ⚠️ jangan baca tunggu tamat, nanti ketinggalan tau-tau sudah dihapus. Kenzo dan Athala mendapatkan invitation reuni dari teman-teman lama mereka. Dalam perjalanan menuju ke sana, tiba-tiba mereka mengalami kecelakaan hingga tidak sadar...