"Saat manusia lain sibuk mencari bahagia, kenapa kamu justru sibuk menjatuhkan manusia lain? Jangan salahkan Tuhan jika akhirnya kamu tidak bahagia, kamu sendiri yang mengabaikan hidupmu."- Author Nayanika
Nayanika terbangun kala matahari mulai menampakkan diri dan menciptakan suasana pagi yang cerah. Cahayanya menembus pelan kamar Naya hingga menciptakan silau. Naya menutup wajahnya dengan sebelah tangan untuk menghalau silaunya sang mentari. Diliriknya jam di dinding, baru pukul 05.54, bahkan belum genap jam 6 pagi, tapi sang mentari sudah begitu bersemangat memancarkan sinar semangat di pagi ini."Semangat, Naya! Hari pertama di sekolah baru."
Naya bergegas ke kamar mandi dan bersiap. Tak butuh waktu lama, hanya dalam 15 menit, Naya sudah selesai mandi dan bersiap dengan seragam sekolah barunya.
Gadis itu menyemprotkan parfum dengan aroma lily of the valley ke tubuhnya, meninggalkan jejak berupa bau wangi pada tubuhnya. "Udah wangi, tinggal berangkat," ucapnya dengan penuh semangat menuruni anak tangga rumahnya untuk menuju meja makan.
"Jam segini baru bangun?" tanya Hana yang membuat Naya spontan melirik jam tangannya. Baru jam 06.15.
"Jangan bawa kebiasaan kamu di Bandung ke sini, Naya. Mungkin kamu sudah terbiasa bangun siang di sana, tapi di sini kamu harus disiplin!" Disiplin? Memangnya bangun jam 6 pagi itu terlalu siang? Hari ini Naya berhalangan beribadah, pertemuan semalam juga membuatnya lelah hingga bangun pada waktu tersebut. Ahhh, sudahlah! Naya memilih mendudukkan dirinya pada kursi meja makan untuk sarapan pagi.
"Mau apa? Mau makan? Ga lihat makanan udah habis?" ucapan dari Hana yang lagi-lagi menusuk hati Naya. "Makanya lain kali jangan bangun siang. Ga ada sarapan buat kamu pagi ini!" lanjut Hana.
"Ma ..., udah, Ma. Lagian Naya pasti capek karena pertemuan semalam," bela Freya.
"Terserah."
"Maaf, Ma, salah Naya yang bangun siang. Papa ... mana, Ma?" Gadis itu berniat berangkat sekolah dengan diantar Agam. Setidaknya, jika tidak bisa sarapan bersama maka Naya masih bisa diantar ke sekolah.
"Udah kerja. Kenapa? Mau bareng?" Naya mengangguk sebab memang benar begitu adanya.
"Yaudah, sama kakak aja, Nay."
"NGGAK!! Kalian ga searah. Naya biar naik kendaraan umum aja, udah biasa sendiri juga kan?"
"Gapapa, Freya ga buru-buru kok. Yuk, Nay!"
Mereka berpamitan kepada Hana untuk berangkat ke sekolah dan pergi ke Kampus. Tepat saat Naya hendak menyalimi tangan Hana, Hana menyentak dengan kasar. "Puas kamu merepotkan anak saya!" Naya tersentak. Memang Naya akui dia cukup merepotkan. Tapi, Naya anak mereka juga bukan?
****
"Terimakasih, kak Frey," ucap Naya saat keduanya sudah sampai di SMA Pancasila, tempat baru bagi Naya untuk menuntut ilmu."Okey, silahkan turun adik manis, kakak," tidak ada pergerakan dari Naya, gadis itu masih diam di tempat. "Kenapa belum turun? Ada yang mau disampaikan?"
"Kakak, Naya iri. Kenapa kak Frey bisa disayang Papa dan Mama sedang Naya ngga? Naya ini beban keluarga ya, kak? Naya menyusahkan keluarga kita, jadi orang tua kita ga mau menyisihkan sedikit kasih sayang untuk Naya?"
Muncul secuil rasa sakit di hati Freya mendengar ungkapan hati Naya. Ribuan maaf terucap dalam kalbunya atas segala penyiksaan batin yang diterima Naya saat ini.
"Hanya belum waktunya, nanti mereka pasti bisa sayang sama, Naya. Naya bukan beban, Naya anak baik, keluarga kita bahkan sangat beruntung dianugrahi Naya,"
"Naya ga perlu memikirkan hal ini. Adaptasi sama sekolah baru dan semangat belajarnya. Sekarang masuk sekolah, ya."
Gadis itu mengangguk. Membuka pintu mobil dan berpamitan kepada Freya sebelum masuk sekolah.
****
Naya merajut langkah menuju kelas XI IPA 1. Kelas barunya di sekolah baru juga tentunya. Ia mengetuk pintu kelas itu hingga seorang guru mempersilahkannya masuk dan memperkenalkan diri."Haii semua, nama aku Nayanika Zelline Anagata, kalian bisa panggil aku, Naya. Aku pindahan dari Bandung, salam kenal semuanya."
"Baik silahkan duduk, Naya dan semoga bisa segera beradaptasi di sini, ya."
Naya berterimakasih dan mulai mendudukan dirinya pada bangku kosong di sana, di samping seorang gadis dengan name tag Alesha Hanasta.
"Haiii Nayaaa!! Kenalin Alesha calon kakak ipar lo!" sambut Alesha dengan ramah dan semangat yang meledak-ledak.
"Hah?" Naya dibuat bingung sendiri. Seingatanya dia tidak punya kakak laki-laki, bagaimana mungkin gadis di sampingnya ini mengaku sebagai calon kakak iparnya? Tidak mungkin orang tuanya mengangkat seorang anak laki-laki saat Naya di Bandung bukan?
"Gue pacarnya Abian, Nay!"
"Ohhh ... kak Abian, halo Alesha."
Sekarang Naya sudah paham. Pasti Abian sudah memberitahu masalah perjodohan konyolnya dengan Kalandra kepada kekasihnya ini, sehingga Alesha bisa mengaku sebagai "calon kakak iparnya".
"Btw, kemarin ada satu murid pindahan dari Bandung juga, loh! Dari sekolah yang sama kayak lo juga deh, kayaknya. Temen lo?"
Teman? Memangnya sejak kapan Naya punya teman?
"Siapa?"
"Gue lupa namanya. Sis ... siapa, ya. Sinta? Riska? Atau Siska?"
"Siska? Siska Aveline Thalasa?"
"NAH BENER!! Itu lo tau, jadi kalian emang temen dong!" teriak Alesha sebelum guru yang mengajar mengamuk-ngamuk karena Alesha merusak situasi pembelajaran yang kondusif.
"Siska?"
"Plakk!"
"Plakk!"
"Bugh!"
"Gue. Siska Aveline Thalasa, ga akan biarin lo hiduo dengan damai, Naya! GUE ORANG PERTAMA YANG AKAN TERTAWA LANTANG LIHAT LO MENDERITA!"
"Bukan. Dia bukan temen aku, Sha."
Nayanika datang lagi nih 🥹🥹
Kalian kangen ga sama Naya? Soalnya Naya kangen ...
Banyak cinta dari Naya nih, sampai jumpa di next chapter 💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
NAYANIKA
Teen FictionNamaku Naya. Nayanika Zelline Anagata. Sejak kecil aku tinggal di Bandung. Sendiri, tanpa siapa pun meski aku masih mempunyai orang tua yang utuh dan seorang saudara perempuan yang sangat kusayangi. Hingga aku dibawa ke Jakarta oleh kedua orang tuak...