gone¹

14 16 0
                                    

Hujan mengguyur kota tanpa henti, membasahi jalanan yang lengang dan memantulkan cahaya lampu neon yang menyilaukan. Angin berdesir kencang, menerpa jendela mobil bus tempat Ravenna Laisya, seorang perempuan berambut terurai, duduk sambil mendengarkan musik.

"Telat lagi, telat lagi..." gumamnya, matanya menatap kosong ke arah luar jendela. Derasnya hujan membuat suara musik yang ia dengarkan teredam.

"Gapapa lah, lagian gak akan ngaruh ke nilai juga," lanjutnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Namun, sesaat kemudian, bus itu berhenti tepat di depan halte sekolahnya.

Gedung sekolah tampak seperti pulau di tengah lautan hujan, diselimuti kabut tipis yang berasal dari air hujan. Venna berjalan menuju sekolah, matanya menelisik berharap tidak ada seorang pun di dalam.

Setelah dirasa aman, dengan lihai ia menaiki pagar yang tak cukup tinggi dan melompat masuk.

"Hah... Akhirnya," dengan bangga ia mengibaskan rambut hitamnya, lagi-lagi berhasil melewati gerbang sekolah.

Namun, saat berbalik badan, ia mendapati seorang pria tua, Pak Satpam, sedang memegang pentungan dan buku catatan.

"Ravenna Laisya, nama kamu sudah banyak di buku ini. Tidak berniat untuk berubah?" tanya Pak Satpam sambil menunjuk buku catatan yang ia bawa.

Venna sering telat. Rumahnya berada jauh dari sekolah terpencil ini, dan hanya bus dan kendaraan beroda empat yang bisa mengantarnya. Jalanan yang tak mumpuni untuk kendaraan beroda dua, ditambah licin karena hujan, membuat Venna enggan menggunakan sepeda motor.

"Ya, Pak. Bapak kan tahu kalo rumah saya tuh jauh dari sini, butuh waktu, Pak." Venna mencoba bernegosiasi dengan suara lesu.

"Tidak ada alasan, cepat ke lapangan dan lari 10 keliling!" Pak Satpam tak mau menerima negosiasi.

Mau tak mau, Venna harus menuruti perintah Pak Satpam. Ia berjalan dengan lesu ke arah lapangan dan menyimpan tasnya.

Berkeliling 10 putaran ditambah belum sarapan, bisa membuatnya pingsan di tempat.

Dengan ide cemerlang, ia menghampiri Pak Satpam. "Pak, bukannya depan bakal ada ujian, saya harus ngapalin, Pak. Apalagi saya udah kelas 12, yang artinya nilai ujian saya harus besar."

Pak Satpam berpikir sejenak sambil menopang dagunya dengan tangan. "Oke, saya kurangin jadi 5 keliling."

Venna kembali ceria, ia memberi hormat pada Pak Satpam dengan tegak. "Siap, Pak."

Ia sudah menyelesaikan tiga putaran, tinggal dua putaran lagi dan ia bisa memasuki kelasnya.

Memang benar, bulan depan akan dilaksanakan ujian bulanan. Sebenarnya, Venna tidak terlalu peduli dengan itu. Tapi karena ia sudah kelas 12, ia harus berusaha mendapatkan nilai bagus.

•°•°•°•°•°•°•°•°

Kelas 12 IPA 2 sangat hening. Semua murid sedang belajar dan menghafal materi yang akan diujikan.

Hening itu tiba-tiba terpecah oleh suara pintu yang di dobrak dengan kasar.

"Hahhh, gila capek banget bangke." Venna, orang yang mendobrak pintu, membungkukkan badannya untuk menghilangkan rasa lelah.

"Brisik. Yang lain lagi belajar." Venna langsung menutup mulutnya saat menyadari teman-temannya sedang fokus belajar.

"Yaudah sih, gue kan gak tau kalo kalian lagi ngapalin." Venna membalas dengan nada sinis, lalu duduk di tempat duduknya di belakang dekat jendela.

Hujan masih deras. Untung saja ia dihukum di lapangan dalam.

Venna mengeluarkan buku-bukunya dari dalam tas. Ia belum tahu materi apa saja yang akan dibahas dalam soal.

"Btw, Lo tau gak kalo kelas IPA 3 ada yang hilang?" tanya seorang teman.

"Iya, dan katanya sampai saat ini dia belum ditemuin."

"Gue yakin dia diculik, tapi... Bukannya ada beberapa siswa yang hilang sebelum dia, kan?"

Desas-desus tentang hilangnya Viona, siswa kelas 12 IPA 3, terdengar di kelas. Venna yang penasaran menghampiri teman-temannya yang sedang bergosip.

"Ada apa cuy?" tanya Venna basa-basi.

"Ini lagi ngomongin Viona kelas 12 IPA 3 yang katanya hilang gak ada kabar." Jawab salah satu dari mereka. Venna semakin tertarik dengan berita ini.

"Dan Lo tau, sebelum Viona, katanya ada beberapa siswa yang hilang juga, gue takut." Venna semakin bingung. Apa benar gosip tentang penculikan itu?

"Ah, itu mah dikeluarin kali, cuman biar gak malu jadinya pake embel-embel diculik," ujar Venna yang berusaha membantah gosip tersebut.

"Bisa jadi sih..." Akhirnya mereka kembali duduk di bangku masing-masing karena ada guru yang datang.

Venna jadi kepikiran tentang gosip tersebut...

"Viona, ya..." Venna sambil mengetuk-ngetuk meja, ia membuka ponsel nya untuk bertanya pada temannya yang dari kelas IPA 2.

Mave

[Ravenna] "Mave, mau nanya nih"

[Mave] "Apaan?"

[Ravenna] "katanya dikelas Lo
ada murid yang hilang ya?"

[Mave] "iya, Viona. Ko lu tau?"

[Ravenna] "dari temen, bukannya dia yang waktu itu ujian bulanan paling rendah ya nilainya di kelas Lo?"

[Mave] "iya, dia kayanya langsung keluar sekolah karna malu"

[Ravenna] "eh bukannya udah dua siswa ya yang hilang dikelas Lo?"

[Mave] "iya, Vanya. Tapi dia hilang nya satu bulan sebelum Viona hilang, gue gak tau dia hilang kemana dan kenapa"

[Ravenna] "oke, makasih infonya"

Dugaan Mave dan dugaan dirinya tidak jauh beda, mengira bahwa viona keluar dari sekolah karena malu mendapatkan nilai paling rendah saat ujian bulanan.

"Tapi masa iya sampe keluar cuman karena nilai rendah, apalagi sekarang udah kelas 12 yang sebentar lagi bakal lulus.." bingung Vanna saat menyadari ada yang janggal dalam kasus ini.

"Anak anak, sudah siap untuk ujian bulanan nya?" Tanya guru didepan membuat lamunan Vanna buyar.

"Sudah Bu..." Serempak semua murid menjawab dengan keras.

"Berapapun nilainya, itu hasil dari kerja keras kalian, ingat berusaha lebih keras agar terhindar dari masalah." Bu guru merapihkan meja nya saat diarasa mengajarnya sudah selesai.

Semua murid menganggur termasuk Vanna.

Tapi. Apa? Masalah? Apa hubungannya nilai ujian sama masalah? "Gila gue gila, maksud tuh guru apaan coba."

INFINITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang