warning⁴

9 14 0
                                    

Amara memasuki kelasnya hanya untuk menyimpan tas dan buku yang ia bawa.  Ia merasa lelah dan sedikit takut setelah pertemuannya dengan orang berjubah hitam itu.  Ia harus segera mencari Daffa dan menceritakan semuanya.

Ia kembali keluar kelas dan mencari Daffa di perpustakaan, tempat yang mereka sepakati untuk bertemu.

"Mar, sini,"  Amara menoleh dan melihat Daffa melambaikan tangan ke arahnya dari balik rak buku.

"Apa yang mau lo tanyakan?" tanya Daffa saat Amara sudah berada di sisinya.

"Lo tau siapa Galen Anderson?" tanya Amara, matanya menatap Daffa dengan penuh harap.

Daffa mengerutkan keningnya, mencoba mengingat nama siswa yang ditanyakan oleh Amara.  "Galen Anderson ya... ah dia siswa kelas 12 IPS, dia juga menghilang secara misterius sudah beberapa bulan," jawab Daffa.

Amara langsung teringat ke arah berkas yang diberi tanda {X}.  "Berarti berkas yang diberi tanda {X} adalah berkas siswa yang menghilang secara misterius ya..." gumamnya, suaranya hampir tak terdengar.

"Berkas apa?" tanya Daffa penasaran.  "Ahh nggak," jawab Amara, matanya berbinar-binar, mencoba menyembunyikan kebohongan dari Daffa.

"Ada sesuatu yang lo sembunyikan dari gue ya..." Daffa melotot tak percaya.  Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Amara.

"Hah, jadi gini gue tuh kemaren masuk keruangan kepala sekolah, dan mau nyari tau tentang kasus siswa yang menghilang secara misterius,"  Amara menceritakan kejadian kemarin dengan gugup.

Daffa melotot tak percaya.  "Gila. Lo gila, Mar," hanya itu yang bisa Daffa ucapkan sebagai pendefinisian untuk Amara.  Ia tak habis pikir dengan keberanian Amara yang nekat masuk ke ruangan kepala sekolah.

"Terus apa aja yang lo temuin disana?" tanya Daffa, penasaran.

"Gue nemuin berkas siswa, tetapi beberapa diantaranya diberi tanda {X} dan gue yakin, berkas yang diberi tanda itu adalah berkas siswa yang menghilang secara misterius,"  jelas Amara.

Daffa berpikir, "Aneh."  "Emang berkas siapa aja yang diberi tanda {X}?" tanyanya.

Amara mencoba mengingat kejadian kemarin.  "Ahh iya, Punya Viona, Vanya, dan Galen. Hanya berkas mereka yang diberi tanda itu," jawabnya.

"Berarti memang benar, siswa yang hilang, berkasnya akan diberi tanda {X},"  kata Daffa, kini mereka berdua telah mengetahui satu hal.

Dan tanpa mereka sadari bahwa sedari tadi ada yang mengintainya dibalik rak-rak buku yang ada disana.

"Target membantah perkataan," bisik orang itu pada benda kecil yang ia bawa, entah berbicara dengan siapa.

"Yaudah, gue balik duluan ke kelas," ujar Daffa, karena ada hal yang belum ia selesaikan.  Ia meninggalkan Amara sendirian di perpustakaan itu tanpa ada siapapun disana karena jam pelajaran sudah akan tiba.

Saat Amara akan beranjak dari duduknya, ia dikagetkan dengan orang berjubah hitam seperti yang ada diruangan kepala sekolah.  Orang itu muncul dari balik rak buku, matanya menatap Amara dengan tajam.

"Kamu membantah perintah kami, Amara." bisik orang itu dengan suara berat, membuat Amara terpaku di tempatnya.

Amara menegang seperti kejadian kemarin terulang kembali.  Tubuhnya tidak bisa digerakkan karena orang itu menatapnya dengan sangat intens dan tajam.

Orang itu berbisik untuk kesekian kalinya pada Amara.  Ntah apa yang ia bicarakan sehingga membuat Amara mematung lagi dan lagi.

Setelah dirasa semuanya selesai, orang itu pergi meninggalkan Amara dengan pikirannya yang kacau.  "Sialan, sekolah ini pembunuh!" gumamnya.

Dengan langkah gontai, Amara pergi ke kelasnya.  Ia mengingat ujian bulanan akan tiba, ia dengan serius menghafal dan mempelajari materi yang akan muncul dalam ujian itu.

Kelas Amara sangat kacau karena hampir semua muridnya mengadakan konser dadakan dikelas itu.  Sangat berisik dan berantakan.

"DIEM ANJING GUE LAGI NGAPALIN!!" teriak Amara dengan nada tinggi, matanya melotot tajam ke arah sumber suara.

Aiden, dengan rambut acak-acakannya, ia menghampiri Amara dengan khas jalannya seperti menantang.

"Santai dong, Mar. Ujian nya juga gak sepenting itu," kata Aiden dengan santai,  ia  menjejakkan kakinya di atas meja yang sedang Amara gunakan untuk belajar.  Aiden memang terkenal dengan sifatnya yang cuek dan tidak peduli dengan pelajaran.

"Buat anak Begajulan kaya Lo, Ujian ini emang gak penting. Tapi buat gue ini sangat penting. Lo gak tau apa-apa, Den," balas Amara dengan nada kesal.  Ia sudah muak dengan sikap Aiden yang selalu meremehkannya.

Aiden menatap Amara dengan wajah memerah menahan marah.  Ia mengangkat kepalan tangannya, hendak memukul Amara.  Namun, sebelum tangannya menyentuh Amara, Rhea, si cewek tomboy yang bajunya selalu berlapis,  menahan tangan Aiden dengan kuat.

"Yeuhhh, beraninya sama cewek," ujar Rhea sambil menghempaskan tangan Aiden dengan kasar.  Rhea memang dikenal sebagai siswi yang tidak takut berkelahi.  Ia sering bergaul dengan para siswa laki-laki di belakang sekolah dan tidak ada yang berani mengusiknya.

"Ahhh ganggu aja Lo, Rhea. Padahal bentar lagi bakal ada adegan baku hantam gratis,"  keluh para murid yang ada di kelas itu.  Mereka langsung berhamburan keluar kelas karena takut benar-benar dipukul Rhea.

Hanya tersisa Amara, Aiden, dan Rhea di dalam kelas.  Rhea duduk di samping Amara yang sedang menulis materi pelajaran.

"Mar, gue mau nanya boleh kagak?" tanya Rhea sambil merangkul pundak Amara.

"Apaan?" tanya Amara singkat,  matanya masih tertuju pada buku pelajarannya.

"Maksud Lo tadi apa yang gak Aiden ketahui?" tanya Rhea lagi, membuat Amara menatap Aiden dan Rhea bergantian.

"Nanti aja, disini ada Aiden," jawab Amara,  ia tidak ingin Aiden tahu tentang rahasia yang baru ia ketahui.

Aiden kembali geram.  Ia mencengkram kerah baju Amara dengan kuat.

"Lepasin tolol," perintah Rhea dengan nada tegas.  Aiden langsung melepaskan cengkramannya dengan terpaksa. 

"Kalo Lo gak mau bilang juga gak apa apa, nanti kalo udah siap langsung kasih tau gue ya," ujar Rhea,  matanya menatap Amara dengan intens, mencoba mencari tahu apa yang Amara sembunyikan.  Amara mengangguk dan kembali fokus pada pekerjaannya.

Rhea berdiri dan menarik paksa tangan Aiden untuk mengikutinya.  "Lepas bangsat," teriak Aiden,  namun Rhea tidak menggubrisnya dan menariknya keluar kelas.

INFINITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang