lima

9 0 0
                                    

"Kepiting asam manis satu, cheese pasta satu!" Nathan membacakan note pesanan yang menggantung di atas meja pantry dengan suara lantang.

"Siap, chef!" sahut para koki di antara kesibukan memasak mereka.

Pria itu ingat bahwa kepiting yang dimaksud baru saja dibeli kemaren di pasar, maka dari itu Nathan harus mengambilnya di gudang pendingin.

Dia mengambil box berbahan sterofoam lantas menjunjungnya kembali ke dapur. Perjalanannya tertunda sejenak karena melihat kedatangan sang istri dari arah pintu masuk.

Cepat-cepat Nathan mengamanahkan box tersebut kepada koki yang bertugas dan beralih teruntuk Hanin.

"Kamu tuh ya udah aku bilangin, jangan terlalu banyak aktivitas, nanti kecapean," kata Nathan sembari menarik kursi untuk istrinya.

"Ngga papa, aku bosen banget di rumah. Kamu kalau lagi sibuk, balik ke dapur aja," titahnya.

Nathan terkekeh, "Halah! Kita kan punya karyawan, harus digunakan dengan baik dong, Sayang ... "

"Oh iya, kamu masih ngerasa mual sampai sekarang?" melihat Hanin mengangguk membuat sang empu berkerut khawatir.

"Kita periksa ke dokter aja ya?"

Kini giliran Hanin yang tertawa. "Mual-mual itu hal yang wajar selama awal kehamilan, Nath. Aku nikmatin aja prosesnya."

Pria itu menjadi merasa bersalah. "Maaf ya, kamu jadi kaya gini gara-gara aku."

"Ihh Nath, jangan gitu ... Semua wanita pasti ingin merasa jadi ibu dan aku seneng banget karena dapat kesempatan itu."

Lain hal nya dengan para koki di pantry, banyak dari mereka diam-diam melirik kagum ke arah sepasang suami istri sedang bercengkerama itu.

"Gue denger-denger, chef sama teh Hanin dulunya sama-sama kerja di restaurant. Gue jamin pasti kisahnya seru kayak di novel-novel teenlit," ujar koki ber-name tag Nova.

"Apalagi chef Nath orangnya romantis. Beuhh ... Gue bisa bayangin alurnya," sahut gadis ber-Apron hitam bernama Dania.

"Kerja woy kerja! Ghibah mulu!" interupsi pria bernama Juven.

"Yeee siapa juga yang ghibah? Kita juga ngga ngomong yang jelek-jelek," balas Dania tak terima.

Nathan beranjak dari kursi kala mendengar sedikit keributan dari arah dapur yang menyatu dengan area makan pelanggan sehingga proses masak benar-benar terbuka.

Pria itu menyangga tubuh di pilar kokoh. "Ada apa berisik-berisik? Masih pagi juga."

"Juven sama Dania tuh, Chef! Nikahin aja mereka berdua!" seru Nova disambung tawa tak jelas.

Dania bergidik ngeri. "Ihh ogah!"

"Gue juga ogah kali!" ketus Juven.

"Udah, udah, sekarang fokus masak lagi. Awas aja kalau sampai salah masukin bumbu gara-gara kebanyakan bicara," ujar Nathan memperingatkan.

"Yes, Chef!" serempak mereka.

____

Ahlan memeras air yang terkandung dalam kain pel. Kebetulan Marisa memiliki jadwal kuliah sore sehingga mereka bersepakat untuk bersih-bersih rumah.

Dia menyemprotkan wipol ke lantai secara berkala sehingga aroma karbol tercium ke segala penjuru rumah. Ahlan merasa aroma antiseptik membuatnya yakin bahwa tak ada lagi kuman menempel.

"Kamu dah selesai bersihin debu?" tanya Ahlan.

Pria itu mengepel lantai di dekat sofa dimana Marisa sedang duduk di sana menghadap layar laptop.

"Udah tadi."

Ahlan memegangi pinggangnya yang terasa pegal karena terlalu lama membungkuk. "Eh, Dek, pesenin makanan dong! Abang laper nih!"

Marisa menoleh. "Pesen apa memangnya?"

"Chicken boleh deh!"

"Pake HP abang ya? Soalnya punyaku lagi charge," izinnya dan diperbolehkan oleh sang pemilik.

Gadis itu mengutak atik aplikasi hijau. Selain memesan ayam, dia juga ingin makan yang manis-manis untuk dijadikannya cemilan saat berangkat kuliah nanti.

Begitu hendak menekan tulisan 'pesan', tiba-tiba nomor tak dikenal terpampang jelas di layar. Marisa berseru, "Bang, ada telfon!"

"Dari siapa?" teriak Ahlan dari teras.

"Nomor gak dikenal!"

Ahlan berjalan cepat dengan menaikkan tumit sehingga jejak kakinya tak lagi mengotori lantai. Usai meletakkan pel, pria itu mengambil ponsel dari sang adik lantas menerima sambungan telepon tersebut.

"Halo?"

" .... "

"Iya benar, saya sendiri."

" ... "

Marisa sontak menoleh saat pergerakan tangan Ahlan menutup mulut secara tiba-tiba dengan netra membola.

Sang adik membalikkan badan sehingga menatap Ahlan secara penuh dengan raut berharap. Dia berbicara dengan mulut komat-kamit tanpa suara, "Kenapa?"

Tut.

"WOOOO! ABANG UDAH GAK JADI PENGANGGURAN LAGI, DEK!"

Marisa ikut bahagia mendengarnya. Mereka saling ber-tos ria, mengguncang-guncang tangan, berseru tak jelas.

Marisa lantas menyuruh, " Cepet kabarin abang-abang yang lain!"

"Pasti!"

Grup chat High Five langsung menunjukkan permintaan panggilan dari Ahlan. Wajah pria itu dan Marisa memenuhi layar hingga tiga nomor lainnya tersambung.

Nathan muncul dengan pakaian putih khas chef. Zane muncul sambil mengusap-usap badan kucing yang berada di pangkuannya. Sedangkan Zio menampakkan batang hidung dengan background pantai asli.

"Abang-abang dan kakakku tercintah, aku punya kabar bagus hari ini." Ahlan tersenyum begitu lebar.

"Dek, suruh Ahlan jangan terlalu lebar senyumnya. Nyeremin!" kekeh Nathan.

Marisa tertawa, "Maklum, Kak. Bang Ahlan kan selalu heboh everyday everytime. Tapi kali ini, memang beneran ada kabar baik."

"Jadi, tadi aku dapet telfon dari—"

"Miaw~"

"Bang Zane, tolong mute dulu cangkem si kucing," decak Ahlan.

"Oh, sorry," jawab Zane lantas menutup microphone miliknya.

"Jadi, tadi aku dapet telfon dari perusahaan. Katanya, aku lolos interview dan diterima kerja!" sang empu begitu menggebu.

Ketiga pria tersebut bertepuk tangan meski secara tiba-tiba Nathan bernyanyi. Mungkin efek mau jadi bapak, komedinya makin receh.

"Congratulation and celebration~"

Zio tersenyum ke arah kamera. "Selamat ya Ahlan. Ini baru awal perjalanan kamu di dunia kerja, semoga selalu ber-progres meski sedikit demi sedikit."

"Terimakasih wejangan-nya, Bang. Bakal aku inget, kok," sahut sang empu.

"Miaw~ ... Congrats! Semoga selalu diberi kemudahan," ucap Zane.

"Kalau cape, curhat aja ngga papa. Kita bertiga udah berpengalaman. Tapi jangan ke Marisa, kasian dia belum lulus kuliah udah dapet beban lahir batin." Nathan menyarankan.

Percakapan itu mengalir begitu saja. Membahas bagaimana keseharian Marisa dan Ahlan yang kemudian terhenti karena Zane kedatangan pasien baru.

SHELTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang