delapan

8 0 0
                                    

Marisa bersama-sama dengan anggota jurnalistik lain bahu membahu mengganti konten mading menjadi terbaru atau lebih update.

Majalah dinding kali ini bertema ruang angkasa dengan sebagian besar latar belakang berwarna hitam bercampur percikan noda putih sebagai benda-benda langit.

"Marisa!" panggil seorang perempuan berkaca mata. Talita namanya.

Dia datang bukan tanpa tangan kosong. Melainkan secarik yang dihias secara digital melalui aplikasi desain grafis.

"Tadi gue dapet dari BEM. Katanya, suruh pajang di mading," lanjutnya menyodorkan kertas tersebut.

Sang empu membaca dengan seksama. Ia mendongak. "Cooking Competition?"

Talita mengangguk. "Setiap fakultas bisa ngirim perwakilan maksimal tiga kelompok yang masing-masing kelompok isinya empat orang. Pesertanya boleh acak dari tingkat berapapun."

"Karena kuota terbatas jadi daftarnya cepet-cepetan." Talita mengedik, "Ya ... Walaupun biayanya lumayan mahal tapi worth it karena bisa dapet pengalaman ketemu langsung sama trio chef celebrity tanah air."

Kelopak mata Marisa melebar. Siapa yang tidak mengenal tiga serangkai tersebut? Selalu mondar-mandir di program televisi memasak bahkan sudah tayang berseason-season.

Satu persatu anggota jurnalistik yang bertugas mulai meninggalkan Marisa disebabkan urusan telah selesai. Gadis itu menusuk jarum antara brosur dengan sterofoam mading.

Namun, sebelum benar-benar pergi, Marisa memotret kertas tersebut satu kali.

Memang belum ada niat, setidaknya dia memiliki informasi secara lengkapnya.

Pulang sampai rumah, Marisa memesan makanan secara online. Seperti biasa, tak ada yang bisa memasak. Ah, sedikit bisa sepertinya. Hanya saja tak ada kesempatan dan lebih memilih untuk rebahan.

Setelah mandi dan terdengar ketukan pintu dari luar, Marisa menerima satu kantung plastik dan menukarnya dengan selembar uang berwarna biru.

Ponsel seketika berdering.

Panggilan video.
Kak Nath.

Marisa akui, di antara semua kakak laki-lakinya, hanya Nathan dan Ahlan yang sering sekali meminta panggilan video. Sedangkan Zane dan Zio hanya disaat-saat tertentu. Namun, meteka tetap rutin menghubunginya.

"Halo, Bungsu! Lagi makan sama apa tuh? Mie ayam?" Marisa meringis.

Nathan berdecak, "Kakak kan udah sering bilang, jangan keseringan makan mie. Bandel terus ya kamu!"

"Enggak sering, Kak. Bulan ini baru makan sekali, tepatnya sekarang," bantahnya.

"Iya-iya, terserah deh!"

Di seberang sana, Nathan terlihat mengenakan pakaian santai sambil makan cemilan. Sepertinya pria itu malam ini tidak berkunjung ke restaurant.

"Kak Nath gimana bisnis nya? Lancar kan?"

Sang empu mengangguk. "Lancar. Tadi baru aja kedatangan food vloger. Kakak ngga kenal, sih, tapi katanya jumlah subscriber nya lumayan banyak. Satu jutaan lah ... "

"Bagus itu! Biasanya mereka dapet rekomendasi atau liat review dari komentar penonton. Berarti restaurant Kak Nath udah dikenal! Wow ... "

Marisa meletakkan sendok kemudian bertepuk tangan. "Congrats, Kak!"

"Terimakasih, Terimakasih." Nathan membungkuk seolah mendapat piala penghargaan.

"Kalau kamu gimana kuliahnya hari ini?"

Marisa mengangguk-angguk. "Iya, lancar kayak biasanya."

"Tapi, Kak," lanjutnya membuat Nathan berdehem sambil menaikkan satu alis.

"Tadi aku ngga sengaja dapet brosur tentang kompetisi memasak. Acara kampus sebenarnya. Cuma kali ini spesial banget karena dewan jurinya tiga serangkai master chef."

Belum apa-apa, wajah Nathan benar-benar memenuhi layar. Pria itu berseru," Ikut, dek, Ikut! Sebagai adik dari Nathan harus bisa tunjukkin performa masak nya! Masalah biaya biar Kakak yang urus."

Maria melotot. "Ih! Aku mana bisa masak? Lagian kompetisinya berkelompok."

"Berapa orang?"

"Empat."

"Gampang! Ajakin aja si Syafa sama temen kamu yang lain."

Marisa menghela napas. "Engga usah lah, Kak. Dibilang aku ngga jago masak cuma sekedar pengen tahu aja."

Bukannya sependapat, entah mengapa Marisa melihat justru Nathan yang menggebu-gebu. Berasa kebelet buang air.

"Minggu ini kan ada tanggal merah empat hari berturut-turut. Setelah dapet tiga temen, ajak mereka ke Bandung. Kakak kasih fasilitas les privat di dapur restaurant."

Ia tidak menyangka, Nathan benar-benar serius dengan ucapannya. "Kak—"

"Kakak tunggu kabar lanjutannya! Jangan tidur kemaleman!"

Tut.

Jangan bilang acara nyidam Hanin berpindah ke suaminya? Wah, katanya sih kalau sang lelaki sangat mencintai istrinya akan menjadi seperti itu.

Marisa curiga, Nathan terkena imbas hormon ibu hamil.

Jemarinya beralih menuju galeri ponsel. Ia mengamati dengan seksama gambar secarik kertas berwarna biru tersebut. Meski bimbang, ia menekan ikon bagi dan menekan nama Syafa sebagai penerimanya.

terkirim.

Kemudian, ia beralih menuju kolom chat secara general. Marisa mendelik kaget saat foto yang ia kirim rupanya juga tertuju pada Raditya. Pasti gara-gara jari jempol yang meleset.

"Duhh! Kenapa sih salah kirim ke Raditya mulu? Mentang-mentang huruf R sama S deketan," gerutunya.

Sayangnya, ketika ingin menghapus pesan, dua centang biru lebih dulu terpampang. Marisa hanya bisa meneguk ludah ketar-ketir. Padahal pria itu bukanlah senior.

|Wow ... Impressif ...
|Oke
|Gue ikut

Uhuk!

Marisa tersedak mie yang sedang ia makan. Buru-buru dia menenggak air minum hingga tandas. "Pedih banget hidungnya ... "

Tanpa basa basi lagi Marisa sengaja meminta panggilan suara kepada Raditya. Hanya butuh kurang dari dua detik, langsung terdengar suara berat dari seberang.

"Kenapa?"

Marisa berujar cepat, "Maaf banget, Dit, gue salah kirim."

Sang lawan bicara menaikkan salah satu alis. "Serius salah kirim? Gue nggak yakin karena udah dua kali lo salah sambung. Katanya, kalau lebih dari satu kali, biasanya cewe lagi ngasih kode."

"Please ya jangan samain gue sama perempuan-perempuan lain yang biasa lo kenal." Gadis itu berdecak sebal.

"By the way, gue setuju kita ikut kompetisi." Raditya kembali membahas topik utama.

Mariasa memutar bola mata malas. "Yang lagi ngajak lo siapa?"

"Entah lo ngajak atau enggak, kira harus ikut. Salah siapa salah kirim ... " Pria itu tak mau disalahkan sendirian.

Gadis itu menjauhkan ponsel dari telinga saat terdapat telfon masuk dari Syafa. "Eh sebentar, temen gue nelfon."

"Oke."

Dengan segera Marisa menerima panggilan dari sahabatnya sejak zaman Sekolah Menengah Atas. Belum sang empu berbicara, Syafa berseru.

Terdengar ...  antusias?

"AYO KITA IKUT KOMPETISI! GUE UDAH NGAJAK KAK WILY!"

SHELTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang