Kavela memejamkan mata, menghela nafas berat sebelum akhirnya merelakan langkah kaki membawanya masuk ke dalam gereja; tempat dilaksanakannya pemberkatan Sagara dan calon istrinya berlangsung.
Kavela menatap salib didepannya dengan senyum tegar, berharap hari ini Tuhan akan berbaik hati meneguhkan hatinya seteguh batu karang.
Kavela berjalan kearah tempat duduk yang telah disiapkan, berlutut dan membuat tanda salib sebelum duduk ditempat duduknya. Ia sempatkan untuk berdoa sebentar, mengharapkan kelancaran pada hari ini. Berharap acara ini selesai tanpa air mata yang turun tanpa perizinan darinya.
Hari ini Kavela tak banyak meminta, ia benar-benar meminta keikhalasan dan keteguhan.
Kavela duduk menyandarkan punggungnya di kursi, menatap kosong kearah depan. Perasaan kecewa tak bisa lepas dari hatinya, hatinya masih mengganjal seolah ada sesuatu yang mengganggu dan belum tuntas.
"Mau pindah depan nggak, kak? Bunda kangen sama kamu" Kavela terkejut bukan main saat seorang perempuan paruh baya berbicara tanpa sapaan disebelahnya.
"Boleh, bunda" tolol, Kavela benar-benar menyesal karna berbicara tanpa berfikir.
Perempuan paruh baya itu tersenyum manis, mengulurkan tangan kehadapan Kavela yang tentu saja uluran itu dengan sigap diterima oleh Kavela.
Tak ada yang bisa dilakukan olehnya selain berdiri dan mengikuti langkah kaki perempuan paruh baya itu. Kavela amat sangat menyesal karna sekarang perempuan itu berdiri dikursi depan, memang tak paling depan namun di kursi ini ia bisa menyaksikan dengan jelas bagaimana prosesi pemberkatan itu akan berlangsung.
Perempuan paruh baya itu memeluk Kavela erat, mengelus punggung Kavela lembut seraya merapalkan kata maaf berulang kali. "Bunda minta maaf sayang. Bunda minta maaf sudah ingkar, bunda minta maaf karna bunda tidak bisa menjaga Sagara untuk kamu, bunda minta maaf sekali"
Mata Kavela terasa mulai panas, pertanda sebentar lagi air mata itu akan kembali turun. Membuat Kavela dengan cepat mendongakkan kepala berusaha mengembalikan kembali air kesedihannya itu.
"Kavela baik-baik aja, bunda nggak perlu khawatir" Apakah Kavela masih pantas memanggil perempuan di depannya dengan sebutan 'Bunda?'
Berusaha baik-baik saja dikala semua tengah sengsara itu memang menyakitkan. Namun mau bagaimana lagi? Ingin mengumbar kesedihanpun rasanya tak pantas.
"Sering main kerumah ya setelah ini, bunda kangen banget masak bareng sama kamu" sepertinya permintaan ini hanya akan menjadi angan. Karna setelah ini Kavela akan memutuskan semua hubungan yang bersangkutan dengan Sagara.
Biarlah semua orang menganggapnya kekanakan atau semacamnya. Ia tak ingin peduli.
Kavela melepaskan pelukannya, menangkup kedua pipi perempuan dihadapannya dan mengusap air mata perempuan itu dengan lembut. "Bunda jangan sedih terus, inikan acara anaknya bunda. Jadi bunda harus happy" kalimat itu diucapkan dengan senyum sumringah.
Perempuan itu mengangguk, mengecup dahi Kavela singkat sebelum akhirnya menuntun Kavela untuk duduk. "Bunda tinggal sebentar ya sayang" Kavela mengangguk dan setelahnya perempuan itupun pergi, meninggalkan Kavela yang lagi-lagi tenggelam dalam fikirannya sendiri.
Janji memang ada untuk diingkari, tak peduli siapa yang mengucapkannya karna pada dasarnya semua itu sama; sang pengingkar.
~~~
Pagi-pagi sekali Sandra, Samuel, dan Arga mendatangi rumah Kavela. Tak ada alasan khusus mengapa mereka melakukan demikian, sekedar menemani Kavela sebelum menjemput kesedihannya setelah ini.
"Lo yakin beneran mau dateng?" tanya Sandra meragukan keputusan Kavela, demi apapun Sandra sangat tak tenang membiarkan Kavela datang ke acara itu.
"Lo stop belaga paling kuat dah nyet, miris gue liatnya" cibir Arga.
"Masih ada waktu buat batalin keputusan lo, Kav" timpal Samuel.
Kavela memutar tubuh kearah teman-temannya, memamerkan senyum palsu kehadapan mereka sebelum akhirnya membuka suara. "Gue baik-baik aja, stop khawatirin hal gak penting" balas Kavela masih dengan keras kepalanya.
"Ngomong sama dia cuman bikin capek doang, kagak bakal di dengerin. Ibarat kata kalo kepalanya di lempar batu kayanya batunya yang bakal berdarah bukan dia-nya" Arga nampak mulai kesal dengan sifat Kavela yang tak ada berubahnya.
"Apasih alasan lo ngebet mau dateng?" tanya Sandra. "Lo mau ngapain? Gagalin pernikahan mereka atau gimana?" tuduh Sandra membuat Kavela memutar matanya jengah.
"Apalah, pikiran lo jelek amat buset. Berasa kriminal anying"
"Ya terus apa?!" geram Sandra
"Harga diri anjir, yakali dia undang tapi gue nggak dateng. Yang ada tuh orang malah mikir gue masih gamon sama dia anjir"
"Peduli setan sama harga diri anjing, kewarasan lo lebih penting kontol" kesal Arga tak lagi mampu menahan kata sampah keluar dari mulutnya.
"Apalah kontol-kontol ini, jangan jorok Arga!" protes Sandra tak suka mendengar Arga berbicara kotor. Baginya kasar saja sudah cukup jangan kotor pula.
"Dia nyebelin anjing! Gedeg banget liatnya"
"Stop!" Samuel lelah dengan segala keributan yang terjadi, muak dengan suara Arga yang sangat menganggu indra pendengarnya.
Hening, hening sejenak sebelum akhirnya Kavela kembali membuka suara.
"Gue janji ini yang terakhir-- izinin gue buat dateng, dan tolong jangan sampai bang Ken tau" lirihnya diakhir kalimat.
Entah apa yang akan terjadi jika Kenneth tau apa yang tlah ia lakukan berberapa hari ini. Mungkin bernafas menjadi hal yang sangat ka syukuri jika Kenneth tau semuannya karna ia tau bahwa Kenneth akan langsung membunuhnya jika masih berhubungan dengan Sagara.
Sagara adalah spesies yang paling Kenneth benci, padahal dulu mereka adalah teman dekat. Namun apa daya, bukankah semua memang akan berubah pada waktunya?
Arga menggeleng. Lelah, muak, kesal.
Samuel menghela nafas panjang; pasrah.
Sandra memutar mata jengah seraya mendecih kasar.
Dan Kavela masih berusaha tersenyum dikala teman-temannya sudah muak dengannya.
Karna pada akhirnya keputusan Kavela tak bisa diganggu gugat, perempuan itu benar-benar datang mengabaikan segala peringatan yang Samuel, Sandra, dan Arga berikan.
Sekali kepala batu akan selamanya kepala batu.
![](https://img.wattpad.com/cover/374876856-288-k998877.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
3 0 9 1
Teen FictionSemua luka memang menyakitkan, namun tak ada yang lebih menyakitkan dari terbukanya luka lama. Dunia selalu punya cara untuk membuat kita merasa semakin tersiksa, contohnya dengan mengembalikan orang lama dengan situasi yang berbeda.