Tiga hari berlalu sejak pertemuan siang itu, seperti yang diucapkan Argana saat itu bahwa tujuannya mengenalkan Kavela dengan Nuel adalah untuk kepentingan bersama. Ralat, kepentingan cafe Argana lebih tepatnya.
Jarak rumah Kavela yang jauh lebih dekat dengan cafe ketimbang rumahnya sendiri membuat Argana dengan sangat meminta kerelaan Kavela membantunya.
Argana tau bahwa ia tak bisa memfokuskan dirinya pada cafe tersebut namun kehadirannya mungkin diperlukan. Sebab itulah ia meminta Kavela untuk bersedia membantunya, dengan bayaran 'Mango Float' setiap kali Kavela membantunya.
Kavela dengan senang hati menerima tawaran tersebut.
Namun sudah tiga hari berlalu dan Argana sama sekali belum mengabarinya untuk meminta bantuan. "Nih Arga beneran mau minta tolong gue nggak sih anjir?! Udah ditunggu nggak ada tuh telfon gue sama sekali" Kavela masih setia memantau ponsel, berharap Arga akan menghubunginya.
Entah apa yang membuatnya sangat berharap lelaki itu untuk menghubunginya.
Kavela baru akan bangkit dari tempat tidurnya, sebelum akhirnya deringan ponsel yang bertulisan Arga mengurungkan niatnya.
Kavela dengan wajah sumringahnya mengambil ponsel dan mengangkat telfon tersebut. Sebelum benar-benar menggeser tombol hijau ia sempatkan untuk berhedem sejenak; alay, memang.
"Apa, Ga?" pertanyaan itu dibalut dengan nada malas, sangat berbeda dengan isi hati dan faktanya.
"Yaelah, bangun tidur apa gimana lo ha? Lemes amat"
"Yeu kocak! Baru jam sembilan ngarep apa lo sama gue, berak" balas Kavela sedikit nyolot.
"Anak perawan mana boleh bangun siang-siang bego"
"Kek tau aja lo gue masih perawan" balas Kavela asal bicara, namun balasan itu berhasil membuat Argana sedikit terkejut.
"Ha?" sejenak Kavela sadar bahwa ia baru saja salah bicara, dengan cepat Kavela mengklarifikasi ucapannya.
"Becanda ege, serius amat kek mau nikahin gue aja lo" ah sial, obrolannya mulai tak masuk akal dan melebar kemana-mana.
"Beneran bangun tidur kayanya njing, ngomong lo nggak nyambung bangkek" balas Arga.
"Sambungin bang"
"Tidur lagi dah lo, salah telfon orang gue rasanya" Kavela tertawa kecil, sebelum akhirnya bertanya maksud dan tujuan Arga menelfonnya.
"Kenapa telfon-telfon, kangen?" tanya Kavela mulai pada inti pembicaraan.
"Kebanyakan ngayal lo-- gue mau infoin aja hari ini pembukaan cafe gue, nanti jam 10-- lo dateng ya" ah sial, sekarang Kavela tau mengapa tiga hari ini Arga sama sekali tak menghubunginya meminta bantuan. Ternyata cafe nya saja belum buka.
"Dodol" umpat Kavela merutuki diri sendiri dalam hati.
"Samuel sama Sandra dateng?" mengingat sejak kejadian siang itu, Arga sama sekali tak membalas pesan dari Samuel maupun Sandra. Ingin merajuk katanya.
"Sorry, mereka siapa ya?"
"Temen lo anjing! Nyebelin lo" kesal Kavela.
Argana tertawa puas, senang karena berhasil membuat perempuan disebrang kesal. "Jawab anjir! Malah ketawa doang, kocak" tambah Kavela.
"Kagak, lo doang yang gue undang. Sama bang Ken" balas Arga.
"Lah? Abang dateng juga?" tanya Kavela sedikit terkejut.
"Gue sama abang lo satu tim basket plus satu band kalo lo lupa. Secara gue orang paling multitalent di dunia ini" balas Argana kembali mengangkatkan fakta tersebut.
"Yeu kocak! Gue kan cuman nanya doang, kenapa lo jadi pamer edan" kesal Kavela.
edan; gila.
"Lah gue ini manusia premium, bisa satu circle sama abang lo yang oke itu" tambah Argana masih dengan kesombongannya.
"Abang gue emang se oke itu kok" balas Kavela, "terbukti dari adiknya yang nggak kalah--" belum sempat Kavela menuntaskan ucapannya, Arga sudah lebih dulu menyelanya.
"Bego! Wkwk"
"Anak anjing!" umpat Kavela kesal, sangat kesal.
"Cerewet banget sih lo pagi ini njir! Buruan mandi sono, nanti kesini bareng abang lo aja. Gue sibuk nggak bisa jemput" sepertinya Arga mulai lelah meladeni Kavela.
"Rame kah, Ga nanti?" tanya Kavela sedikit lirih.
"Sepi mah kuburan anying" balas Arga sewot, "udah dulu ya, gue sibuk" tambahnya sebelum akhirnya memilih untuk menutup panggilannya.
Kavela merenung sejenak, merasa ada yang aneh dari perkataan Arga sebelumnya. Namun kepalanya belum juga menemukan titik aneh tersebut.
Sepuluh menit berlalu untuk memikirkan hal tersebut, Kavela masih dengan raut oonnya sampai akhirnya ia tau bahwa masalahnya adalah 'ia dan Kenneth kan belum baikan'.
Kavela dengan segera mengambil ponselnya, mencari nomor Argana bersiap untuk memaki lelaki tersebut.
Butuh dua kali panggilan untuk telfonnya itu diangkat oleh Argana, "udah dibilang raja lo ini lagi sibuk-- kenapasi telfon terus? Rindu?" Kavela bahkan belum sempat membuka suara, namun Arga sudah lebih dulu membantainya dengan pertanyaan.
"He sinting! Lo gak ada waras-warasnya ya anjir! Lo nyuruh gue bareng bang Ken sedangkan bang Ken aja masih belum mau ngomong sama gue bego! Tolol!"
"Woi kocak! Komunikasi itu penting, jangan ego doang lo gedein. Buruan minta maaf, biar cepet-cepet baikan" balas Arga.
"Bego! Lo mau gue di jadiin bumbu rendang ha?!"
"Alay anjir-" Arga menjeda ucapannya sejenak sebelum akhirnya mendesah kasar.
"Akh!-- bangsat!"
"Anjir! Udah dulu ya, tangan gue kena air panas" belum sempat Arga menutup panggilannya, Kavela sudah lebih dulu membuka suara."Dahlah lo emang nggak sayang sama gue, Ga. Lo emang mau aja liat gue nangis karena nggak di gubris bang Ken, sedih gue Ga. Pertemanan kita cuman sebatas-" Argana muak dengan kedramatisan Kavela.
"Stop alay ya anjing! Gue cuman mau lo bareng abang lo, bukan nyuruh lo jalan kaki ke sini monyet" sela Arga. "Lagian baru kali ini doang ege gue kagak jemput lo anjing! Lo jangan kek tai ya, Kav" tambah Argana masih dengan kekesalannya.
"Iya tau gue gak istimewa lagi, tau gue" lagi, dramatis lagi.
"Oke fine, pilihan lo cuman dua; bareng bang Ken, atau nanti di jemput Nuel. Pilih, nanti kabarin gue. Gue matiin dulu telfonya" tanpa menunggu balasan Kavela, Arga sudah lebih dulu menutup panggilannya.
Berkali-kali melontarkan umpatan karena kecerobohannya, sekarang tangannya terasa sangat perih. "Ngentod! Panas banget buset"
Immanuel datang entah dari mana, mencekal pergelangan tangan Argana dan membawa lelaki itu pergi ke wastafel. Mengguyur tangan Arga dengan air mengalir. "Kalo lo cuman ngemaki-maki doang, luka lo nggak akan sembuh" ujar lelaki dengan kemeja biru navy itu.
"Refleks alamiah itumah" balas Arga masih dengan nada cengengesannya.
"Guyur dulu sampai panasnya berkurang" acuh Immanuel sebelum akhirnya memilih pergi meninggalkan Argana.
Berbeda dengan Argana yang tengah sibuk dengan tangannya, Kavela masih sibuk dengan pemikiran 'ia berangkat dengan siapa'.
Akan lebih aman jika pergi bersama Kenneth, namun ia tak sanggup berbicara pada lelaki itu.
Sedangkan dengan Nuel, ia bahkan sama sekali tak kenal dengan lelaki tersebut. Pastilah nanti akan terasa sekali canggung nya, ditambah lagi dengan sikap Nuel yang kurang ramah. Hast, pilihan yang sulit.
"Gojek emang paling oke" monolognya.
Kavela bangkit dari tempat tidur, berjalan ke arah kamar mandi guna membersihkan diri.
![](https://img.wattpad.com/cover/374876856-288-k998877.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
3 0 9 1
Teen FictionSemua luka memang menyakitkan, namun tak ada yang lebih menyakitkan dari terbukanya luka lama. Dunia selalu punya cara untuk membuat kita merasa semakin tersiksa, contohnya dengan mengembalikan orang lama dengan situasi yang berbeda.