Kavela menghela nafas panjang, tau bahwa tak ada jalan lain selain mengaku dan menjelaskan semuanya. Entah bagaimana setelah ini, biarlah Tuhan yang menentukan.
"Beberapa hari yang lalu aku ketemu sama Sagara, kak" Kavela menjeda ucapannya sejenak, mulai menyadari bahwa raut wajah kakaknya berubah menjadi lebih menakutkan.
"Kita gereja bareng" tambahnya.
Kenneth memutar matanya jengah; tebakannya tak pernah meleset. Sekarang ia tau siapa 'teman' yang dimaksud oleh adiknya sore itu saat izin pada nya.
Jika tau 'teman' yang dimaksud adalah Sagara, Kenneth pastilah tak akan memberi izin. Namun sial, ia terlalu percaya diri. Terlalu percaya bahwa adik satu-satunya itu tak akan membodoh-bodohinya. Pada akhirnya manusia sama; pembohong.
"Makan bareng setelah selesai Misa malam itu" Kavela tak berani berbicara secara langsung, seolah ada sesuatu yang menahannya. Setiap kalimat yang ingin keluar dari mulutnya seakan-akan tersangkut di tenggorokan.
"Nggak ada hal penting yang kita obrolin sebelum akhirnya dia bilang kalo lusa dia akan menikah" Kavela menunduk lemah, memori itu secara spontan membawanya kembali pada kenangan buruk malam itu.
"Dia sudah bilang untuk aku nggak perlu datang, tapi aku bilang untuk ku usahakan" lanjutnya masih setia menundukkan kepala.
"Arga, Samuel, dan Sandra tadi pagi kesini buat bantuin aku dan yakinin aku kalo aku nggak perlu dateng" kepalan telapak tangan Kenneth menjadi bukti nyata bahwa kekecewaan dan amarah itu nyata adanya.
"Dan lo milih tetep dateng?" pertanyaan itu tak mampu ia tahan, harga dirinya sedikit terkoyak. Merasa tak rela.
Kavela mengangguk, membenarkan apa yang baru saja ditanyakan Kenneth.
"Emang anjing" Kenneth tak habis pikir dengan sang bungsu, entah apa yang ada di isi kepalanya hingga mampu melakukan hal menjijikkan seperti itu.
"Aku minta maaf" Kavela mendekat ke arah Kenneth, berusaha meraih tangan Kenneth namun sang kakak sepertinya enggan menerima uluran tangannya.
"Aku minta maaf sudah bohong, aku tau kakak nggak akan suka aku ketemu sama Sagara. Aku tau kakak akan marah kalo tau masalah ini makanya aku terpaksa bohong. Aku salah, aku minta maaf" air mata itu sudah menumpuk di pelupuk mata, bersiap untuk terjun membasahi pipi kapan saja.
"Lo tau gue akan marah kalo tau itu, tapi lo tetep dateng?-- lo tetep temuin dia? Bahkan rela bohongin gue?"
"Aku minta maaf, kak"
"Apa 'maaf' lo masih pantes gue denger setelah apa yang udah lo lakuin?" sinis Kenneth.
"Lo tuh murahan"
Kavela mendongakkan kepalannya takut-takut, "lo nggak lebih baik dari perek"
Kavela ingin marah; tak terima dengan apa yang diucapkan sang kakak, namun sepertinya ini bukanlah waktu yang tepat untuk marah. Karena jelas disini ialah yang salah.
"Sikap lo yang gini makin ngeyakinin Sagara kalo lo tuh cewek gampangan-- tuh cowok udah ninggalin lo bertahun-tahun dan waktu dia balik lo tetep terima?-- ada otak lo ngelakuin itu ha?"
"Tuh otak sekali-sekali dipake, jangan dijadiin pajangan doang anjing!"
"Malu-maluin lo goblok!-- mati-matian gue belain elo. Mati-matian gue jaga lo, dan ini balesan lo?"
"Lo tuh tau diri dikit lah jadi orang"
"Kerjaan lo nyusahin orang terus ngentod"
"Lo tuh nggak spesial, si Anjing datengin lo cuman buat kasih tau lo kalo lo tuh nggak ada artinya buat dia"
"Suka boleh, sayang boleh, cinta juga boleh-- goblok jangan anjing. Tuh otak sekali-kali di manfaat in, jangan di anggurin"
"Kasian mama papa sekolahin lo mahal-mahal tapi otak lo tetep kopong"
Arga bener, mulut Kenneth memang seperti orang yang tak disekolahkan jika tengah emosi. Namun apa boleh buat.
"Gue tau lo tolol, gue tau lo bego, tapi gue nggak nyangka otak lo gak ada"
"LO ANJING!!" triak Kenneth penuh emosi.
"LO!--" Kenneth tak melanjutkan ucapannya, tak tau harus memaki dengan kalimat apalagi. Ada sesuatu yang sangat mengganjal namun ia tak tau harus bagaimana meredakannya.
"Brengsek!"
Kenneth melangkah pergi meninggalkan Kavela, muak dengan segala kebohongan dan kekecewaan yang dengan sadar dilakukan oleh Kavela.
Lelaki itu merasa tak dihargai.
Kecewa dengan segala hal yang ia tau hari ini.
Kavela menyibak rambutnya ke belakang, memandangi punggung kakaknya sebelum akhirnya lenyap dari jangkauan matanya. "Harusnya lo nggak perlu temuin dia, Kav" dan pada akhirnya penyesalan itu datang, di saat dimana tak ada yang bisa dilakukan selain meratapi kesalahan yang dengan sadar dilakukan.
Kavela membiarkan tubuhnya luruh ke lantai, menyesali apapun keputusannya sebelumnya.
Amarah Kennethlah yang paling ia takutkan, dan sekarang ia harus menghadapi itu. Entah harus melakukan apa agar lelaki yang berperan sebagai kakaknya itu mau memaafkan kesalahnya.
Kavela tau betul mengapa lelaki itu nampak sangat marah dan kecewa, namun ia tak tau harus berbuat apa.
Arga benar, setidaknya lelaki itu tak membunuhnya.
~~~
Arga duduk di tepi ranjang, menatap malas ke arah Kavela. Sudah hampir satu minggu sejak pemberkatan Sagara, dan Kenneth masih saja marah.
"Gue harus apa?"
Argana menghela nafas panjang, "gak harus ngapa-ngapain, tungguin aja abang lo sampe ngerasa ikhlas lo kibulin" balas Arga seraya bangkit dari tempat duduknya.
"Saran anjing, Ga. Saran-- bukan pasrah ege" kesal Kavela.
"Ngapain ngasih saran kalo nggak guna bangsat, tuh abang lo nggak akan mau maafin lo kalo bukan dari diri dia sendiri mau maafin lo monyet-- kayak nggak kenal abang lo sendiri aja lo anjir" balas Arga.
Kenneth, lelaki yang tak akan melakukan apapun jika tak dari dirinya sendiri. Anggaplah ia egois dan pribadi yang buruk, namun pada nyatanya memang begitulah ia.
"Gue capek banget di diemin dia anjing, jangan kan ngomong sama gue. Semeja makan sama gue aja dia nggak mau anjir-- gue bingung banget" ucap Kavela frustasi.
"Lah lagian lo aneh, ngide banget kibulin dia" balas Arga tanpa solusi.
"Ya kalo jujur nggak akan di kasih keluar monyet" kesal Kavela.
"Tuh tau, ngapain ngotot?"
"Emang tolol-- gue nya tolol kebangetan" Arga mengangguk menyebalkan.
"Syukurlah kalo lo sadar" mendengar itu dengan spontan Kavela melempar bantal ke arah Arga; lelaki yang tiga hari belakangan ini kerap kali menemaninya yang tengah frustrasi karena sang kakak.
"Serius ege"
"Lah gue juga monyet"
"Lo banyak-banyakin doa ke Tuhan, biar tuh laki mau baikan sama lo-- kalo kayak gini terus takutnya nyokap bokap lo keburu sadar, dan yang ada lo malah makin di omelin kalo nyokap bokap lo sampe tau akar permasalahannya siapa""Udah doa, Tuhan nggak mau kabulin" rengek Kavela.
"Bukannya nggak dikabulin, tuh doa lo masih di list terakhir soalnya lo doa kalo ada maunya doang monyet" balas Arga tak ambil pusing, karena yang pusing tentu saja Kavela.
"Anak anjing lo, Ga" kesal Kavela.
![](https://img.wattpad.com/cover/374876856-288-k998877.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
3 0 9 1
Novela JuvenilSemua luka memang menyakitkan, namun tak ada yang lebih menyakitkan dari terbukanya luka lama. Dunia selalu punya cara untuk membuat kita merasa semakin tersiksa, contohnya dengan mengembalikan orang lama dengan situasi yang berbeda.