24

96 15 4
                                    

Sudah seminggu Rama gak masuk. Walau dirinya sudah pulang dari RS namun dirinya masih gak bisa aktifitas. Dan hanya Gala yang rutin menjenguknya tidak dengan Esa dan Eno.

"Gal, lu gak usah repot-repot tiap hari kesini, lu kan juga harus belajar," kata Rama pada Gala yang sedang duduk di ujung kasurnya.

"Gue yang mau, gue kan selalu belajar bareng lu, aneh tau belajar gak ada lu," kata Gala nyengir.

"Sori ya gue dah bikin kita berempat berantem, sori gue ngerepotin kalian kemaren," kata Rama tertunduk.

"Makanya lain kali pake otak!" Kata Esa yang tiba-tiba muncul di pintu kamarnya.

"E..Esa?" Rama tampak gak percaya.

"Lain kali jangan gampang emosi, lu kayak cewe halangan, emosi sana sini, itu bagian gue bray," kata Esa menjulurkan fist bumpnya. Rama menyambutnya sambil tersenyum.

"Brother before girl!" Kata Eno masuk dan menunjukan sebuah plakat yang mereka ukir bareng saat naik gunung pertama kali.

"No...," Rama udah mau loncat tapi ditahan Esa sama Gala.

"Kita gak cuman berdua hari ini," kata Eno. Dibelakang mereka juga muncul Christy sama Yara.

"Yara, gue minta maaf," kata Rama tertunduk saat Yara menghampirinya.

"Udah gak usah dipikirin, adek lu masih kecil, biar dia belajar dari kesalahannya,"kata Yara menepuk bahu  Rama.

"Lu ma kita berdua gak minta maaf," kata Esa menoyor kepala Rama.

"ESA!!!" Protes yang lain.

"Hhehehe, maap refleks," kata Esa mengangkat tangannya.

"Sa, No, semuanya gue minta maaf, dan makasih banyak ya lu semua dah nolongin gue," kata Rama tertunduk.

"Udah gak papa," jawab Eno menepuk lengan sahabatnya.

"Sa, sampein maaf gue ke Anin juga ya," kata Rama. Esa hanya mengangguk.

"Terus Azizi gimana?" Tanya Eno memandang kedua temennya yang lain.

"Hmmm, Azizi minta maaf sama Rama, dah gue cuman mau bilang gitu aja," kata Esa menarik nafas panjang.

"Gue dah ketemu Gandhi gue jelasin semuanya, dan gue kesana atas nama lu meminta maaf atas kesalah pahaman yang terjadi," kata Gala. Mereka semua bengong dengan kenekatan Gala.

"Gila lu nyamper Gandhi sendirian?!" Kata Esa dan Eno. Gala hanya senyum.

"Gue cuman kasih pilihan saling jaga atau jadi urusan polisi, akhirnya jadi damai, gue juga dah cerita sama bokap lu, biar gak usah di panjangin," kata Gala. Rama hanya mengangguk.

Mereka bercengkrama disana untuk beberapa waktu. Meluapkan kembali rindu yang tertahan karena egoisme diri.

Malam itu Esa lagi main di rumah Yara. Dirinya asik bermain gitar sambil ngobrol dengan Yara.

"Jadi kamu kuliah dimana?" Tanya Yara membuka diskusi yang selalu dihindari Esa.

"Ish yang, lagi romantis lu ini," kata Esa sambil memetik gitarnya. Yara hanya senyum untuk menanggapi.

Tiba-tiba petikan itu disambut oleh suara merdu Yara. Menyambung dengan lirik lagu AADC yang entah Yara tau dari mana (AADC kan bukan jamannya Yara)

"Bosan aku dengan penat.. dan enyah saja kau pekat, seperti berjelaga jika ku sendiri..." nyanyi Yara mengiringi petikan gitar Esa. Sesaat kemudian keduanya kembali termenung.

"Aku bakal ngelanjutin di Bandung, disana aku dapet beasiswa pendidikan di tempat dan jurusan yang aku mau," kata Yara memandang langit menerawang.

"Aku nyoba ambil kedokteran di Surabaya," kata Esa pelan.

"Bandung-Surabaya, jauh ya, bisa gak ya kita bertahan?" Kata Yara masih memandang langit.

"Muthe, jarak bukan penghalangan cinta kita, yang penting saling percaya," kata Esa meletakkan gitar di pelukannya menggantinya dengan Yara.

"Aku terbiasa hidup di sekeliling mu, aku gak tau bisa gak tanpamu," kata Yara masih setengah menerawang.

Esa hanya terus mendekap erat kekasihnya. Perpisahan ini apakah benar akan terjadi. Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

"Mutiara milik Semesta," kata Esa sambil menulis dipunggung tangan Yara, dan di kecup nya.

"Ayo sama-sama meraih mimpi dan bertemu di titik tengah," kata Esa mengelus rambut milik Yara.

Duanya menghabiskan malam itu menatap indahnya langit malam yang menjaga Mutiara dan Semesta.

**************************************

Terima kasih dukungannya

The end part will come soon

Happy reading

Mutiara dan SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang