BABAK 14 - Keputusan Datang Disaat Kritis (1)

28 5 0
                                    


Ra Tanca membopong Rana masuk ke dalam kediaman Dharmaputra dengan tergesa. Sayatan luka di lengan sebelah kiri Rana masih mengucurkan darah yang ditekan kuat oleh Ra Tanca sambil menggendongnya.

"Panggil Sinem... Bawakan kotak merah di kamar kerjaku.." ucap Ra Tanca pada Ra Wedeng dan Ra Yuyu yang membuat kedua bungsu Dharmaputra itu langsung melesat berpencar.

Semburat sinar bulan masih mengintip membuat lorong kediaman Dharmaputra tidak begitu gelap. Ra Kuti, Ra Pangsa dan Ra Banyak yang terbangun dari kamar masing-masing masih kaget dengan kedatangan Ra Tanca yang berlumuran darah. Setengah pakaian putih Ra Tanca ternoda darah, membuat Ra Kuti cemas bahwa itu adalah darah saudaranya.

"Ada apa ini, Tanca..."

"Kami diserang, aku berhasil membawa Rana keluar." Ra Tanca menjawabnya singkat sambil membaringkan tubuh Rana yang sudah tidak sadarkan diri ke tempat tidur di dalam kamarnya.

"Diserang? Apa maksudmu? Siapa yang berani menyerang Dharmaputra?" kata Ra Pangsa. Namun semua pertanyaan itu berhenti saat tergopoh-gopoh Sinem, pembantu utama di kediaman Dharmaputra datang.

"Sinem, siapkan air, kain dan perapian. Aku akan menjahit lukanya." kata Ra Tanca yang langsung dipatuhi oleh Sinem dibantu dengan dua abdi lainnya.

Sinem dan dua abdi lainnya sedang membersihkan luka Rana sementara Ra Tanca kembali ke ruang kerja miliknya yang berisi tanaman obat dan peralatan medis. Dengan cekatan, tabib istana itu mengambil jumputan cengkeh, kina, melati dan kecubung.

Campuran bahan itu paling tidak akan membuat Rana tidak sadarkan diri saat proses menjahit lukanya yang cukup dalam. Sebelum pergi, Ra Tanca juga mengambil satu kotak kecil obat racikannya yang sudah jadi.

"Panaskan jarumnya dan siapkan benang." kata Ra Tanca saat kembali masuk ke kamarnya.

Meraih kain putih yang ada di samping Rana, Ra Tanca mengisinya dengan campuran bahan yang tadi ditumbuknya. Perlahan Ra Tanca merapatkan kain itu ke hidung Rana. Sebentar saja, Rana kembali tidak sadarkan diri dan tidur lebih dalam.

Dengan telaten Ra Tanca menjahit luka sayatan parang di lengan kiri Rana. Sambil sesekali memastikan reaksi Rana saat jarum dan benang menghujam kulitnya. Butuh 10 kali jahitan untuk menutup luka sayatan itu. Rana masih diam saat Ra Tanca memotong benang terakhir lalu membalut luka jahitan itu dengan kain.

Ra Tanca bisa menghembuskan nafas lega. Sambil mengambil kain basah, Ra Tanca mulai menyeka bagian wajah Rana yang ternoda darah.

"Sinem..."

"Iya tuanku.."

"Seduh obat ini dan jangan mengaduknya. Biarkan larut perlahan, lalu bawa kemari."

Tanpa jawaban apapun, Sinem mengangguk dan berjalan keluar sambil membawa kotak obat milik Ra Tanca.

"Kalian, bantu gantikan pakaiannya. Jangan tinggalkan ruangan ini apapun yang terjadi. Aku akan berjaga di luar." dua abdi perempuan yang datang bersama Sinem itu juga mengangguk patuh hingga Ra Tanca keluar dari kamarnya.

Di luar kamarnya, Ra Tanca langsung disambut dengan Ra Kuti yang sedari tadi berdiri bersandar di dinding.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Ra Kuti.

"Kehilangan banyak darah. Belum baik, aku masih harus mengeluarkan racun dari tubuhnya. Parang yang menyayatnya menggunakan racun getah pohon salo. Kurasa mereka bukan pembunuh bayaran, mereka terlatih membunuh.. pasti prajurit."

"Prajurit?"

Ra Kuti dan Ra Tanca menduga hal yang sama. Namun, sebelum mereka bisa berkata apa yang dalam pikirannya, Ra Pangsa dan kedua bungsu Dharmaputra datang menghampiri.

Rana: Dari Balik Dinding IstanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang