Best Friend - 2

3K 45 0
                                    

Alisku mau tidak mau ikut mengerut karena bingung.

"Lo kenapa deh? Tiba-tiba ngajak ciuman, aneh," tanyaku heran. Meskipun kami sering berpelukan, ciuman agaknya melewati batas. Cium pipi saja kami tidak pernah.

Dengan menatap bibirku yang kuyakin mengkilap karena lipbalm, ia menjawab, "pengen aja. Gue udah lama gak ciuman."

"Lo juga kan? Terakhir lo deket sama cowo kayaknya udah lebih dari setengah tahun lalu," sambungnya karena aku terdiam.

"Sama si Theo yang bahkan gak lebih tinggi dari lo itu." Kenapa jadi bawa-bawa fisik lelaki yang pernah mendekatiku? Walaupun yang Alam katakan memang tidak salah.

Dan ya, terakhir aku berciuman memang tujuh bulan lalu dengan mantan hts-ku. Aku mengakhiri hubunganku sebelum berpacaran dengan Theo karena saat kami berhubungan badan, aku tidak bisa klimaks. Ia berhenti saat mencapai puncaknya. Meninggalkanku yang belum merasakan nikmat apa-apa.

Aku sudah pernah sex dengan dua lelaki. Dan dua-duanya tidak pernah memberiku klimaks. Aku hanya pernah orgasme dengan tanganku sendiri. Makanya, aku jadi malas hook up dengan lelaki setelah Theo. Menurutku, lelaki selalu egois saat berhubungan badan.

Alam berdecak. "Kok malah bengong, sih?" Aku masih terdiam dan menatap matanya. Alisku masih mengerut. Aku sendiri bingung dengan reaksiku yang hanya terdiam.

"Gue hitung sampai tiga. Kalo lo masih diem gue cium," lanjut Alam dengan tangannya yang menyingkirkan beberapa helai rambut yang menyentuh wajahku.

Sampai hitungan ketiga, aku tetap diam. Alam memajukan wajahnya. Bibir kami menempel. Alam mulai menggerakkan bibirnya, mengulum bibirku yang masih tertutup rapat. Ia memainkan lidahnya di belahan kedua bibirku, berusaha membukanya. Aku yang terhipnotis membuka bibirku sedikit.

Alam yang tidak menyia-nyiakan kesempatan langsung memasukkan lidahnya, memaksa lidahku menyambutnya. Ciumannya lumayan. Aku mulai mengalungkan tanganku ke lehernya dan ikut memperdalam ciuman kami.

Kepala kami miring ke kanan dan kiri secara bergantian. Suara decakan dari bibir dan lidah yang beradu memenuhi kamar. Satu desahan kuloloskan saat Alam mengigit bibir bawahku. Ia mengangkat wajahnya untuk menatapku sebentar.

Kulihat bibirnya terangkat samar membentuk senyum puas. Setelahnya, ia mengecup daguku dan turun ke ceruk leherku. Kecupan berganti menjadi hisapan. Oh, aku yakin ada beberapa yang berbekas di sana. Tidak apa, aku bisa menutupinya dengan concealer nanti. Setelah puas mencium semua bagian depan dan samping leherku, kepalanya turun sampai sejajar dengan dadaku.

Alam berhenti dan kembali menyejajarkan wajah kami. "Baju lo gue buka, ya?" tanyanya sambil memberi kecupan di kedua pipiku lembut. Sekali lagi, aku terhipnotis. Selain karena perlakuannya yang lembut, juga karena nafsuku yang mulai tersulut.

"Iya."

Kurasa Alam terkejut dengan persetujuanku, karena ia berhenti mengecupku. Kini matanya menatapku dalam. "Lo yakin? Gue gak bakal berhenti setelah baju lo lepas," tanyanya sekali lagi memastikan.

"Iya, Lam. Do it." Aku yakin Alam bersih karena ia juga tidak akan melakukan hubungan badan dengan sembarang wanita. Saat ini, ia juga tidak sedang dekat dengan perempuan manapun. Ditambah, aku cukup penasaran dengan rasanya. Aku tidak pernah berhubungan dengan blasteran. Untuk kelanjutan pertemanan kami, kuyakin tidak akan ada kecanggungan tidak berarti nantinya.

Setelah beberapa saat terdiam menatapku, Alam mulai membuka kancing piyamaku. Dada sintalku yang masih terbungkus bra abu-abu ia tatap intens. Satu tangannya meremas pelan dada kiriku. Tak lama, kurasakan jilatan di dada kananku. Saat remasannya menguat, tangan yang menganggur ia arahkan ke balik punggungku. Kaitan bra-ku berhasil ia lepas dengan satu kali percobaan.

"Damn ..." ucap Alam saat dada telanjangku terpampang nyata. Ia langsung meloloskan piyama dan bra dari lenganku. Setelah kedua helai kain itu ia lempar asal, jarinya langsung membelai putingku yang perlahan mengeras. Napasku memberat.

Tatapan kami bertemu sesaat Alam mendongak. "What do you want now?" tanyanya masih menggoda putingku bergantian dengan satu jarinya. Ia mempermainkanku.

"Lick it," pintaku yang lebih tepat disebut sebagai perintah.

Alam menyeringai. "As your wish, ma'am."

Kurasakan lidah lembabnya membelai puting dan sisi lain payudaraku. Kuakui ia sangat mahir menggunakan lidahnya. Setelah puas dengan dada kananku, ia beralih ke bulatan satunya, yang sedari tadi ia mainkan menggunakan tangan. Aku mengeratkan kepalanya saat Alam menggigit puting kiriku pelan.

"Ah ..." desahku dengan kepala mendongak. Inti tubuhku berkedut. Dapat kurasakan cairan meleleh di sana. Aku belum pernah se-terangsang ini hanya dengan jilatan dan remasan di dada.

Alam mengangkat tubuhnya. Dengan duduk berlutut, ia melepas kausnya. Dilanjut dengan tarikan pada celana pendekku. Sekarang, tubuhku hanya ditutupi oleh celana dalam dengan warna abu terang seperti bra-ku.

"Lo basah, May," ucapnya dengan mengulurkan telapak tangannya ke arah inti tubuhku. Ia menekan belahan yang membentuk warna gelap di kain abu itu dan menggerakkannya naik turun. Gerakkannya langsung bertempo cepat.

Aku yang tidak menduga sentuhan kasar itu langsung menatapnya dengan mata membesar dan mulut terbuka mengeluarkan desahan. Tanganku meraih tangannya yang menyentuh bagian bawahku.

"Alam, you're crazy," ucapku dengan desahan yang tidak dapat kutahan. Saat desahanku makin kuat, Alam menarik tangannya.

Ia menatap mataku dengan senyum mengejek. "Not yet, pretty."

Tangannya beralih menarik kain terakhir dari tubuhku. Ditatapnya tubuh telanjangku dari atas sampai bawah dengan salang. Tatapannya berhenti di selangkanganku. Ia lebarkan kedua pahaku hingga kewanitaan lembabku terbuka.

Wajahnya mendekat ke bawah sana. Sesaat bibirnya menyentuh inti tubuhku, hidung mancungnya ikut menyentuh klitorisku. Lidahnya mulai membelai belahan di bawah sana. Sudah kubilang, kan, lidahnya sangat mahir? Tubuhku langsung tersengat saking nikmatnya godaan di bawah sana.

Dengan lidah yang terus menggeliat, jarinya ikut ambil andil. Alam memasukkan jari tengah dan manisnya ke lubang intiku. Mulutnya berganti mengulum klitorisku, bersamaan dengan kocokan jarinya.

"Shit, Alam ... ahh ..." Aku belum pernah merasakan foreplay seintens ini. Setelah namanya kusebut, tatapan kami bertubruk. Ia makin gencar mengeluar masukkan jarinya di kewanitaanku. Bunyi kecipak dari cairanku dan pergerakan tangan Alam makin jelas. Aku tidak kuat.

Kujambak rambutnya untuk menyalurkan rasa nikmat yang kurasakan. Saat puncakku makin dekat, kurapatkan kedua pahaku. Alam yang mengerti, makin intens memberi rangsangan di seluruh inti tubuhku. Kuremas payudaraku dengan tanganku yang tersisa.

Orgasme yang kudamba akhirnya datang. "Ahh ... lam ..." Aku mendesahkan namanya. Alam adalah lelaki pertama yang bisa membuatku mencapai puncak kenikmatan. Hanya dengan jari dan mulutnya.

Setelah jepitan pahaku pada kepalanya mengendur dan jatuh, Alam mengangkat wajahnya dan menatapku dengan pandangan yang baru pertama kali kulihat. Tatapannya seperti orang lapar yang sangat ingin menyantap makanan di depannya.

Women's CravingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang