Intern - 2

2.7K 29 0
                                    

Enam bulan berlalu tanpa hal berarti. Oh, kecuali usaha Ayah menjodohkanku dengan salah satu anak koleganya, Adam. Aku sudah bertemu dengannya beberapa kali karena paksaan Ayah. Sejauh ini, aku tidak tertarik. Adam adalah tipikal anak orang kaya yang suka menghamburkan uang untuk wanita demi menaklukkannya. Aku tidak membutuhkan itu.

Setelah perbincangan singkat dengan Saka di klub malam itu, Claudia muncul dan mengajakku ke tempat lain di sana. Selama tiga bulan masa magang-pun, aku tidak banyak berinteraksi dengan Saka.

Saat ini, aku sedang berada di Bali untuk menghadiri acara pernikahan kakak sepupuku. Ayah sibuk menanyakan keberadaan Adam yang tidak terlihat mendampingiku. Bagaimana mau terlihat kalau kami sudah tidak bersama. Aku belum memberitahu Ayah bahwa Adam sudah kucampakkan karena bermain wanita di belakangku. Waktu itu, aku baru selesai meeting saat memergokinya berangkulan mesra dengan wanita berpakaian minim keluar dari lift hotel.

Karena acara inti sudah selesai dan aku malas berlama-lama ditanya kapan menyusul oleh tante-tante yang bahkan jarang kutemui, aku kembali ke hotel tempatku menginap. Aku tertidur selama dua jam karena lelah. Selesai mandi, aku beranjak ke bar yang ada di dekat hotelku seorang diri untuk menghirup udara segar.

Sebelum beranjak dari acara pernikahan tadi, aku sempat berbincang dengan Ayah mengenai hubunganku dengan Adam, karena ia tidak berhenti menanyakannya. Ayah terlihat cukup terkejut namun tidak bisa marah karena ini bukan salahku. Terlebih, ada banyak orang di sekitar kami.

Dua gelas old fashioned sudah kutandaskan. Setelah gelas ketiga kuterima, aku beranjak menuju teras bar yang menyediakan pemandangan pantai yang cukup lengang. Hanya ada tiga orang lain di seluruh balkon dengan beberapa kursi dan meja ini.

Beberapa menit berlalu, dua di antaranya masuk ke area indoor. Menyisakan aku dan seorang laki-laki yang duduk tidak jauh dariku. Aku duduk di kursi tinggi dengan meja yang menempel sepanjang pagar teras. Dari sudut mata, aku dapat melihat laki-laki tersebut bergerak dan berakhir duduk di sebelahku.

Aku menoleh ke arahnya saat ia berdeham. Mataku terbelalak. Kulihat lelaki berkacamata yang sudah tiga bulan tidak kulihat tersenyum. Ia terlihat lebih dewasa sekarang. Apakah ia mendatangiku karena tahu yang ia datangi adalah aku, atau hanya kebetulan?

"Hai, Bu- well Kak Jes, karena kita gak di kantor. Apa kabar?" sapanya masih dengan senyuman.

"Hai, Saka. Long time no see. Saya gini-gini aja, sibuk dengan urusan kantor," balasku membalas senyumannya. "Kamu gimana? Udah lulus?" Kuharap aku tidak terdengar seperti orang tua kolot yang basa-basinya tidak menyenangkan.

"Udah, dong, Kak! Aku sekarang fokus modelling."

Aku mengangguk paham. Pantas saja badannya lebih terbentuk dibanding tiga bulan lalu. Gawat, sepertinya alkohol membuatku makin terpesona oleh Saka.

"Di Bali ada schedule as a model, kah?" tanyaku penasaran.

"Iya, dua hari ini aku full pemotretan. Kalau Kak Jes ada keperluan apa ke Bali? Kerjaan?"

"Bukan, saya menghadiri pernikahan saudara siang tadi."

Saka mengangguk. Kami terdiam cukup lama menikmati angin malam dan minuman masing-masing.

Lelaki itu berdeham sebelum bertanya, "kalau Kak Jes, udah ada rencana nikah?"

Aku menoleh karena terkejut akan pertanyaannya. "Kamu kayak tante dan om saya saja, pertanyaannya," ucapku sambil terkekeh santai.

"Well, tadinya saya dijodohkan. Tapi lelaki tidak tahu malu itu main wanita di belakang saya. Jadi untuk sekarang saya tidak ada rencana menikah," lanjutku tenang. Aku tidak sakit hati, hanya kesal.

"Wah, siapapun itu, dia adalah laki-laki paling bodoh."

"Maksudmu?"

"Harusnya dia bersyukur dijodohkan dengan orang seperti Kak Jes! Kalau perlu, ia harusnya buat acara charity tiap kalian anniversary!" jawabnya menggebu. Ia memperhatikanku yang masih memasang wajah bingung.

"Ayolah, Kak. Look at how gorgeous you are. Cuma orang bodoh yang bakal nyia-nyiain Ka Jes."

Apakah ia barusan memujiku? Atau itu hanya kalimat penyemangat? Aku yakin ia banyak bertemu wanita cantik karena pekerjaannya. Bukannya aku tidak percaya diri, hanya realistis.

"Saya gak perlu penyemangat, kok, Saka. Lagi pula, saya memang tidak tertarik dengan laki-laki itu. Untung cepat ketahuannya."

"Hm? Aku gak nyemangatin Kak Jes, tuh," ucapnya dengan alis terangkat. "Semua yang kuucap kan, fakta, Kak."

Oh, apa ini yang orang-orang maksud tentang gombalan maut brondong?

"Kamu muji-muji saya gini, ada maunya, ya?"

Saka tertawa pelan. "Tadinya aku gak ada kepikiran gitu, sih, Kak. Cuma karena Kakak ungkit, aku jadi pengen sesuatu."

Aku menjawab dengan kedua alis terangkat bertanya.

"A kiss would be great."

"Huh?" Saka memintaku menciumnya? Ia mabuk dan melantur atau aku yang mabuk dan salah dengar?

Saka menatapku lebih fokus, "sejujurnya, aku udah naksir Kak Jes dari pertama kita ketemu di depan ruang pemasaran. Cuma, kan, aku bawahan Kak Jes. Mana mungkin anak magang nekat deketin manajernya."

Aku mengedipkan mataku beberapa kali, masih bingung harus bereaksi apa. Efek alkohol sepertinya membuat kerja otakku melambat.

"Aku udah umur dua dua, Kak. Udah legal, dan kita cuma beda empat-lima tahun, kan? In case you're in doubt karena umur," jelasnya santai.

"Kiss me, then," ucapku setelah berpikir beberapa detik. Saka yang mendengar itu perlahan memajukan tubuhnya.

Bibir kami menempel lembut. Saka mulai melumat bibirku lembut. Lumatannya memanas ketika ku kalungkan lenganku di lehernya. Tak lama, lidah kami ikut bergabung dalam pertukaran saliva ini. Tangan Saka meremas pinggulku dan memeluknya.

Karena posisi yang kurang nyaman, Saka turun dari kursinya dan berdiri di depanku. Tubuh kami menempel dan saling memeluk. Kepala kumiringkan untuk memperdalam ciuman. Saka menelusuri seluruh mulutku dengan lidahnya. Rambut coklat gelapnya tak luput dari cengkramanku. He's a good kisser. Satu desahan keluar saat ia mengigit bibir bawahku.

Saka menjauhkan kepalanya. Dengan wajah berjarak dua jengkal, ia menatapku dengan penuh damba. "Kayaknya kita perlu pindah tempat, Kak."

"Kamu tahu ciuman aja enggak cukup kan, Kak?"

Aku terkekeh pelan. "Hotelku dekat sini."

**

Sesaat pintu kamar hotelku tertutup, Saka langsung menyerbu bibirku lagi. Kali ini lebih menuntut dari sebelumnya. Sambil beradu lidah, Saka menarik keatas gaun yang kukenakan. Selesai dengan gaunku, ia melepas kausnya sendiri.

Ia rebahkan tubuhku di kasur dengan lembut. Saka masih berdiri di pinggir kasur, memandangi tubuhku yang hanya ditutupi satu set underware berwarna merah marun.

"You're the hottest woman I've ever seen, Kak."

Setelah melempar pujian, ia mendekat dengan mengecup tiap jengkal kulitku. Kecupan ia mulai dari betis dan naik hingga ceruk leherku. Kubelai rahang dan rambutnya, saat posisi wajahnya sudah sejajar denganku. Ia kembali melumat bibirku, kali ini dengan sentuhan tangannya di perut rataku.

Ia membuat elusan berputar di sana sebelum naik ke belakang punggungku. Setelah kaitan bra terlepas, hangat remasan tangannya langsung kurasakan di bulatan dadaku. Ia bermain di kedua payudaraku bergantian sambil terus mencumbuku ganas. 

Women's CravingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang