Best Friend - 3

3.1K 46 1
                                    

Selagi aku mengatur napas, Alam menurunkan celananya hingga kami sama-sama telanjang bulat. Kulirik pusaka mengacung di bawah sana. Seperti dugaanku, penisnya besar. Selain blasteran, Alam memang tinggi dan memiliki badan penuh otot.

Alam maju sampai kemaluannya menyentuh dadaku. Ia berlutut dengan kedua kaki mengurungku di bawahnya. Dengan jarak sedekat ini, aku bisa melihat urat-urat yang menonjol di sana. Kubelai batang pusakanya, mengikuti urat yang menonjol sampai kepala yang mengeluarkan sedikit cairan putih.

Kuangkat pandanganku. Matanya menatapku tajam menginginkan lebih. Penisnya tak dapat kugenggam seluruhnya, ia terlalu panjang. Kumaju mundurkan tangan kananku. Alam memajukan sedikit posisinya sampai kepala kemaluannya menggapai bibirku.

"Fuck, May," ujarnya saat lidahku terjulur, menambah stimulan dengan berputar-putar di ujung penisnya. Alam ikut memaju mundurkan pinggulnya berlawanan dengan gerak tanganku. Geraman berat terdengar.

Alam menahan tanganku yang menggenggam pusakanya. "Stop. Gue gak mau keluar karena tangan lo," ucapnya sambil mundur.

Ia membangkitkanku. Setelahnya, Alam duduk dengan menyender pada kepala tempat tidur. Ia mengganjal dua bantal di belakangnya hingga posisi duduknya tidak terlalu tegak.

"Lo di atas, ya, May? Ride me," tanya sekaligus pintanya.

Aku yang tidak keberatan, naik ke pangkuannya. Penis mengacungnya kududuki di antara belahan intiku. Kumaju mundurkan pinggulku di bawah sana. Tanganku bertumpu di bahu lebarnya, meremasnya karena rasa geli yang kurasakan.

Alam menarik tengkukku, kembali meraup mulutku dengan penuh nafsu. Lidah kami beradu, bertukar saliva dengan mata terpejam. Setelah di bawah sana tambah lembab, Alam melepas pagutannya.

"Lam, kita gak punya kondom."

"Gue keluarin di luar nanti," sanggahnya cepat.

Ia angkat pinggulku untuk mengarahkan penisnya memasukiku. Aku membantu dengan bertumpu dengan lutut. Setelah arahnya pas, kuturunkan tubuhku perlahan sampai kami menyatu sepenuhnya. Desahan keluar dari mulut kami. Aku sangat penuh.

Karena aku tak kunjung bergerak, Alam memaju mundurkan pinggulnya sambil meremas pinggulku. Aku langsung ikut menggerakkan pinggulku berlawanan dengan gerakan Alam. Setiap miliknya menghentak, wajahku tambah tak terkendali. Ini terlalu panas.

"Shit, lo rapet banget, May," bisik Alam menatap penyatuan kami.

Saat aku ikut melirik penyatuan kami, nafsuku terpacu. Desahan sudah tak dapat kukendalikan. Kupindahkan tanganku dari bahunya menjadi bertumpu pada tumitku di belakang.

"Fuck ... you're so hot," ungkap Alam sambil meremas dadaku yang bergoyang mengikuti pergerakan kami. Remasannya tambah kasar saat kubuat gerakan berputar di bawah sana. Kami bertahan cukup lama di posisi ini.

Puncakku sudah dekat. "Alam ... gue gak ... kuath," bisikku memeluk lehernya. Pinggulku yang agak terangkat memudahkan Alam untuk menyentakku lebih kuat. Ia beberapa kali menyentuh titik paling sensitifku. Pelukanku mengerat dengan menjambak rambut lebatnya.

"G- gue ... ahh ..." desahku saat orgasme menyambutku kembali. Cairanku menambah kehangatan di bawah sana. Alam memeluk tubuhku dengan tetap menggerakkan pinggulnya lebih pelan dan mengulum dadaku. Ia belum selesai.

Hanya dalam beberapa detik, ia membalikkan posisi menjadi kembali berada di atasku. Penyatuan kami yang terlepas ia satukan lagi dengan sekali hentakan. Geraman berat kudengar berbarengan dengan desahan lemahku. Aku masih sensitif dan lemas.

Alam melebarkan pahaku untuk memudahkan gerakannya. Sodokan pelannya hanya bertahan sebentar. Setelahnya, hentakkan kasar namun hati-hati kembali membuatku melayang. Tangan kanannya beralih untuk memainkan putingku.

Ia turun menumpukan tubuhnya menggunakan siku di kedua sisiku. Wajahnya mendekat untuk memagut bibirku. Kuraih rambutnya untuk memperdalam pemainan lidah kami. Setiap kali ia mengehentakku keras, desahan keluar dari kedua mulut kami.

Hisapannya turun ke ceruk leher lalu tulang selangkaku. Kedua gumpalan daging di dadaku juga tak luput dari mulutnya. Ia menghisap kencang kedua bulatan itu.

"Alam ... gue mau sampe lagi ..." bisikku lemah.

Alam menaikkan wajahnya hingga berada di depan wajahku. "Tahan, kita barengan."

Kugigit bibir bawahku berusaha menahan gejolak yang hampir tiba. Hentakkannya makin keras, membuatku hampir melambung. Aku sudah tidak tahan lagi. Alam terlalu kuat.

"Lam- gue gak bisa ..." ucapku menatapnya lemah.

Alam menggeleng. "Sebentar lagi," sanggahnya padaku dan kembali menyentuh titik tersensitif inti tubuhku. Bagaimana aku bisa menahannya lebih jauh jika begini.

Ini di luar kendaliku. Kupeluk kepalanya erat hingga menempel di sisi kiri kepalaku. Puncakku datang. Tubuhku mengejang saking luar biasanya. Teriakkanku terdengar jelas. Alam malah menambah kekuatan hentakkannya. Kurasa ia juga akan sampai.

Setelah dua hentakan keras, Alam menyemburkan cairannya di dalamku. Ia mengigit telingaku gemas.

"Shit, May ..." desahannya terdengar jelas. Sedikit cairan kami mengalir keluar karena tidak tertampung.

Alam mengurai pelukan kami setelah napas kami lebih tenang. Ia cabut penyatuan kami. Lelehan cairan kurasakan kembali. Ia langsung beranjak mengambil tisu di nakas dan membersihkan kemaluanku dan kemaluannya.

Setelah selesai, ia kembali rebahan dan memelukku lembut dengan selimut menutupi tubuh telanjang kami. Aku membalas pelukannya lemah. Aku bahkan tak berdaya untuk memarahinya karena mengeluarkan cairannya di dalam rahimku. Energiku terkuras habis. Tadi adalah sex terbaikku. Mataku memberat karena elusan tangan Alam di punggungku. Kami tertidur hingga siang hari. 

Women's CravingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang