1

40 6 0
                                        


3 Bulan Sebelumnya

Hira memulai paginya yang sibuk seperti biasa. Warung nasi “Numan” yang dirintisnya sejak tiga tahun lalu itu ramai pengunjung. Padahal baru jam tujuh lewat, tapi masakan yang tersaji di etalase sudah tinggal beberapa saja. Warung nasi Numan memang selalu ramai seperti itu. Sama seperti warung nasi yang lainnya, Numan menghadirkan menu masakan rumahan yang lezat dengan harga yang terjangkau. Akan tetapi, yang menjadi daya tarik lainnya Numan juga menawarkan menu-menu kekinian seperti ayam teriyaki, ikan dori mayonaise, beef slice bulgogi dan menu-menu kekinian lain yang tiap hari berganti.

Hira dan Nia cekatan melayani pembeli di depan, sementara Sri dan Johan menghandle bagian dapur. Menyiapkan bahan-bahan untuk pesanan sore nanti dan juga menunggu dua menu yang masih dalam proses pemasakan.

Saat tengah melayani pembeli, seorang pemuda berkulit sawo matang masuk ke dalam warung. Kehadirannya langsung mencuri atensi Hira, bukan karena lelaki itu terlihat paling tinggi dan menawan diantara pengunjung yang lain. Namun memang rasanya selalu begitu setiap pemuda itu muncul. Kupu-kupu dalam perut Hira seolah ikut muncul ketika melihat pemuda itu.

Nia yang sadar kondisi langsung menyenggol Hira dan meminta gadis itu melayani sang pemuda sementara Nia mengambil alih pekerjaan Hira.

“Mas Bagas, mau bungkus apa ini?” tanya Hira ramah, meski begitu matanya tak berani berlama-lama memandang Bagas. Sebenarnya pertanyaan dan keramahan serupa juga Hira lakukan pada pelanggan yang lain, Hira hafal hampir seluruh pelanggan yang selalu mampir ke warungnya. Namun dengan Bagas, ada bunga-bunga yang turut mekar di hatinya.

“Alhamdulillah, tinggal dikit ini, Ra? Aku kesiangan,” ucap Bagas sambil nyengir. Memperlihatkan gigi gingsulnya. Manis sekali. Hira berusaha menundukkan jantungnya yang jumpalitan tiap diberi senyum seperti itu.

“Hari ini ada menu langka, ayam salted egg, mungkin Alif bakal suka. Mau coba?” Hira menawarkan.

“Alif sih suka semua masakan kamu, Ra.”

Hira tersenyum. Lagi, pujian itu sebenarnya bukan hanya datang dari Bagas. Hampir seluruh pelanggan warung nasi Numan memang memuji masakan Hira. Namun jika Bagas yang menyampaikannya, rasanya jauh lebih menyenangkan.

Bagas mulai menyebutkan pesanannya satu persatu. Tumis caisim dan jamur, kikil bumbu kuning, orek tempe, ayam salted egg, ayam bakar, lele goreng, dan beberapa potong tempe goreng. Tidak lupa sambal merah buatan Hira yang nikmat sekali.

Setelah melakukan transaksi, Bagas pergi, dan Hira melayani pembeli yang lain sembari mengamati Bagas menuju rumah orang tuanya yang terletak tak jauh dari warung nasi Numan.

“Hari ini dia cuma jadi pembeli, siapa tahu nanti jadi suami, Mbak,” bisik Nia meledek.

“Apa sih, Nia,” jawab Hira sok cuek, berbanding terbalik dengan hatinya yang berbunga-bunga. Setelah apa yang dialaminya, ia tak menyangka bahwa fitrah mengagumi lawan jenis muncul terhadap Bagas.

***

Pukul sembilan pagi, dagangan di warung Hira sudah ludes. Nia, Sri, dan Johan membersihkan area dapur, sementara Hira membersihkan area warung. Beberapa orang datang dengan kecewa karena kehabisan. Kadang-kadang jam sembilan masih ada barang satu atau dua porsi masing-masing lauk matang, tapi kali ini benar-benar ludes.

“Maaf, ya, Pak. Lain kali bisa pesan lewat online dulu. Jadi bisa langsung ambil paginya,” ucap Hira merasa sungkan saat seorang pria setengah baya datang dan kecewa. Beliau pelanggan baru. Kemarin, pria itu sempat sarapan di warung, tapi Hira belum tahu namanya. Jika hari ini pria itu kembali lagi, berarti cocok dengan masakan Hira dan berpotensi untuk menjadi pelanggan tetap. Maka dari itu Hira menanyakan nama pria setengah baya itu.

Main Course In RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang