setelah menjalani hari, Kharel pulang ke rumah nya, tempat ternyaman bagi dirinya
"hallo sayang, gimana hari nya? jiera gimana? your dad isn't coming home today" ucap Shinta
"baik baik aja ma, tadi sempat cek cok, tapi udah oke kok ma. oh gitu ya ma, adek mana ma?" tanya Kharel
"les, palingan bentar lagi pulang. udah makan belum? mau mama siapin?" tanya Shinta
"no, mama. bentar lagi aja, oh iya ma, aku lagi sedih" ucap Kharel sembari duduk di sebelah ibunya
"what's wrong with you?" tanya Shinta yang dengan serius menatap anak sulung nya
"I'm just sad because of Jiera, tadi aku berantem, dia bilang sesuatu yang buat aku sakit denger nya ma. kata kata itu muter di otak aku" jelas Kharel, mata anak itu mulai berkaca-kaca
Kharel itu lemah tentang Jiera
"its okey sayang, kenapa? bilang ke mama" Shinta
Kharel menceritakan semua nya pada Shinta, dan Shinta pun mulai mengerti perasaan anak nya
"Jiera just needs time, ngga mungkin trauma masalalu nya bisa hilang gitu aja, sayang. his father ngasih luka yang susah untuk sembuh sayang, bahkan kalau pun lukanya sembuh, bekas nya ngga akan hilang" Shinta
"i love him, mama" Kharel
"i know, you love him so much, i know" Shinta memeluk tubuh anak nya, bagaimana pun Kharel akan tetap menjadi anak berusia di bawah 10 tahun jika bersama ibunya
"mama harap, abang bisa buat Jiera bahagia terus, ngga ada air mata kecuali air mata kebahagiaan. if it's true you love him" Kharel tersenyum mendengar penuturan ibunya
"love you, mama" Kharel
"love you more, abang" Shinta
disisi lain, Jiera sampai dirumah ayah nya. ya, Jiera di minta untuk menemani adik tiri nya hari ini sampai ayah nya kembali
"gapapa kan dek papa sama ibu tinggal?" tanya Dika
"iya" singkat Jiera
"dek, ibu pergi dulu ya, maaf kalau Ian nanti nya bakal ngerepotin kamu" Lisa
"iya" singkat Jiera lagi
setelah kepergian kedua orang itu, Jiera menatap adik tirinya, sebenarnya ini bukan salah balita itu, tetapi ia hanya tidak rela posisi nya di gantikan menjadi anak bungsu
"kenapa kamu ngeliat aku?" tanya Jiera, padahal ia tau balita itu tidak akan paham yang ia ucapkan
"denger ya, aku jagain kamu karna permintaan mama aku, aku juga ngga setega itu buat kamu engap sama acara papa sama tante" Jiera kembali
balita itu kembali tersenyum, ia berniat duduk di paha Jiera
"kamu benci aku ngga?" tanya Jiera sendiri
"nanti kamu udah gede, pasti benci aku banget ya? sama kaya aku benci sama ibu kamu" Jiera
"kamu jangan rewel, aku ngga suka anak kecil yang rewel" balita itu tersenyum menampakkan gigi kelincinya