12

204 31 6
                                    

Kharel duduk di kursi sebelah ranjang Jiera, ia masih setia menggenggam tangan Jiera

"lo ngga pernah gagal bikin gue khawatir" ucap Kharel

ceklek

pintu terbuka menampakkan guru Jiera yang berjumlah 3 orang

"how could this happen?" tanya guru Jiera yang bernama Lauda

"It happened so fast, we didn't know anything ma'am" jawab Chen

"what did the doctor say?" tanya guru Jiera yang bernama Delva

Jeremy menjelaskan kepada guru guru Jiera

"my baby" salah satu guru bernama gesya mengelus rambut Jiera

"you should know, i love him, he is a good boy" Gesya

"I know, that's why I love him so much" balas Kharel

"are you Jiera's boyfriend?" tanya Delva

"maybe" Kharel tersenyum miris

"you love him, you look at her very deeply, take good care of my child" ucap Lauda

"thank you" Kharel

sementara Ganta dan Chen hanya bisa menjawab seadanya, karena mereka sedikit susah berbahasa Inggris

"kalian kalau udah capek, pulang aja. biar gue yang nemenin Jiera" ucap Kharel

"ngga deh rel, nanti lo nya capek" tolak Ganta

"kalau untuk Jiera mah, ngga akan capek anjir" Kharel

"yelah bucin, yaudah kita pulang ye" pamit Chen

"iye, ttdj"










malamnya, mata yang terpejam terbuka, menetralkan pencahayaan yang mengganggu pandangan nya

kepala nya sangat sakit, ia ingat sekali dengan kejadian itu

badan nya mulai bergerak menelusuri tempat

terdapat seseorang di sebelah nya, ia genggam tangan itu, seketika ia terkejut. ia sangat kenal dengan tangan itu

"kharel?" Jiera mengusap tangan Kharel

kepala nya sakit, ia sangat ingat bagaimana arina mendorong nya dari lantai 2 hingga sampai di lantai 1

Jiera menatap langit langit ruang inap nya, air mata tertahan di pelupuk matanya, Kharel masih mencintai nya hingga saat ini

"Jiera?" panggil Kharel

"lo nangis kenapa?" tanya Kharel dengan nada khawatir nya

"kepala gue sakit" keluh nya

"kayanya bius nya habis, sayang. tadi kepala lo di jahit dalam 7 dan luar 4" ucap Kharel

"kenapa ngga pulang, rel?" tanya Jiera

"ngga mungkin gue ninggalin lo sendiri" ucap Kharel

"gue udah ngga mau liat lo lagi, pulang, rel" Jiera

"lo tau? setelah lo mutusin pergi malam itu, semua nya kacau, ji. sekolah kita kalah untuk kedua kalinya, dan juga mama dan abang lo yang sering banget nelpon gue, katanya kalau nelpon gue bakal terobati rasa kangen nya ke lo" Kharel

"gue juga ngga jauh beda, hahaha. gue kangen, ji. kangen banget" ucap nya

"gue minta maaf, Kharel" ucapan Jiera terdengar tulus tetapi sangat menyakitkan bagi Kharel

"kenapa sayang?" tanya Kharel sangat lembut

"gue salah paham, semua nya salah gue, gue ngga ngedengerin penjelasan lo dulu, gue egois, gue minta maaf" ucap nya dengan sesegukan

"ngga usah minta maaf, sayang. lo temui mama ya? padahal malam itu, abang sama mama lo cuman bercanda, emang ada rencana, tapi untuk buat lo luluh mereka berusaha untuk bawa topik nya ke bercandaan dulu, ternyata itu nyakitin lo, ya?" tanya Kharel

Jiera semakin sesenggukan, ia menutup wajah nya dengan tangan nya

"kita perbaiki ya, sayang? ngga mungkin mulai dari awal, karena hal indah itu awalnya memang menyakitkan" Kharel

"tapi, gue lanjutin sekolah gue di aussie dulu ya, rel? gue usahain bakal masuk universitas yang sama sama lo nantinya" Jiera tersenyum dan memegang pipi Kharel

"lo ninggalin gue, lagi?" tanya Kharel

"lo bisa hubungi gue sesuka hati lo, sama sama berjuang yuk rel, biar nanti nya kita bisa sama sama sukses" Jiera

"iya sayang, jangan pergi lagi ya" Jiera mengangguk dan masuk ke pelukan Kharel




















matahari terbit, sinar nya mengganggu dua orang yang sedang tertidur pulas

keduanya masih mengumpulkan nyawa, rasa kantuk masih menyerang tetapi enggan untuk kembali terlentang

"you okey?" tanya Kharel

"okey" Jiera

"ngga mau nelpon mama?" tanya Kharel

"ngga rel, gue bakal balik, jadi gue ngga mau mama ngerasain perpisahan lagi, sebentar lagi ya?" Jiera

"kalau lo lama, gue yang bakal nyusul lo kesana" Jiera terkekeh mendengar ucapan Kharel

"tapi tiba tiba gue punya someone gimana?" tanya Jiera

"lo bakal ninggalin gue?" tanya Kharel

"kita ngga tau kedepannya, rel" Jiera

"setidaknya kalau kita ngga bisa bersama, gue pernah ngejalanin hal indah sama lo, Jiera" Kharel mengelus pipi Jiera

"gue ngga mau another life Jiera, gue mau di kehidupan yang satu kali ini sama lo" Kharel

"gue juga, rel"
















saat siang, teman teman Jiera datang berkunjung, Kharel tidak sekolah hari ini

"gimana keadaan nya, ji?" tanya Rendy

"gue gapapa kok, makasi ya teman teman" Jiera

"jangan canggung dong, Jiera. kita masih temen lo sampai kapan pun" ucap Chen

"gue minta maaf" Jiera menunduk

"kenapa? lo ngga salah" Ganta

"gue udah bikin kalian bingung" Jiera

"kayak temanan beberapa hari aja, gapapa ji, kita paham" Jeremy

"btw ji, kok bisa lo jatuh dari tangga?" tanya Mahesa

"gue... gue berantem sama arina" jujur Jiera

tidak sadar, kini tangan Kharel mengepal di buatnya

"lo serius? dia ngedorong lo dari lantai 2?" tanya Ganta

"iya, awalnya gue udah mau pergi, dia malah ngedeket, dan gitu deh" Jiera

"gue bakal bikin perhitungan sama dia" Kharel berjalan dari ruangan inap Jiera

"bangke, kalian ngga niatan kejar Kharel apa?" ujar Jiera

"biarin ji, kalau masalah lo gini, pasti lo tau Kharel segila apa, kita ngga bisa ngatasin, biarin aja. lagian Kharel ngga bakal main tangan, palingan lapor polisi langsung" Mahesa

"lo tenang aja, lebih baik lo istirahat, udah oke belum?" tanya Chen

"udah" Jiera

"kapan netap di sini lagi, ji?" tanya Jeremy
"gue bakal tetap sekolah di Australia dulu, gue usahain untuk balik pas kuliah kok" Jiera














to be continue

dikit dulu ya, ngga punya ide🥹🙏🏻

Hanya Teman Saja ||Nosung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang