8. Alergi

88 25 8
                                    

"Kau sakit?" tanya Suga yang berjalan mendekati Yoo Rin. Wajah gadis itu terlihat pucat dengan bulir bening di pelipisnya.

Yoo Rin menggeleng lemah, "Aku baik-baik saja-" jawabnya serak.

"Apanya yang baik-baik saja? Suaramu parau begitu, wajahmu juga pucat," timpal Suga. Ia memegang bahu Yoo Rin yang mulai membungkuk karena rasa nyeri di tenggorokannya. Suga menghela nafas, "Kita ke rumah sakit sekarang," sambungnya sembari membantu Yoo Rin untuk bangkit dari duduknya.

Sementara So Hyun tersenyum sinis, "Oppa, bukankah kita mau pergi ke Aquarium?" tanya So Hyun dengan manjanya merangkul lengan Suga.

Suga menoleh pada kekasihnya itu, "Bisa kita pergi lain kali?" tanya Suga penuh harap. So Hyun melihatnya, binar kekhawatiran dari sepasang netra yang tengah menatapnya saat ini. Gadis itu menggeram di dalam hati, apa perasaan Suga 12 tahun lalu masih tersisa untuk Yoo Rin?

Sial. Bahkan setelah semua usahanya untuk memikat hati Suga dan saat ini telah sah menjadi kekasihnya, nama Yoo Rin masih bersemayam di hati prianya. So Hyun bukan tak tahu, sebab So Hyun adalah salah satu saksi dari bagaimana gilanya seorang Suga menyatakan cinta pada Yoo Rin di lapangan bola sekolah Shinwa waktu itu.

"Tapi aku mengidam sekali, Oppa..." So Hyun tak ingin kalah kali ini. Ia mengelus perutnya, memberi pertanda pada Suga, bahwa itu keinginan si jabang bayi.

Suga melirik pada perut So Hyun. Lalu beralih menatap Yoo Rin. Sepertinya gadis itu dalam kondisi yang sangat darurat. Sehingga Suga tak mungkin mementingkan keinginan So Hyun.

"So Hyun-a, sepertinya Yoo Rin butuh pertolongan," ucap Suga meminta So Hyun berempati.

"Suruh dia naik taxi saja. Lagipula, siapa yang memaksanya memakan semua itu, sudah tahu alergi!" sungut So Hyun yang terus menggerutu tak ikhlas, jika harus mengalah pada Yoo Rin.

"Mwo? Alergi? Maksudnya, Yoo Rin alergi makanan?" tanya Suga memastikan. Ekspresinya tampak begitu terkejut, namun So Hyun justru semakin jengah melihatnya. "Yoo Rin-a... Katakan, kau alergi?" tanya Suga pada Yoo Rin yang sudah tak bisa bersuara sebab membengkak pita suaranya.

Yoo Rin hanya bisa menggeleng pelan, "Aku... pergi sendiri. Kalian... bisa lanjutkan... akh-" Yoo Rin menjawab susah payah. Ia meremas dadanya. Rasa panas, gatal, juga nyeri bercampur jadi satu. Nafas Yoo Rin semakin sesak, hingga Suga menjadi semakin panik. Tanpa berbasa-basi, Suga membawa Yoo Rin ke dalam gendongannya, dan segera berlari keluar dari restoran tempat mereka berada saat ini.

"Oppa!" jerit So Hyun yang semakin terbakar melihatnya.

Suga mengabaikannya. Lebih tepatnya, ia tuli. Kepanikan yang melandanya saat ini sudah menutupi telinga dan pikirannya terhadap So Hyun. Alergi, bisa merenggut nyawa seseorang. Apalagi sudah dalam keadaan sesak seperti Yoo Rin.

Saat ini, So Hyun pun terpaksa mengikuti keduanya. Bahkan tanpa sadar, Suga mendudukkan Yoo Rin di kursi sebelah kemudi. Sehingga So Hyun mau tak mau duduk di kursi belakang.

"Rin, kau bisa tahan sebentar? Aku akan bawa mobilnya sedikit lebih kencang, bertahanlah." ucap Suga pada Yoo Rin.

Jangan tanyakan kondisi Yoo Rin. Ia bahkan tak lagi bisa mendengar apa-apa. Suga memasang seatbelt pada Yoo Rin, lalu- "Mianhae... Aku harus membuka kancing kemeja bagian atasmu, agar kau tidak terlalu sesak," ucap Suga. Jemarinya begitu cepat bergerak membuka dua kancing kemeja yang Yoo Rin kenakan. Lalu membuka sedikit jendela mobil dan sunroof agar udara dapat masuk ke dalam mobil.

Benar yang Suga katakan, bahwa ia akan membawa laju mobilnya sedikit lebih kencang. Bukan. Melainkan, sangat kencang.

So Hyun sampai menggenggam erat seatbelt yang melintang di tubuhnya, "Oppa... Kau mau kita semua mati?" tanya So Hyun yang ketakutan.

"Gunakan seatbelt mu dengan benar, So Hyun-a," balas Suga.

Bahkan sepertinya Suga terlihat tak mempedulikan So Hyun dan janin yang ia kandung sama sekali. Janin? Entahlah, sebab So Hyun tak terlihat berempati pada janinnya. Tak ada pergerakan dari So Hyun yang terlihat ingin melindungi perutnya. Ia hanya memejamkan matanya dengan tangan yang semakin erat mencengkram sabuk pengaman itu.

9 menit 27 detik. Hanya perlu waktu selama itu untuk Suga membawa mobilnya tiba di rumah sakit yang sebenarnya lumayan jauh dari resto tempat mereka makan siang. Bahkan, Suga tak sadar, jika kecepatan mobil yang ia bawa melewati batas normal berkendara. Dan semua terpantau cctv jalan raya, tentu saja.

Suga turun dengan terburu-buru dari mobil. Menggendong Yoo Rin yang bahkan hampir tak sadarkan diri. Membawanya menuju UGD dan memanggil nurse yang sedang berjaga, sehingga Yoo Rin dengan tanggap ditangani.

Gelap. Yoo Rin tak lagi sadarkan diri.

♡♡ ♡♡ ♡♡

Suara seseorang yang sedang berbicara itu mampir ke rungu Yoo Rin. Perlahan matanya terbuka. Silau, ia mengerjap sebab cahaya lampu tepat di atas wajahnya. Lalu menoleh ke arah kiri, seorang pria berperawakan tak asing dengan punggung lebar itu memunggunginya. Sepertinya sedang berbicara melalui ponselnya dengan seseorang.

Hingga beberapa detik kemudian, "Kau sudah sadar?" tanya pria yang baru saja mengakhiri teleponnya dan memasukkan benda pipih itu ke saku celananya.

Yoo Rin masih belum bisa menjawab apa-apa. Tenggorokannya masih sakit, tubuhnya juga masih lemas. Namun, Yoo Rin agak merasa heran. Kemana perginya wanita yang ia benci itu? Kenapa tak ada bersama Suga? Pun, mengapa Suga di sini bersamanya? Ya, ia ingat bahwa ia di antar Suga ke rumah sakit. Namun mengapa Suga mesti repot-repot menunggunya disini? Lagipula, Dia bukan walinya, harusnya setelah mengantarkan, Suga pergi saja.

Dan tanpa perlu meminta penjelasan apapun, Suga seakan mengerti dengan berisiknya kepala Yoo Rin saat ini. "Aku di suruh, Eomma. Jangan terlalu percaya diri," cetusnya spontan.

Yoo Rin mengernyit, "Aku tidak bertanya apapun," balasnya.

"Hum. Aku hanya tak ingin kau salah paham, dan berpikir seenaknya," timpal Suga.

Tcih! Siapa yang peduli? batin Yoo Rin. Ah, bahkan di dalam hati pun kau masih bisa berbohong, Yoo Rin-a...

"Dokter bilang, setelah infusnya habis, kau boleh pulang. Jadi tidurlah, itu bisa menghabiskan waktu kurang lebih satu jam," ungkap Suga.

"Nee... kamsahamnida," jawab Yoo Rin tak ingin berdebat. Ia memejamkan matanya, dan berpura-pura tidur.

Lalu, dering ponsel Suga kembali terdengar. Suga bangkit dari duduknya, lalu keluar dari bilik Yoo Rin di rawat yang hanya tertutup tirai itu, lalu mengangkat teleponnya.

"Nee, So Hyun-a... Kau sudah tiba di rumah Eomma ?" tanya Suga. Masih terdengar oleh Yoo Rin.

"Sabarlah... Setelah ini selesai aku pulang," jawab Suga.

Entah apa yang dibicarakan oleh So Hyun. Yoo Rin tak dapat mendengarnya, ia hanya bisa menerkanya dari jawaban Suga saja.

"Aku hanya tak ingin Eomma bolak-balik. Rumah sakitnya lumayan jauh, lagi pula penjaminnya aku. Ini hanya rasa empati, jangan berpikir berlebihan," ucap suara berat itu lagi.

"Eo. Kalau tak ingin menginap di tempat Eomma, tidur di hotel, nanti pulang dari sini aku antar." Diam sejenak. Sepertinya Suga masih mendengarkan So Hyun mengoceh. Dan, "Jangan kekanakan, Kim So Hyun. Kau tidak tahu Daegu, berbahaya kalau pergi sendirian. Anieyo... aku hanya-So Hyun-a... halo? Arghh shit!" Sepertinya sambungan telepon itu terputus.

"Pergi saja, aku bisa pulang sendiri nanti," ucap Yoo Rin, ketika Suga kembali masuk ke biliknya di rawat.

"Istirahatlah. Jangan banyak bicara, pita suaramu bengkak," ucap Suga datar. Ia tak ingin di bantah, dan tak ingin berdebat perihal apapun.

My Universe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang