Bagian 1

1.1K 157 17
                                    

"LETA!"

Teriakan keras lelaki yang berlari memasuki ruangan membumbung ke langit-langit kamar. Wajah cemasnya menyatu dengan amarah saat menyaksikan kekasihnya tergolek lemah di atas permadani, di dekat ranjang besar yang mewah, dengan isak tangis menyayat hati. Ia sempat mematung, nanar hampir tak percaya penglihatannya sendiri.

"Theo...," panggil gadis bergaun pesta -yang tak lagi sempurna membalut badannya- dengan serak. Tubuhnya bergetar ketakutan, jatuh bangun berusaha meminta pertolongan. Mengabaikan rasa sakit yang menjalar.

Theo tertegun menahan tangisnya. Lalu mendekat dan berlutut meratapi kondisi Leta. Siapapun bisa melihat dengan jelas sisa-sisa pelecehan di tubuh kekasihnya itu. Beberapa bagian gaunnya robek. Terutama bagian pundak yang jatuh ke lengan, memamerkan bekas cengkeraman. Dan yang lebih menyakitkan, tampak beberapa bercak merah bekas hisapan di lehernya yang jenjang.

"Ehem!"

Kepalan amarah Theo melonggar digelitik suara deham. Ia memutar badan. Mencari pemilik suara yang tampak santai mengancing kemeja putih yang membalut tubuh proporsionalnya. Sengaja menyombongkan keberhasilan setelah mencicipi tubuh Leta.

Theo lekas berdiri. Matanya berapi. Telinganya juga. Kemurkaan mengusai raut muka hingga kepalan tangannya. Ia serang lelaki berpostur tinggi yang kini sedang memasang dasi. Merenggut kerah bajunya lalu membenturkan punggungnya ke dinding.

"KEPARAT!" umpat Theo. Tangannya yang mengepal diangkat tinggi ke belakang kepala, bersiap untuk sebuah pukulan mematikan.

Namun, lelaki berjambang itu menahan tawa bagai kegelian. Senyumnya mengejek. Picingan matanya bahkan meremehkan kepalan tangan kanan Theo yang bergetar, seakan tahu Theo tak akan berani mendaratkan barang sekalipun.

"Lumayan," ujar lelaki berdada lebar itu dengan tenang. Seringainya tipis tapi menyiutkan. Renggutan Theo pun melonggar, menanyakan maksud kesombongan yang dipamerkan.

"Diamlah." Theo menggeram. "Kamu terkejut aku seberani ini, huh?"

"Aku? Wah tunggu, kamu pasti salah paham. Aku tidak membicarakan dirimu, tapi kekasihmu, rasanya... lumayan."

Ternyata Theo yang kesakitan meski tak mendapat pukulan lawan. Hatinya remuk berantakan. Serangan balasan yang seharusnya ia layangkan tunduk pada ocehan menyakitkan.

Renggutan Theo melemah, lalu jatuh. Ia teringat Leta, seberapa hancur perasaan kekasihnya itu jika mendengar kalimat yang baru saja dilontarkan.

Pikiran yang teramat buntu membuat pundak tegak Theo mendadak kuyu. Ia bahkan hanya menoleh saat lelaki itu kembali meremehkan dengan tepukan pundak. Lalu kembali memasang dasi dan mengabaikan mereka berdua.

Theo kembali mendekati kekasihnya.

"Theo, hiks..." Leta tak sanggup bicara. Suaranya habis usai berteriak kuat-kuat melawan perbuatan biadab, berusaha mencari pertolongan yang tak satu pun datang.

Air mata Theo menetes. Sungguh tak akan ia lupa, sheath dress warna biru muda yang membalut tubuh lemas Leta tak akan lekas memudar dari benaknya.

Ia gendong tubuh lemah Leta keluar dari kamar besar itu. Sakit hatinya tertahan, meski setiap langkah diberatkan pemikiran-pemikiran. Meramal nasib hubungan mereka usai kejadian pahit hari itu.

Ironisnya, pelaku yang mengenakan setelan jas dan dasi di dalam kamar tak menunjukkan rasa bersalah. Senyumnya mengawasi hiruk pikuk kota, seakan dirinya adalah penguasa.

***

"BAGAIMANA INI BISA TERJADI, HUH?"

Seorang wanita paruh baya berpenampilan elegan berteriak. Matanya mendelik murka. Tangannya terangkat untuk menampar lelaki muda yang menunduj di hadapannya. Tapi, putri bungsunya, Revita, buru-buru mencekal. Gadis itu menggeleng, mencegah kegaduhan demi menjaga perasaan Leta yang terbaring lemah dengan selang infus menempel di tangan.

Aku Bagimu, Kamu Milikku 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang